Interkoneksi Perkuat Industri Keuangan Syariah
Berita

Interkoneksi Perkuat Industri Keuangan Syariah

Perkuat dan harmonisasi regulasi menjadi pendukung terpenuhinya interkoneksi.

FAT
Bacaan 2 Menit
Interkoneksi Perkuat Industri Keuangan Syariah
Hukumonline

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, interkoneksi antar lembaga jasa keuangan syariah menjadi faktor penting dalam mengembangkan industri tersebut. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani mengatakan, interkoneksi bertujuan untuk menyatukan seluruh produk syariah yang ada di lembaga jasa keuangan.

“Misalnya, perbankan syariah, dia pasti butuh asuransi syariah. Asuransi syariah butuh reasuransi syariah. Jadi semuanya kita connect,” ujar Firdaus di Jakarta, Senin (25/11).

Untuk mendukung interkoneksi, OJK melakukan harmonisasi dan memperkuat regulasi. Harmonisasi, lantaran ada sejumlah aturan terkait dengan keuangan syariah seperti dari perbankan dan asuransi. Sedangkan perkuat regulasi, yakni mengatur sejumlah produk-produk syariah yang mulai bermunculan.

“Sekarang sudah banyak. Ada pembiayaan syariah, pegadaian syariah, modal ventura syariah. Mereka sudah berusaha di pasar. Tentunya kita akan memperkuat regulasinya di bidang ini,” tutur Firdaus.

Selain harmonisasi dan perkuat regulasi, OJK juga akan mendorong adanya insentif di industri keuangan syariah. Menurut Firdaus, insentif diberikan untuk mendorong perkembangan industri keuangan syariah menjadi lebih baik. Salah satu insentif yang sudah dilakukan OJK adalah terkait permodalan. Untuk mendirikan lembaga keuangan syariah, modal yang disediakan lebih rendah jika dibandingkan lembaga keuangan konvensional.

Menurut Firdaus, lembaga keuangan syariah di Indonesia memiliki pertumbuhan yang baik, yakni sekitar 35 persen pertahun. Bahkan, pertumbuhan lembaga keuangan syariah lebih tinggi dibandinglembaga keuangan konvensional.Jadi, prospek pertumbuhan lembaga keuangan syariah di Indonesia masih bisa lebih besarmengingat Indonesia merupakan salah satu negara muslim terbesar di dunia.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto menambahkan, setidaknya ada lima faktor penentu keberhasilan industri keuangan syariah. Faktor pertama, terkait pengaturan dan pengawasan yang efektif, sehingga menciptakan praktik usaha yang sehat. Untuk faktor ini, OJK tengah mengkaji seluruh peraturan bidang jasa keuangan khususnya di IKNB dan pasar modal.Termasuk ketentuan yang mengatur lembaga keuangan syariah.

“Selain harmonisasi lintas sektor, pelaksanaan kajian peraturan juga ditujukan untuk mengubah atau menambah peraturan yang tidak sesuai lagi dengan dinamika saat ini,” kata Rahmat.

Faktor kedua, inovasi produk syariah harus memenuhi tuntutan konsumen. Kesesuaian menjadi pertimbangan utama memilih produk keuangan. Lembaga keuangan syariah harus mampu menciptakan produk yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

Faktor ketiga, kemampuan menjalankan usaha secara efektif dan efisien di lembaga keuangan syariah. Untuk mendukung faktor ini, penerapan teknologi informasi terkini menjadi unsur penting guna mencapai rencana strategis lembaga keuangan.

Faktor keempat, dukungan sumber daya manusia dan permodalan yang memadai. Faktor ini bertujuan agar manajemen risiko dan tata kelola yang baik dapat tercapai di lembaga keuangan syariah. Sedangkan faktor yang kelima terkait pemahaman masyarakat mengenai keuangan syariah. “Hal ini sangat dipengaruhi filosofi, risiko dan keuntungannya,” kata Rahmat.

Anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid mengatakan, penetrasi keuangan syariah di Indonesia belum mencapai titik ideal. Meskipun jumlah muslim di Indonesia mencapai 206 juta jiwa, pemahaman masyarakat terhadap keberadaan produk syariah masih rendah.Tak hanya itu, mobilisasi dana dan dukungan infrastruktur belum maksimal. Ia menilai penetrasi keuangan syariah di Indonesia belum mencapai titik ideal. “Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa pasar keuangan syariah masih dalam tahap pertumbuhan,” katanya.

Ia menawarkan sejumlah solusi agar industri keuangan syariah bisa berkembang. Dari sisi produk, Indonesia harus berani melakukan riset the genuine of shariah dan menghilangkan anggarapn bahwa syariah sama dengan konvensional. “Produk baru tersebut seharusnya yang bisa diterima seluruh kalangan,” katanya.

Selain itu, peningkatan capacity building, sumber daya manusia yang transparan, pelayanan yang efektif dan efisien serta mengedepankan unsur tolong menolong menjadi solusi untuk meningkatkan penetrasi industri keuangan syariah. Bila perlu, produk syariah yang ada tak perlu dibatasi.

"Indonesia memiliki kulturyang berbeda satu sama lain. Atas dasar itu jangan dibatasi-batasi, biarkan industri syariah berkembang sesuai culture yang ada di Indonesia,” tutup pria yang juga menjabat sebagai Ketua Indonesian Financial Inclusion Society (IFIS) ini.

Tags: