Intoleransi Beragama Masih Mengkhawatirkan
Berita

Intoleransi Beragama Masih Mengkhawatirkan

Secara ormatif, negara berwenang membuat pembatasan.

CR-14
Bacaan 2 Menit
Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yenny Wahid (kedua dari kanan) pada acara seminar Kekerasan atas Nama Agama. Foto: Sgp
Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yenny Wahid (kedua dari kanan) pada acara seminar Kekerasan atas Nama Agama. Foto: Sgp

Kebhinnekaan adalah keniscayaan bagi masyarakat Indonesia. Namun aksi pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi selama ini masih menimbulkan kekhawatiran dan keprihatinan. Negara terkesan melakukan pembiaran terhadap kelompok intoleran yang melakukan tindakan kejahatan.

Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yenny Wahid, khawatir bangsa Indonesia tumbuh ke arah yang semakin tidak menghargai dan menerapkan hidup bertoleransi. Tindakan semena-mena satu kelompok terhadap kelompok lain sudah sering dipertononkan, tanpa bisa dicegah sebelum terjadi. Pembiaran itu dilandasi pandangan bahwa satu kelompok boleh menindas kelompok lain jika kelompok lain punya pandangan berbeda.

“Bangsa ini makin lama makin egois, hanya memikirkan kepentingannya sendiri,” kata putri Gus Dur itu. “Masa depan kita sebagai bangsa menjadi suram,” sambungnya di sela-sela seminar Kekerasan atas Nama Agama di Jakarta, Selasa (08/1) kemarin.

Kekhawatiran Yenny tak lepas dari data yang dihimpun The Wahid Institute setahun terakhir. Sepanjang 2012, tak kurang dari 274 pelanggaran kebebasan beragama, yang terinci ke dalam 363 tindakan. Dari sisi pelaku, 166 tindakan dilakukan oleh aparatus negara. Dari sisi lokasi, kejadian paling banyak terjadi di Jawa Barat (43 tindakan), disusul Aceh (22), serta Jawa Timur dan Jawa Tengah masing-masing 15 tindakan.

Berdasarkan analisis data itu, Yenny menilai praktik intoleransi subur karena negara kurang berperan. “Selama ini negara menyuburkan intoleransi di tengah masyarakat,” ujarnya.

Hakim konstitusi, Hamdan Zoelva, mengakui mungkin saja regulasi yang diterbitkan, termasuk mengenai kebebasan beragama, bertentangan dengan konstitusi. Namun sadar atau tidak, dalam proses legislasi itu ada pula kepentingan mayoritas yang harus dilindungi. Persoalan timbul jika terhadap regulasi itu muncul multitafsir.

“Ada banyak Undang-Undang yang ternyata setelah dikaji secara mendalam ketika dihadapkan pada praktik, banyak yang bertentangan dengan konstitusi, karena melanggar hak-hak warga negara,” kata Hamdan kepada hukumonline.

Kebebasan beragama, tegas Hamdan, sudah dijamin konstitusi. Tataran pemahaman dan implementasi dia akui masih menjadi masalah dalam bernegara.

Cuma, Hamdan mengingatkan pentingnya membuat batasan kebebasan beragama. Dalam konteks ini, Hamdan berpendapat negara boleh membuat pembatasan-pembatasan terhadap kebebasab beragama dan berkeyakinan. Yang penting, pembatasan itu harus ditentukan dengan hati-hati agar semua orang merasa dihormati. Pertimbangan hukum, keselamatan umum, ketertiban masyarakat, moral publik, serta perlindungan hak dan kebebasan orang lain menjadi patokan dalam pembatasan tersebut.

Tags: