Investor Butuh Kepastian Hukum
Berita

Investor Butuh Kepastian Hukum

Ketidakpastian hukum membuat pengusaha mengurungkan niat untuk menanamkan modal.

YOZ
Bacaan 2 Menit
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi,  Foto: Sgp
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi, Foto: Sgp

Dinobatkannya Indonesia sebagai negara tujuan investasi ke-3 di Asia setelah Cina dan India oleh Asia Business Outlook yang dikeluarkan Economist Corporate Network awal tahun ini, belum tentu akan menarik perhatian investor, baik lokal maupun asing. Pasalnya, PMA lebih mengharapkan adanya kepastian hukum yang baik di negeri ini guna mendukung kepastian usaha.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi, mengatakan kepastian hukum adalah faktor utama yang diperhatikan pengusaha ketika ingin berinvestasi. Sayangnya, hal itu tidak terlihat di Indonesia. “Banyaknya peraturan yang tidak jelas membuat pengusaha sulit menghitung cost,” katanya kepada hukumonline, Senin (28/1).

Menurut Sofyan, sebenarnya banyak investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia. Namun, ketidakpastian hukum yang ada membuat pengusaha mengurungkan niat untuk menanamkan modal. Apalagi, sambungnya, hampir semua regulasi berubah jika ada perubahan di tubuh pemerintahan.

Sofyan mengingatkan, peradilan di Indonesia sudah terkenal dengan jual beli hukum. Padahal, katanya, investor baik lokal maupun asing sudah bekerja sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal lain yang diperhatikan pengusaha ketika ingin berinvestasi adalah masalah kemanan dan infrastruktur.

“Di luar negeri Indonesia sudah terkenal dengan hukum yang bisa diperjualbelikan,” ujar Sofyan.

Berdasarkan dari hasil penelitian Pusat Kajian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dari 120 responden PMA, mayoritas lebih menginginkan kepastian hukum dibanding mendapatkan insentif dari pemerintah. Pakar Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia (UI), Dian Puji Simatupang, dalam keterangan tertulisnya mengatakan sebanyak 89 persen investor menginginkan produk hukum yang lebih baik untuk menjamin kelanjutan investasi di sini.

“Kepastian hukum merupakan instrumen utama dalam menciptakan pertumbuhan investasi para PMA. Tanpa kepastian hukum yang jelas, malah justru akan membuat iklim usaha yang tak sehat,” ujarnya.

Sebanyak 120 responden yang menjadi narasumber tersebut berasal dari berbagai sektor usaha, seperti minyak dan gas (migas), infrastuktur, ritel hingga perusahaan investasi. "Menurut Dian, rata-rata PMA yang menjadi narasumber sudah beroperasi sekitar 10 tahun di Indonesia.

Beberapa kasus ketidakpastian hukum yang dikemukanan oleh PMA antara lain mengenai dimenangkannya gugatan Renaissance Capital Management Investment Pte Ltd terhadap Merrill Lynch International Bank Ltd.

MA telah memutuskan Renaissance yang dimiliki Prem Harjani berhak mendapat ganti sebesar Rp 251 miliar. Padahal sebelumnya di Pengadilan Tinggi Singapura, telah memutuskan bahwa Prem Harjani telah melakukan penipuan dan Renaissance telah mengakui hutangnya kepada Merrill Lynch.

Tak heran jika banyak kasus PMA yang lebih memilih menghindari berperkara di pengadilan Indonesia. Seperti kasus yang dialami Medley Opportunity Fund di tahun 2012. Ketika berperkara dengan pengusaha lokal, perusahaan asal AS ini lebih memilih pengadilan di Inggris dan Singapura.

Begitupun dengan Churchill Mining, perusahaan asal Inggris, tahun lalu juga memilih mengajukan gugatan ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington, AS, saat bersengketa dengan pemerintah RI dalam kasus pencabutan ijin tambangnya.

Dia menambahkan, ada tiga hal yang menjadi perhatian utama PMA. Pertama, produk hukum yang menciptakan kebingungan karena multitafsir. “Jika produk hukumnya multitafsir, maka siapa yang harus dijadikan acuan," katanya.

Kedua, sistem hukum peradilan di mana Indonesia menganut pada hukum Belanda. Namun, ketika ada perkara, banyak menggunakan dasar hukum dan berubah-ubah. Sedangkan yang ketiga yaitu Risiko Politik. Setiap pergantian pejabat maka kebijakan yang dibuat juga mengalami perubahan sehingga membingungkan investor.

Dalam penelitian itu juga disebutkan, jika kondisi ini terus berlangsung, PMA belum bisa memastikan apakah akan terus melakukan investasinya di Indonesia atau tidak. "Mereka menjawab dengan kalimat wait and see dan akan mengevaluasi," ujar Dian.

Tags: