Inkonsistensi Sikap MA dalam Perkara Narkotika
Kolom Arsil

Inkonsistensi Sikap MA dalam Perkara Narkotika

Inkonsistensi penafsiran dan penerapan hukum pada dasarnya saja saja mendorong adanya ketidakpastian.

Bacaan 2 Menit

 

Di tingkat pertama, pengadilan negeri tidak sependapat dengan JPU khususnya terhadap delik apa yang sebenarnya dilanggar Terdakwa. Majelis hakim berpandangan perbuatan yang dilakukan terdakwa bukanlah melanggar Pasal 112 ayat (1), namun penyalahgunaan narkotika (Pasal 127). Sang supir truk kemudian dijatuhkan penjara selama 1 tahun oleh majelis hakim di tingkat pertama itu. Atas putusan tersebut JPU mengajukan banding. JPU tak sependapat dengan penerapan hukum yang diputuskan PN tersebut.

 

Di tingkat banding, pengadilan tinggi membatalkan putusan PN tersebut, menurut majelis hakim tingkat banding perbuatan yang dilakukan terdakwa masuk dalam kualifikasi Pasal 112 ayat (1) bukan Pasal 127. Terdakwa pun dijatuhi penjara 5 tahun dan denda Rp800.000 lebih tinggi 1 tahun dari tuntutan JPU sebelumnya.

 

Namun putusan Pengadilan Tinggi tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi. Menurut MA atas peristiwa di atas tidak tepat jika diterapkan Pasal 112 ayat (1) karena jika narkotika yang dimiliki atau dikuasasinya tujuannya adalah untuk dipakai oleh Terdakwa, tidak ada bukti-bukti yang menunjukkan Terdakwa terlibat dalam perdagangan gelap narkotika, besaran narkotikanya tidak melebihi batasan yang diatur dalam SEMA No. 4 Tahun 2010 jo. SEMA No. 3 Tahun 2011 terlepas dari hasil tes urine terdakwa positif atau negatif mengandung narkotika, maka perbuatan tersebut seharusnya masuk dalam kualifikasi penyalahgunaan narkotika.

 

Pertimbangan tersebut terdapat dalam putusan MA nomor 2754 K/Pid.Sus/2016 yang diputus tanggal 20 Maret 2017. 1,5 bulan sejak putusan sebelumnya.

 

Inkonsistensi Putusan dan Dampaknya

3 putusan di atas adalah salah satu contoh inkonsistensi sikap hukum Mahkamah Agung atas suatu peristiwa yang serupa. Ya, tentu ketiga perkara tersebut diputus oleh majelis hakim yang berbeda (walaupun di antara ketiganya terdapat beberapa hakim agung yang sama).

 

Jika ditelusuri, lebih banyak lagi putusan MA terkait tindak pidana narkotika ini Anda akan menemukan lebih banyak lagi putusan yang serupa. Di mana terdapat dua pandangan hukum MA yang saling bertolak belakang terkait bagaimana menentukan ketentuan mana yang berlaku jika seseorang tertangkap membawa atau membeli narkotika dalam jumlah yang relatif sedikit, terdakwa belum menggunakan narkotika tersebut, dan tidak ada indikasi terdakwa terlibat dalam jaringan perdagangan gelap narkotika.

 

Apakah terhadap terdakwa harus dikenakan pasal penguasaan atau kepemilikan narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) yang ancaman pidananya paling rendah 4 tahun penjara dan paling lama 12 tahun dan denda minimal Rp800.000.000 s/d 8 Miliyar, atau pasal penyalahgunaan (Pasal 127) yang ancamannya paling tinggi 4 tahun penjara tanpa denda?

Tags:

Berita Terkait