Inspirasi ala Najwa Shihab untuk Para Sarjana Baru dalam Wisuda STHI Jentera
Berita

Inspirasi ala Najwa Shihab untuk Para Sarjana Baru dalam Wisuda STHI Jentera

Setiap sarjana membawa amanah tanggung jawab kepublikan. Terutama di tengah masa sulit pandemi Covid-19.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Najwa Shihab menyampaikan orasi ilmiah berjudul Tanggung Jawab Publik Seorang Sarjana Hukum. Foto: NEE
Najwa Shihab menyampaikan orasi ilmiah berjudul Tanggung Jawab Publik Seorang Sarjana Hukum. Foto: NEE

Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera menggelar wisuda 18 orang sarjana hukum angkatan kedua Sabtu lalu. Acara yang berlangsung dalam ruang virtual ini sekaligus menyambut 25 mahasiswa baru tahun akademik 2020/2021. Najwa Shihab, jurnalis hukum dan politik kenamaan Indonesia, hadir secara khusus untuk menyampaikan pesannya.

“Saya tahu sekarang bukan saat yang ideal untuk merayakan wisuda, pandemi ini menyebabkan banyak hal berantakan dan berubah,” kata Najwa setelah memberikan selamat dengan menyebutkan satu per satu nama para sarjana hukum baru STHI Jentera. Sebagai tokoh publik yang aktif menyoroti penegakkan hukum, Najwa menyampaikan orasi ilmiah berjudul Tanggung Jawab Publik Seorang Sarjana Hukum.

Najwa mengajak para sarjana hukum junior itu untuk berdamai dengan kenyataan sulit hari ini. Ia menyebut pandemi Covid-19 sebagai masa peralihan yang mau tidak mau harus dihadapi. “Pandemi ini adalah sebuah portal, pintu gerbang antara satu dunia ke dunia yang lain, dunia lama dan dunia baru,” katanya mengutip novelis dan aktivis India Arundhati Roy.

Selain itu, Najwa menyebut status sarjana hukum yang berhasil diraih juga portal lain yang tengah dilewati. Sebagai lulusan baru, mereka menghadapi tantangan merintis karier pascakampus. “Saya ingin mengatakan, pilihan karier sama sekali tidak dibatasi oleh pilihan fakultas,” ujarnya. Ia membagikan pengalamannya 20 tahun silam saat memutuskan berkarier di dunia jurnalistik. Ternyata toh Najwa berhasil menjalaninya hingga saat ini.

Kuncinya terletak pada kemampuan mengembangkan keterampilan yang diperoleh selama proses berkuliah. Keterampilan-keterampilan itu tetap bisa diterapkan dalam bidang selain studi sarjana yang ditempuh. Sebagai sarjana hukum, Najwa menyebut pengalamannya dilatih berpikir kritis tehadap berbagai peristiwa, menentukan argumentasi, dan menuangkannya dalam diksi yang tepat.  Temasuk juga mencari solusi atas masalah hukum bahkan bernegosiasi jika diperlukan. (Baca Juga: Cerita Maria Farida dalam Wisuda Sarjana Angkatan Pertama STHI Jentera)

“Dan semua keterampilan itu relevan untuk menekuni profesi apapun termasuk jurnalistik yang saya tekuni saat ini,” kata Najwa. Ternyata jurnalis berkutat dengan ‘perkara’ setiap hari. Hal yang sama dihadapi Jaksa dan Advokat dalam keseharian profesi mereka. Najwa menyebut kerjanya memetakan masalah, menggali informasi, serta mengungkap fakta dari narasumber adalah hasil menerapkan keterampilan hasil studi sarjana hukum.

“Siapapun yang bisa menyusun konstruksi fakta yang kuat dan menyajikan versinya sebagai yang lebih masuk akal, dia yang akan lolos dari ujian dan memenangkan pertarungan,” Najwa menambahkan. Ia terbukti berhasil menerapkan keterampilan hasil studi sarjana hukum hingga dikenal luas sebagai jurnalis andal. Pengalamannya menjadi bukti nyata bahwa sukses berkarier tidak dibatasi gelar sarjana.

Tidak hanya berkarier sebagai pekerjaan, Najwa mengajak para sarjana baru untuk ingat berkontribusi bagi bangsa. Terutama bagi lulusan STHI Jentera yang memiliki slogan sebagai sekolah para pembaru hukum.  Secara khusus Najwa menyinggung disiplin dalam kode etik profesi. “Tidak ada gunanya bicara pentingnya penegakkan hukum jika tidak berdisiplin menghormati standar, asas, dan kode etik. Daya tahan untuk disiplin adalah aset paling berharga untuk merawat demokrasi kita,” ujarnya.

Najwa menyoroti demokrasi Indonesia yang tengah bermasalah bahkan memburuk di tengah pandemi Covid-19. Ia menyebutnya inflasi kekuasaan yang menggerus partisipasi publik dalam kehidupan bernegara. Polarisasi politik cenderung menguat pada kekuasaan negara. Akibatnya ruang publik banyak diintervensi agar tidak mengganggu Pemerintahan. “Ini adalah era ketika warga dianggap sekadar voter dan konstituen dengan rela menjadi fanboy dan fangirl,” kata Najwa.

Najwa berharap para sarjana hukum STHI Jentera menjaga idealisme dan tanggung jawab berkontribusi untuk masyarakat yang lebih baik. Ia mengingatkan agar tidak disibukkan sekadar mencari kenyamanan individual dalam berkarier. “Kita semua diikat oleh tanggung jawab kepublikan. Apalagi sebagai sarjana hukum, bertanggung jawab mengatakan yang benar dan yang salah,” katanya lagi.

Najwa mengaku gelar sarjana hukum yang dimilikinya menjadi tanggung jawab tersendiri meski berkarier di luar bidang hukum. Kontribusi kepada publik harus terus diupayakan dalam berkarier. Itu dianggapnya sebagai tanggung jawab personal.  “Saya sangat berharap semoga semua pembelajaran di STHI Jentera bisa membantu bersikap benar di saat yang tepat, insya Allah,” Najwa menutup orasinya.

STHI Jentera didirikan pada 1 Juli 2011 di bawah pengelolaan Yayasan Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (YSHK). Mulai tahun akademik 2015/2016, STHI Jentera resmi menyelenggarakan program studi sarjana Ilmu Hukum. “Perubahan adalah keniscayaan, kami sudah membekali mahasiswa dengan kemampuan menghadapi situasi yang terus berubah,” kata Ketua STHI Jentera, Yunus Husein.

Selain Yunus, hampir semua pengajar STHI Jentera adalah profesional hukum yang aktif berpraktik selain menjadi akademisi. Yunus sendiri tercatat pernah berkiprah sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pertama. STHI Jentera memiliki visi terwujudnya pendidikan tinggi hukum yang menggerakkan pembaruan hukum di Indonesia. Hingga saat ini STHI Jentera sangat selektif memilih calon mahasiswa dan menyediakan sejumlah beasiswa khusus bagi calon mahasiswa berprestasi.

Tags:

Berita Terkait