Intelijen dan Media Adu Cepat
Berita

Intelijen dan Media Adu Cepat

Intelijen negara dituntut untuk lebih cepat menyampaikan informasi ketimbang media massa.

Ady
Bacaan 2 Menit

Menurutnya hal seperti itu mengakomodasi kebutuhan intelijen untuk melakukan berbagai operasi tertutup dengan prinsip demokrasi seperti otorisasi, pengawasan dan lainnya. Namun, jika mekanisme operasi intelijen tidak dilakukan secara khusus, maka tidak ada lembaga intelijen yang baik.

Bila badan intelijen punya kewenangan yang besar dan tidak diatur, maka badan intelijen akan bertindak represif seperti pada masa pemerintahan orde baru. Oleh karenanya Andi melihat harus dicari jalan tengah antara penguatan intelijen namun tidak represif.

Munculnya UU Intelijen bagi Andi lebih banyak mengatur lembaga intelijen terutama Badan Intelijen Negara (BIN). Menurutnya UU Intelijen membatasi kewenangan BIN, misalnya untuk melakukan penyadapan harus meminta izin pengadilan, BIN hanya berfungsi sebagai badan koordinasi intelijen, bukan lembaga tunggal intelijen nasional.

Atas dasar itu Andi menilai UU Intelijen relatif lebih menjunjung nilai demokrasi dan HAM ketimbang aturan serupa di AS. “Pada dasarnya logika demokrasinya lebih kuat di UU Intelijen,” ujarnya.

Bila logika demokrasi itu tidak digunakan, maka BIN punya kewenangan yang besar untuk melakukan kerja-kerjanya. Misalnya ketika melakukan penyadapan, BIN tidak perlu melakukan izin kepada siapa pun termasuk presiden. Namun, Andi melihat hal itu tidak ada di UU Intelijen. Malah, sebagai UU Intelijen pertama di Indonesia, regulasi itu mengupayakan untuk mempertemukan antara prinsip demokrasi liberal dengan kebutuhan intelijen melakukan operasi khusus.

Andi juga menjelaskan, jika dulu intelijen mengunakan pendekatan sekuriti dalam operasinya, yaitu membayangkan kondisi terburuk, tapi sekarang menganut pendekatan zero enemy, million friends. Sehingga strategi represif konfrontatif tak dapat lagi digunakan oleh intelijen sebagaimana terjadi pada masa orde baru. Bentuk intelijen yang ada saat ini, menurut Andi diarahkan agar masyarakat merasa nyaman dengan keberadaan intelijen, tidak lagi merasa takut seperti masa sebelum reformasi.

Terpisah, peneliti Elsam, Wahyudi Djafar mengatakan peraturan yang mengatur tentang intelijen di AS tidak dapat disamakan dengan di Indonesia. Contohnya, aturan intelijen yang diatur dalam Patriot Act, regulasi itu difokuskan untuk menghalau ancaman-ancaman dari luar ketimbang di dalam AS sendiri. Hal itu menurut Wahyudi terjadi sejak AS mendeklarasikan perang terhadap terorisme. Oleh karenanya, presiden AS memiliki kewenangan khusus untuk memobilisir kekuatan intelijen lewat sebuah operasi.

Tags: