Istilah “Catatan Kejahatan” dan Perlakuannya dalam UU Pelindungan Data Pribadi
Terbaru

Istilah “Catatan Kejahatan” dan Perlakuannya dalam UU Pelindungan Data Pribadi

Posisi catatan kejahatan termasuk dalam jenis data pribadi kategori spesifik sama halnya dengan data dan informasi kesehatan, biometrik, genetika, data anak, data keuangan pribadi dan data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Pengaturan mengenai catatan kejahatan seseorang tercantum dalam UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Posisi catatan kejahatan termasuk dalam jenis data pribadi kategori spesifik sama halnya dengan data dan informasi kesehatan, biometrik, genetika, data anak, data keuangan pribadi dan data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan data bersifat umum yaitu nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, status perkawinan, dan/atau data Pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.

Merujuk artikel Hukumonline berjudul “Pencatatan Rekam Jejak Kriminal Seseorang”, istilah yang paling mendekati catatan kejahatan yaitu catatan kepolisian. Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2014 menyatakan catatan kepolisian yaitu catatan tertulis yang diselenggarakan oleh Polri terhadap seseorang yang pernah melakukan perbuatan melawan hukum atau melanggar hukum atau sedang dalam proses peradilan atas perbuatan yang dia lakukan. Catatan kejahatan ini data fakta atas sejarah kejahatan individu yang dikumpulkan oleh instrumen dari sistem peradilan seperti kepolian, jaksa, hakim dan pejabat lembaga permasyarakatan.

Sama halnya dengan jenis data spesifik lainnya, catatan kejahatan seseorang mendapat perlakuan yang berbeda dibandingkan data bersifat umum dalam UU PDP. Misalnya, pada bagian kewajiban pengendali data Pribadi. Pasal 34 menyatakan pengendali data pribadi wajib melakukan penilaian dampak pelindungan data dalam hal pemrosesan data pribadi memiliki potensi risiko tinggi terhadap subjek data pribadi. Pemrosesan Data Pribadi memiliki potensi risiko tinggi sebagaimana dimaksud salah satunya pemrosesan atas Data Pribadi yang bersifat spesifik.

Baca Juga:

Kemudian, Pasal 53 menyatakan pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi wajib menunjuk pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi Pelindungan Data Pribadi dalam hal kegiatan inti Pengendali Data Pribadi terdiri dari pemrosesan Data Pribadi dalam skala besar untuk Data Pribadi yang bersifat spesifik dan/atau Data Pribadi yang berkaitan dengan tindak pidana.

Terdapat sanksi administratif dan pidana yang menyertakan terhadap pelanggaran pelindungan data pribadi. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi; dan/atau denda administratif. Nantinya, sesuai dengan Pasal 57 ayat 3, denda administratif tersebut paling tinggi 2 persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.

Yang dimaksud dengan pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi denda administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Sanksi administratif dikenakan terhadap pelanggaran Pasal 20 Ayat 1, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (3), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 42 ayat (1), Pasal 43 ayat (1), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45, Pasal 46 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 47, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 51 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 52, Pasal 53 ayat (1), Pasal 55 ayat (2), dan Pasal 56 ayat (2) sampai dengan ayat (4).

Terdapat juga ketentuan pidana pada UU PDP. Pasal 67 Ayat 1 menyatakan, Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 65 Ayat 2 pasal tersebut menyatakan Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 Ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Selanjutnya, Ayat 3 Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 Ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Ketentuan pidana juga terdapat pada Pasal 68 yang menyatakan Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Dan Pasal 69 menyatakan selain dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/atau Korporasi.

Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Korporasi hanya pidana denda. Pidana denda yang dijatuhkan kepada Korporasi paling banyak 10 (sepuluh) kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.

Selain dijatuhi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana; pembekuan seluruh atau sebagian usaha Korporasi; pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu; penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan Korporasi; melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan; pembayaran ganti kerugian; pencabutan izin; dan/atau pembubaran Korporasi.

Tags:

Berita Terkait