Internet Bom Waktu bagi Masyarakat
Berita

Internet Bom Waktu bagi Masyarakat

Jakarta, hukumonline. Internet sebagai ruang kebebasan suatu saat nanti jika tidak segera "dibenahi" akan menjadi bom waktu bagi masyarakat. Pasalnya, ruang kebebasan yang tercipta sangat rentan dengan dengan informasi yang negatif. Karena itu, perlu segera pengaturan dalam berinteraksi dengan menggunakan internet.

Ram/APr
Bacaan 2 Menit
Internet Bom Waktu bagi Masyarakat
Hukumonline

Dapat dibayangkan jika generasi muda kita melakukan tindakan "amoral" yang diperolehnya dari internet. Masalahnya adalah, apakah mungkin komunikasi dalam internet itu dibatasi?

Pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab mengingat internet adalah satu sistem terbuka. Masyarakat memperoleh kemudahan, kecepatan, bahkan kebebasan dalam mendapatkan, mengolah, dan mendistribusikan informasi yang tersedia.

Pakar komunikasi RM Roy Suryo mengungkapkan, menurut survei ternyata internet bukan lagi dominasi para "kutu komputer". Akses internet  di kota-kota besar seperti di Medan, Bandung, Jakarta, Denpasar, dan Semarang, dilakukan melalui kantor 30%, warung internet 60%, dan hanya 10% yang diakses melalui rumah.

Porsentase tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mulai melihat internet sebagai bagian dari kehidupan. Cepat atau lambat, pengguna internet akan meningkat. Kemudahan memperoleh informasi semakin dirasakan. Apalagi internet sendiri begitu terbuka dan tentunya tidak terbatas (bebas).

Namun dalam perkembangannya, tidak sedikit orang yang memanfaatkan informasi yang tersedia untuk melakukan pembajakan, pencurian, penghinaan, ataupun tindakan lain yang merugikan. 

Kebersamaan dan kepercayaan

Roy berpendapat bahwa kebebasan yang ada bukanlah kebebasan tanpa norma yang selama ini ada dan berkembang. Maraknya situs-situ dewasa, merupakan wujud degradasi moral yang hingga saatnya akan menurunkan identitas bangsa dikemudian hari. Namun sayangnya, sedikit orang yang menyadari dari internet itu sendiri.

Secara filosofis, internet itu di dalamnya mencakup dua hal, yaitu kebersamaan (networking) dan kepercayaan (trusting). Kebersamaan yang tercipta seharusnya dapat dijadikan sandaran guna membangun kepercayaan atau kejujuran dalam berkomunikasi.

Menurut Royy, kejujuran dan kerjasama ini merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan. "Kejujuran dan kebersamaan itu merupakan nilai dari kebebasan berinformasi di Internet," cetus Roy kepada hukumonline.

Roy mencontohkan, ketika kita hendak berbelanja, pihak yang melakukan transaksi harus dapat dipercaya. Misalnya dilakukan pengecekan identitas dari si pembeli. Setelah pengecekan identitas, barulah transaksi dapat berjalan.

Sulit dibendung

Arus informasi yang tersedia di dalam internet sulit dibendung karena sistem internet terbuka. Orang dapat mengirim dan menerima informasi dalam bentuk apapun. Dari sekadar tulisan, gambar, animasi, hingga film yang ada di layar lebar.

Banyak hal yang ditawarkan dari revolusi teknologi itu sendiri. Celakanya, banyak muatan yang bertentangan dengan moral bangsa. Maraknya situs dewasa dipicu oleh pemanfaatan "fantasi" seksual oleh sebagian orang.

Berdasar penelitian yang dilakukannya, Roy mengemukakan bahwa antara situs dewasa dengan situs lainnya (berita, pendidikan, dan lainnya) pengunjungnya hampir sama besarnya. "Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita masih mudah untuk 'dibohongi'," ungkap Roy.

Masalahnya, media internet dapat diakses kapan dan di mana saja. "Meskipun dibatasi, tetap saja hal itu tidak akan efektif," cetus Roy. Namun yang mesti disadari, jangan sampai informasi itu menjadi bebas sebebas-bebasnya dan berjalan tanpa nilai.

Perlu pengaturan

Roy berpendapat, perlu segera pengaturan dalam berinteraksi dengan menggunakan internet. Bentuknya bisa UU atau peraturan lainnya, seperti yurisprudensi atau membuat satu panduan guna mengatur kebebasan yang ada. "Jangan dibiarkan hal ini terus berlangsung, karena tindakan negatif itu biasa muncul dari dalam masyarakat itu sendiri," kata Roy.

Menurut Roy, saat ini dibutuhkan peraturan khusus mengenai penyalahgunaan akses atau computer misuse act seperti yang sudah dibuat oleh Malaysia. "Kita tidak perlu membuat hukum baru, cukup mengadopsi saja apa yang sudah dilakukan oleh Malaysia," kata Roy.

Jika tidak ada pengaturan, menurut Roy, akan semakin banyak kejahatan yang terjadi. Pasalnya, tidak ada undang-undang yang dapat menjaring tindak kejahatan yang memanfaatkan teknologi internet.

Saat ini, mungkin kita masih bisa berlindung di balik KUHP. Lalu bagaimana jika besok muncul kejahatan dengan cara atau modus yang baru. Untuk itu, Roy berpendapat bahwa perlu dilakukan kerjasama antara badan-badan terkait, seperti polisi, pemerintah (DPR) serta, masyarakat untuk memberikan masukan untuk pembuatan regulasi dalam dunia internet tersebut.

Roy menambahkan, mungkin akan membutuhkan waktu yang lama jika kita hendak menyusun dari awal regulasi atau peraturan hukum. Apa yang dilakukan oleh kajian hukum cyberlaw di Universitas Indonesia, ITB, dan Universitas Padjajaran tinggal dilanjutkan dan disosialisasikan ke masyarakat.

 

 

 

Tags: