Inilah Pertimbangan PK MA atas Fee Kurator Telkomsel
Berita

Inilah Pertimbangan PK MA atas Fee Kurator Telkomsel

Eks kurator Telkomsel siap menempuh upaya hukum lain.

HRS
Bacaan 2 Menit
Inilah Pertimbangan PK MA atas Fee Kurator Telkomsel
Hukumonline

Setelah menunggu sejak Juni 2013 lalu, rasa penasaran Feri S Samad, eks kurator Telkomsel terjawab sudah. Soalnya, Feri sempat tidak mempercayai putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) tentang imbalan (fee)kurator yang diajukan PT Telekomunikasi Selular Tbk (Telkomsel).Pada 16 Agustus 2013 lalu, Mahkamah Agung ternyata telah menyampaikan salinan putusan kepadapara pihak.

Dalam putusannya, majelis PK sepakat dengan pendapat hukum  Telkomsel. Mahkamah Agung berpandangan Telkomsel dapat mengajukan PK atas penetapan fee kurator tersebut karena merujuk Pasal 24 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk melakukan pengawasan tertinggi kepada pengadilan termasuk penetapan fee kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 91 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Lebih lagi, Pasal 91 tersebut tidak dengan tegas menyebutkan larangan tersebut berlaku juga untuk upaya hukum luar biasa. Selain itu, pengawasan dari MA perlu dilakukan karena kasus penetapan fee kurator sangat menarik perhatian masyarakat.

Terhadap penentuan fee kurator, MA menilai seharusnya peraturan yang dipakai adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.1 Tahun 2013, bukan Keputusan Menteri Kehakiman No.M.09-HT.05.10 Tahun 1998.Majelis hakim niaga dinilai keliru dalam menerapkan hukum yang menjadi dasar pedoman besarnya imbalan para kurator.

Alasannya Permenkumham 2013 tersebut lahir lebih dulu daripada penetapan fee kurator. Beleid Menteri Amir Syamsudin itu telah lahir pada 11 Januari 2013 sedangkan penetapan baru dilaksanakan pada 31 Januari 2013. Tambahan lainnya dari dalil PK Telkomsel adalah tugas kurator tidak serta merta berhenti tatkala putusan kasasi – yang mencabut pailit Telkomsel--keluar. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU Kepailitan, kurator masih memiliki tugas untuk mengumumkan putusan kasasi tersebut ke sedikitnya dua surat kabar harian.

Pengumuman dimaksud baru dilaksanakan kurator pada 14 Januari 2013. Artinya, tugas kurator baru berakhir pada 14 Januari 2013, bukan pada saat salinan putusan kasasi diterima majelis hakim 10 Januari 2013 sebagaimana dinyatakan dalam penetapan majelis hakim pengadilan niaga.

Lagipula, tim kurator baru mengajukan permohonan fee kurator pada 22 Januari 2013 dan pembacaan penetapan pada 31 Januari 2013. Alhasil, dasar hukum sebagai penentu besarnya imbalan jasa kurator adalah Permenkumham2013 itu. Dalam pertimbangannya, MA menyatakan Pasal 2 ayat (1) huruf c Permenkumham 2013 tersebut bertentangan dengan Pasal 17 ayat (3) UU Kepailitan. Menurut MA, penentu yang berhak membayar imbalankurator adalah majelis hakim.

Mahkamah Agung juga menyatakan,dalam menentukan imbalan jasa pengurusan perkara Telkomsel, kurator tidak merinci pekerjaan yang telah dilakukan. Selain itu, kurator tidak merinci tarif pekerjaan dan kemampuannya sehingga harus mendapat bayaran 1% dari aset Telkomsel. Begitu juga dengan  majelis hakim niaga yang tidak memberikan rincian untuk memutuskan mengabulkan 0,5% dari aset Telkomsel. Berdasarkan hal-hal tersebut, MA sepakat untuk mengabulkan PK Telkomsel dan membatalkan penetapan fee kurator tersebut.

Andri W Kusuma, dahulu adalah kuasa hukum Telkomsel untuk PK kurator, menyambut baik putusan ini. Meskipun telah tidak lagi menjadi kuasa hukum Telkomsel, Andri menyatakan putusan tersebut telah memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan dan bermanfaat bagi dunia usaha.

“Saya tidakbisa berkomentar apa-apa lagi karena tidak lagi menjadi kuasa Telkomsel. Namun, ya putusan ini benar-benar bermanfaat bagi dunia usaha,” tuturnya ketika dihubungi hukumonline, Senin (23/9).

Maju Terus Pantang Mundur

Berbeda dengan eks kurator Telkomsel, Edino Girsang. Edino menilai putusan tersebut justru tidak adil dan sangat memihak Telkomsel. Putusan PK tidak memberikan penyelesaian atas fee kurator. Ia tidak dapat menerima alasan MA yang menyatakan kurator tidak merinci pekerjaan dan kemampuan sehingga berhak atas imbalan jasa.

Menurut Edino, kurator telah menyampaikan laporan akhir yang menjelaskan rincian pekerjaan kurator, rincian biaya kerumitan pekerjaan kurator dalam permohonan fee kurator, termasuk dalam kontra PK. Akan tetapi, MA tidak mempertimbangkannya.

“Putusan tersebut bagaikan sinisme yang berkembang  di masyarakat, mengatasi masalah dengan masalah,” ucap Edino kepada hukumonline, Senin (23/9).

Edino juga mengatakan putusan PK ini memperkuat anggapan putusan di Indonesia adalah putusan yang tidak dapat diprediksi. Terlihat dari dilanggarnya penjelasan Pasal 91 UU Kepailitan. Edino menilai tidak perlu dituliskan kalimat “upaya hukum biasa” untuk menunjukkan terjadinya perbedaan peninjauan kembali. Soalnya, terhadap semua penetapan dapat dilakukan kasasi. Tidak ditemukan maksud final dan putusan akhir hanyalah upaya hukum biasa. Jelas maksudnya hingga PK sebagaimana dapat diperbandingkan dengan penjelasan Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan UU No.8 Tahun 2011tentang Mahkamah Konstitusi.

Lebih lagi, Edino melanjutkan, MA lupa mempertimbangkan biaya kepailitan. Padahal, kurator telah mengeluarkan biaya sebanyak Rp240,5 juta untuk pengumuman koran duakali di duasurat kabar dan berita negara. Putusan PK sama sekali tidak menyinggung biaya kepailitan ini hingga nasibnya tidak jelas. Atas hal ini, Edino berencana akan mengajukan gugatan terhadap Telkomsel, Menteri Hukum dan HAM, dan Pengacara Telkomsel Andri W Kusuma.

“Putusan tersebut  jelas pro  pihak yang beritikad buruk yang menihilkan hak orang lain, dalam hal ini kurator. Putusan tersebut membuat  soal fee kurator menjadi tidak jelas,” pungkasnya.

Rekan Edino, Feri S Samad menyatakan majelis PK telah keliru dalam menafsirkan Pasal 24 UU Kekuasaan Kehakiman. Redaksional pasal tersebut jelas yang menjadi objek Peninjauan Kembali adalah  putusan, bukan penetapan. PK Telkomsel mengenai imbalan kurator adalah penetapan. Hal ini diperkuat dengan UU Kepailitan yang tidak membolehkan PK untuk penetapan.

Feri juga mengkritik pertimbangan majelis hakim PK yang menilai Pasal 2 ayat (1) huruf c Permenkumham 2013 bertentangan dengan Pasal 17 UU Kepailitan. Kewenangan untuk menentukan apakah suatu peraturan perundangan-undangan dibawah UU bertentangan atau tidak dengan UU merupakan kewenangan MA dalam  ranah Hak Uji Materiil yang merupakan rezim Peradilan Tata Usaha Negara.

Seharusnya Majelis Hakim PK mengadili sendiri dengan menentukan berapa besaran imbalan dan biaya yang disetujui untuk kurator Telkomsel berdasarkan rincian yang pernah diajukan oleh kurator sebelumnya. Majelis PK juga dapat memerintahkan untuk membuka persidangan tambahan untuk memeriksa permohonan tersebut karena pada prinsipnya Majelis Hakim PK merupakan majelis pengadil terakhir yang  harus menghasilkan putusan yang adil bagi semua orang.

Mendengar akan digugat, Andri juga tak gentar dengan rencana gugatan tersebut. Menurutnya, UU Advokat telah dengan tegas melindungi pengacara yang bekerja berdasarkan surat kuasa. “Ya silahkan saja. Siapa saja bisa menggugat. Namun, UU Advokat telah mengatur dan melindungi para pengacara yang bekerja sesuai dengan UU Advokat,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait