Inilah Filosofi Lahirnya Klausula Arbitrase
Utama

Inilah Filosofi Lahirnya Klausula Arbitrase

Ada beberapa hal yang perlu disepakati dalam klausula arbitrase.

Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit

Advokat sekaligus pengajar di beberapa perguruan tinggi, Ricardo Simanjuntak, menjelaskan sengketa bisnis dapat terjadi karena aneka sebab. Antara lain karena kesepakatan (perikatan) tidak didokumentasikan dengan baik dalam kontrak tertulis, ada kontrak tetapi tidak jelas, kapasitas para pihak tidak jelas, salah satu pihak tidak memiliki niat baik, salah satu pihak gagal bayar atau pailit, objek yang diperjanjikan bertentangan dengan undang-undang, dan force majeur atau overmacht. Apapun penyebab sengketanya, yang paling penting bagi para pihak adalah memastikan sengketa diselesaikan melalui forum yang jelas dan tepat.

Jika para pihak sudah menyepakati sengketa diselesaikan melalui arbitrase, maka dalam perjanjian harus ada klausula arbitrase tersebut. Ricardo menyarankan beberapa hal yang harus ditegaskan dalam klausula arbitrase. Pertama, kapan pemberian kewenangan kepada forum arbitrase mulai mengikat. Ini berkaitan dengan mulai mengikatnya yurisdiksi arbitrase.  Kedua, memastikan sengketa apa saja yang disepakati akan diselesaikan melalui arbitrase, apakah semuanya atau hanya hal-hal tertentu. Ketiga, memastikan apakah arbitrase yang dipilih bersifat ad hoc atau melalui institusi arbitrase yang sudah ada. Keempat, menyepakati dimana arbitrase tersebut dilaksanakan. Kelima, menyepakati jumlah arbiter apakah tunggal atau majelis, dan bagaimana mekanisme penunjukan arbiter. Keenam, bagaimana sifat putusan arbitrase berlaku bagi para pihak.

Seorang arbiter, Ahmad Rizal menambahkan isi klausula arbitrase juga meliputi hukum yang berlaku, bahasa yang dipergunakan, dan prosedur penunjukan arbiter. “Juga hal-hal lain yang disepakati,” paparnya di acara yang sama.

Rizal juga menyinggung tentang pentingnya pengetahuan dan pemahaman arbiter mengenai masalah yang disengketakan. Jangan sampai arbiter sama sekali tak paham substansi. Misalnya, jika para pihak bersengketa mengenai pertambangan atau kehutanan, maka sebaiknya ada arbiter yang paham masalah pertambangan dan kehutanan. Artinya, arbiter tidak harus berlatar belakang hukum semuanya. “Sebaiknya anggota majelis arbiter paham bisnis yang disengketakan,” tegas arbiter tetap di Pusat Arbitrase dan Mediasi Indonesia itu.

Tags:

Berita Terkait