Insentif Pajak dan Pemangkasan Izin Jadi Senjata Pemerintah Tarik Investasi
Utama

Insentif Pajak dan Pemangkasan Izin Jadi Senjata Pemerintah Tarik Investasi

Persoalan tumpang tindih aturan dan perizinan antara Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah menjadi penyebab utama tersendatnya realisasi investasi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Acara Outlook Ekonomi dan Investasi Indonesia tahun 2020 di Kantor BKPM, Jakarta (17/2). Foto: MJR
Acara Outlook Ekonomi dan Investasi Indonesia tahun 2020 di Kantor BKPM, Jakarta (17/2). Foto: MJR

Rencana pemerintah menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan investasi dunia semakin sering disosialisasikan. Persoalan perpajakan dan perizinan merupakan penghambat utama bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Sehingga, pemerintah mengupayakan reformasi besar-besaran sehubungan tarif pajak dan perizinan.

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan setidaknya pemerintah telah mengeluarkan tiga aturan terkait insentif perpajakan dalam dua tahun terakhir yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 150 Tahun 2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-daerah Tertentu dan PP Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PP No. 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

 

“Kami beri banyak insentif perpajakan untuk menarik investor asing dan mendukung ekonomi Indonesia melalui investasi. Di tengah ketidakpastian ini kami menggunakan fiscal policy untuk mengatasi permasalahan investasi,” jelas Sri dalam acara Outlook Ekonomi dan Investasi Indonesia tahun 2020 di Kantor BKPM, Jakarta (17/2).

 

Hukumonline.com

Hukumonline.com

Sumber: Materi Plt. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM, Yuliot.

 

Dia menambahkan tarif perpajakan bagi pelaku usaha juga semakin ringan apabila Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Perpajakan disahkan. Dalam RUU tersebut, tarif pajak penghasilan (PPh) wajib pajak badan dalam negeri akan dipangkas bertahap dari 25% menjadi 20% pada tahun pajak 2021-2023. Tarif pajak semakin ringan bagi wajib pajak badan tersebut yang menjadi perusahaan terbuka dengan kepemilikan saham publik mencapai 40% akan memperoleh tarif lebih rendah 3%. 

 

Wajib pajak juga mendapatkan pengecualian tarif PPh atas dividen yang diperoleh dari dalam negeri apabila dividen tersebut diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Kalonggaran tarif PPh juga diberikan atas dividen dari kegiatan usaha di luar negeri.

 

Selain perpajakan, komitmen pemerintah mengatasi persoalan tumpang tindih regulasi dan perizinan juga dilakukan melalui RUU Omnibus Cipta Kerja. Sri menjelaskan dengan aturan tersebut diharapkan dapat mempercepat investasi dan memberi kepastian investor.

 

(Baca: Biaya dan Proses Perizinan Penyebab Peringkat EoDB Stagnan)

 

Menurutnya, persoalan tumpang tindih aturan dan perizinan antara Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah menjadi penyebab utama tersendatnya realisasi investasi. Padahal, dalam kondisi saat ini, investasi tersebut diperlukan untuk mengurangi angka pengangguran sekaligus meningkatkan perekonomian.

 

“Aturan ini akan menyeimbangkan antara penciptaan lapangan kerja dan kebutuhan investor. Saat ini, rancangan aturan tersebut masih dalam proses sosialisasi dan pembahasan di parlemen,” jelas Sri.

 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan pemerintah berkomitmen memperbaiki perizinan usaha agar memudahkan investor menanamkan modalnya di Indonesia. Perbaikan tersebut terlihat dalam indikator-indikator yang menjadi penilaian dalam Ease of Doing Business (EoDB) World Bank.

 

Dia mencontohkan indikator memulai usaha akan disederhanakan dari 11 Prosedur, 10 hari, biaya Rp dengan biaya Rp 3.060.000  menjadi 5 Prosedur, 3 hari dan biaya Rp 3.060.000. Kemudian, indicator perizinan mendirikan bangunan dari 18 Prosedur, 191 hari dan biaya Rp 129.149.289 menjadi 15 prosedur, 54 hari dan biaya Rp 40.238.115. Lalu, pendaftaran properti dari 6 Prosedur, 28 hari dan biaya Rp 227.323.849 jadi 4 Prosedur, 24 hari dengan biaya Rp 227.323.849.

 

“Kami ditargetkan memperbaiki peringkat EoDB ini dari peringkat 73 menjadi peringkat 50-40 pada dalam tiga-empat tahun. Setidaknya tahun ini bisa naik ke peringkat 60 minimal,” jelas Bahlil.

 

Hukumonline.com

Sumber: Materi Plt. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM, Yuliot.

 

Dia menyambut baik seluruh upaya kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, seperti halnya dengan EuroCham yang mewakili pebisnis Eropa di Indonesia.

 

“Kolaborasi ini dapat menjadi forum komunikasi yang efektif antara pembuat kebijakan dan investor, sehingga investor mengetahui apa yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini dalam meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Kami paham apa yang dibutuhkan investor, yaitu kepastian, kecepatan, dan efisiensi,” jelas Bahlil.

 

Menanggapi hal tersebut, Ketua EuroCham Indonesia Corine Tap menegaskan bahwa perusahaan Eropa di Indonesia siap mendukung pemerintah dalam melakukan reformasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia.

 

“Kami tentu mendukung upaya reformasi pemerintah dalam memfasilitasi investasi di Indonesia. Selain kepastian usaha, investor juga memerlukan dukungan pemerintah untuk terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Tentunya melalui forum ini, dapat tercipta keselarasan antara investor dengan pemerintah sebagai regulator,” ujar Corine.

 

Tags:

Berita Terkait