Investasi Askrindo Tak Ada Payung Hukum
Berita

Investasi Askrindo Tak Ada Payung Hukum

Eks Dirut Askrindo mendesak direksi membuat SOP agar investasi itu dinyatakan tak melanggar.

Inu
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tipikor Jakarta, Sidangkan mantan pegawai Askrindo. Foto: Sgp
Pengadilan Tipikor Jakarta, Sidangkan mantan pegawai Askrindo. Foto: Sgp

Pengakuan 'salah jalan' akan investasi PT Askrindo (persero) hingga menjadi perkara di pengadilan terucap dari Jati L Simangunsong, mantan Direktur Utama perusahaan asuransi dan penjaminan milik pemerintah ini. Menurutnya, investasi tersebut memang harus dilakukan sebagai program penjaminan pada nasabah Askrindo yang gagal bayar fasilitas kredit L/C yang dikucurkan perbankan.

Program penjaminan itu ditujukan pula untuk memastikan nasabah yang gagal bayar atas fasilitas kredit perbankan dapat beroperasi kembali. “Kemudian bisa membayar kewajiban mereka pada perbankan,” tutur Jati di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (10/4) sebagai saksi dari mantan Kadiv dan Dirkeu dan IT Askrindo, Zulfan Lubis.

Lagipula, jika dibiarkan, maka Askrindo sebagai penjamin fasilitas kredit yang dikucurkan perbankan bagi nasabah-nasabahnya, agar dapat menerbitkan L/C, harus membayar kewajiban pada perbankan. Karena itu, dipilihlah cara yaitu Askrindo menyuntikkan modal pada nasabah-nasabah yang bermasalah dalam bentuk promissory notes (PN) alias surat pengakuan utang nasabah. Juga menerbitkan medium term notes (MTN).

Oleh empat nasabah yang menerima suntikan modal dari Askrindo, PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah, dana yang dikucurkan diubah menjadi instrumen investasi berupa repurchase agreement (repo) saham, kontrak pengelolaan dana (KPD), dan reksadana.

Kesemua instrumen investasi itu diolah oleh lima manajer investasi di PT Harvestindo Asset Menagement, PT Jakarta Investment, PT Reliance Asset Management, PT Batavia Prosperindo Financial Services, dan PT Jakarta Securities. Kemudian, investasi tersebut dibeli kembali oleh Askrindo.

“Memberikan bunga 15 persen ketimbang berinvestasi pada produk lain karena tingkat suku bunga deposito yang awalnya 13 persen turun hingga sembilan persen,” paparnya. Adapun target hasil investasi Askrindo pada 2003 sebesar Rp72 miliar sedangkan investasi per tahun Askrindo sebesar Rp500 miliar. Lebih dari Rp300 miliar diinvestasikan pada produk bermasalah.

Bermasalah karena Jati akui, investasi tersebut tak memiliki landasan hukum. “Acuan kebijakan investasi Kepmenkeu Nomor 424 Tahun 2003,” ujarnya.

Diakuinya, dalam kebijakan itu, instrumen investasi serupa KPD dan repo tidak dibenarkan. Tetapi Jati malah mengejar direksi lain agar dibuat SOP baru guna melegalkan investasi tersebut.

Jati mengakui, kebijakan penyuntikan modal Askrindo datang dari Divisi Penjaminan dan Divisi Keuangan Askrindo. Namun, dia mengatakan dirinya tak tahu suntikan modal tersebut. “Kalau datang ke meja saya, pasti saya tolak,” paparnya.

Jati, yang juga pensiunan pegawai Bank Indonesia itu menyatakan, tak boleh bagi Askrindo menyuntikkan modal pada nasabah yang gagal bayar. Padahal, Askrindo dapat menarik aset nasabah tersebut guna membayar penjaminan fasilitas kredit perbankan yang tak mampu dilunasi nasabahnya.

Tapi, paparnya, kebijakan itu sudah direstui oleh dewan komisaris. Bahkan dana yang digunakan untuk kepentingan itu sudah diaudit oleh akuntan publik dan dinyatakan tidak bermasalah, kilahnya. Adapun pemegang saham Askrindo adalah 55 persen saham milik Bank Indonesia dan sisanya, sebanyak 45 persen milik pemerintah melalui Departemen Keuangan.

Dia juga menjawab, tak tahu kalau PN dan MTN sebagai bentuk suntikan modal Askrindo diperpanjang terus menerus bila mendekati jatuh tempo. “Tapi tidak merugikan Askrindo karena kita masih memiliki asetnya,” terang Jati lagi.

Tags:

Berita Terkait