Isu Praktik Perbudakan Bupati Langkat, Ini Ancaman Hukum bagi Pelaku
Terbaru

Isu Praktik Perbudakan Bupati Langkat, Ini Ancaman Hukum bagi Pelaku

Pelaku perbudakan dapat dijerat dengan Pasal 2 UU tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Polda Sumatera Utara masih melakukan pendalaman terkait isu perbudakan yang dilakukan oleh Bupati Langkat.

M. Agus Yozami
Bacaan 5 Menit

Terkait dengan dugaan perbudakan, Ramadhan mengatakan bahwa Polda Sumatera Utara masih melakukan pendalaman, Namun, mereka yang menjalani pembinaan di ruangan tersebut diantarkan sendiri oleh orang tuanya dan penyerahan tersebut disertakan dengan surat pernyataan.

Adapun pekerjaan di kebun sawit yang dimaksud sebagai perbudakan dan melanggar HAM, sebagai bagian pembinaan terhadap warga binaan yang menjalani rehabilitasi. "Akan tetapi, apa itu (perbudakan, red.), kami lihat dalami prosesnya, kami belum bisa cepat-cepat memberikan kesimpulan," ujarnya.

Seperti diketahui, Migran Care menemukan penjara pribadi belakang kediaman Bupati Langkat Terbit Perangin Angin. Terdapat 40 orang pekerja yang ditahan di dalam jeruji besi tersebut. Menurut temuan Migran Care, para pekerja diduga tidak mendapatkan perlakuan baik, seperti tidak mendapat makanan layak saji, tidak mendapatkan upah gaji yang sesuai atau bahkan tidak di gaji serta perlakuan penganiayaan dan penyiksaan kepada para tahanan pekerja sawit itu.

Jerat Hukum Pelaku Perbudakan

Lantas apa jerat hukum bagi pelaku perbudakan? Dikutip dari klinik Hukumonline, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, definisi perbudakan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Di dalam penjelasan umum UU 21/2007 dijelaskan definisi dari perbudakan sebagai berikut:

“Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.”

Di dalam UU 21/2007 perbudakan merupakan salah satu bentuk ekploitasi manusia yang menjadi salah satu tujuan perdagangan orang (lihat Pasal 1 angka 1, dan angka 7). Di dalam penjelasan umum UU 21/2007 juga disebutkan bahwa perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.

Pelaku perbudakan dapat dijerat dengan Pasal 2 UU 21/2007 yang menyatakan:

(1)    Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Tags:

Berita Terkait