Ini Tiga Poin Penting dalam Peraturan KPPU 2/2021
Utama

Ini Tiga Poin Penting dalam Peraturan KPPU 2/2021

Tiga poin dimaksud adalah pengenaan besaran denda, jaminan bank, dan pembayaran denda dan kelonggaran pembayaran denda.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit
KPPU mengadakan edukasi publik secara online terkait Peraturan KPPU No.2 Tahun 2021.
KPPU mengadakan edukasi publik secara online terkait Peraturan KPPU No.2 Tahun 2021.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerbitkan Peraturan KPPU No.2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Denda Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan KPPU ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dan PP No.44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kepala Biro Hukum KPPU Ima Damayanti menyampaikan bahwa terdapat tiga poin penting yang diatur dalam Peraturan KPPU 2/2021 dan sekaligus menjadi pedoman bagi KPPU dalam melaksanakan penegakan hukum di sektor persaingan usaha. Tiga poin dimaksud adalah pengenaan besaran denda, jaminan bank, dan pembayaran denda dan kelonggaran pembayaran denda.

“Ada 3 poin besar dalam Peraturan KPPU 2/2021 yang menjadi pedoman bagi KPPU dalam menentukan besaran denda, jaminan bank terkait syarat sebagai upaya keberataran dan kasasi atas putusan KPPU, dan hal baru juga yang diatur yakni terkait pembayaran denda dan pelonggaran pembayaran denda,” kata Ima dalam sebuah diskusi secara daring, Kamis (22/7).

Pertamapenghitungan besaran denda. Ima mengatakan bahwa PerKPPU mengatur denda minimal sebesar Rp1 miliar (pasal 2 ayat 1), dan denda maksimal yang bersifat alternatif yakni 50% dari keuntungan bersih yang diperoleh Pelaku Usaha pada pasar bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran UU 5/1999, atau 10% dari total penjualan pada Pasar Bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran UU 5/1999. Pilihan 50% keuntungan bersih atau 10% dari nilai penjualan, bersifat alternatif dan penerapannya pada kasus per kasus diserahkan kepada Komisi. (Baca Juga: KPPU Hentikan Penanganan Laporan Dugaan Kartel Biaya ATM Link)

Adapun mekanisme pengenaan denda dihitung berdasarkan denda dasar ditambah perhitungan dampak negatif yang ditimbulkan akibat pelanggaran; durasi waktu terjadinya pelanggaran; faktor yang meringankan; faktor yang memberatkan; dan/atau kemampuan Pelaku Usaha untuk membayar sesuai Pasal Pasal 2 ayat (2) Peraturan KPPU 2/2021. Kemudian, Pasal 3 mengatur bahwa penghitungan denda memperhitungkan dampak negatif yakni berkurangnya/hilangnya persaingan. Ketentuan mengenai dampak diatur dalam Peraturan Komisi.

Kemudian, penghitungan besaran denda juga memperhitungkan durasi waktu atau jangka waktu pelanggaran ditentukan berdasarkan jumlah tahun terjadinya pelanggaran yakni < 6 (enam) bulan = 1/2 (setengah) tahun atau lebih dari 6 (enam) bulan - 1 (satu) tahun 1 /satu) tahun penuh. Majelis Komisi dapat menggunakan koefisien waktu dalam menentukan jangka waktu pelanggaran per bulan, dalam jangka waktu pelanggaran selama 1 (satu) tahun.

Ima mengatakan Peraturan KPPU juga menjelaskan mekanisme penghitungan denda yang didasarkan pada keuntungan bersih, di mana laba kotor setelah dikurangi biaya tetap yang dibebankan, pajak, dan pungutan negara lainnya, pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran.

Keuntungan bersih harus berdasarkan data dukung laporan keuangan yang sah dan meyakinkan dan dilengkapi dengan: rekapitulasi dan bukti penjualan; rekapitulasi, rincian, dan bukti biaya tetap yan dibebankan; rekapitulasi dan bukti pembayaran pajak; dan rekapitulasi dan bukti pembayaran atas pungutan negara lainnya selain pajak.

Untuk penghitungan denda berdasarkan penjualan ditetapkan berdasarkan nilai penjualan sebelum pengenaan pajak atau pungutan negara yang berkaitan langsung dengan penjualan barang atau jasa pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran.

Penjualan dihitung berdasarkan laporan keuangan yang sah dan meyakinkan; laporan rekening koran; volume penjualan; harga pasar; daftar harga; daftar harga penawaran; rekapitulasi dan bukti penjualan dan/atau pembelian; dan/atau data terkait lainnya yang diakui Majelis Komisi.

Dalam pengenaan denda, lanjut Ima, Majelis Komisi akan mempertimbangkan hal yang meringankan dan memberatkan bagi terlapor. Hal meringankan adalah pelaku usaha melakukan aktivitas yang menunjukkan adanya upaya kepatuhan terhadap prinsip persaingan usaha sehat yang meliputi kode etik, pelatihan, penyuluhan, sosialisasi, dan sejenisnya; pelaku usaha menghentikan secara sukarela atas perilaku anti kompetitif sejak timbulnya perkara; pelaku usaha belum pernah melakukan pelanggaran yang sama atau sejenis terkait larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur UU No.5/1999.

Kemudian, pelaku usaha tidak melakukan pelanggaran atas dasar kesengajaan; pelaku usaha bukan sebagai pemimpin/ inisiator dari pelanggaran; dan/atau dampak pelanggaran tidak signifikan terhadap persaingan.

Sedangkan hal yang memberatkan adalah pelaku Usaha pernah melakukan pelanggaran yang sama atau sejenis sebagaimana diatur UU No.5/1999 dalam waktu kurang dari 8 (delapan) tahun berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau pelaku usaha berperan sebagai inisiator dalam pelanggaran.

Keduajaminan bank. Dalam PP 44/2021 Jaminan Bank menjadi syarat pengajuan upaya hukum Keberatan dan Kasasi. Dalam pasal 11 ayat (1) PerKPPU 2/2021 disebutkan bahwa dalam hal Terlapor mengajukan keberatan atau kasasi atas putusan Komisi, Terlapor wajib menyampaikan jaminan bank yang disampaikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) Hari terhitung sejak menerima putusan. Jaminan bank dimaksud adalah paling banyak 20% (dua puluh persen) dari nilai Denda sebagaimana tercantum dalam amar putusan Komisi (pasal 11 ayat 2).

“Terkait jaminan bank sebagai syarat pengajuan Keberatan dan Kasasi, bentuknya apa? Bentuknya berupa surat pernyataan bank untuk menjamin Terlapor (bank garansi) sesuai Pasal 12 ayat (1). Penerbitnya siapa? Bank umum yang beroperasi di wilayah Indonesia seuai Pasal 12 ayat (2). Disampaikan kepada siapa? Ketua Komisi seperti diatur dalam Pasal 11 ayat (3),” jelas Ima.

Jika terlapor tidak menyerahkan surat jaminan bank dalam jangka waktu 14 hari kepada KPPU, maka dianggap tidak mengajukan keberatan sesuai Pasal 13 PerKPPU. Kemudian KPPU dapat mencairkan jaminan bank jika dalam hal putusan Komisi dikuatkan oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (pasal 14 ayat 1). Namun jika pengadilan niaga membatalkan putusan KPPU dan telah berkekuatan hukum tetap, maka Komisi akan mengembalikan jaminan bank kepada Terlapor.

Ketigapembayaran denda dan kelonggaran pembayaran denda. Ima menjelaskan bahwa besaran denda yang tercantum dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap merupakan piutang negara. Denda itu wajib disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi. Jika terlambat, maka akan dikenai sanksi administratif berupa denda keterlambatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak, yakni 2 persen per bulan.

KPPU dapat melakukan upaya penagihan denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Jika terlapor tidak melaksanakan putusan, KPPU berkoordinasi dengan instansi pemerintah yang berwenang di bidang urusan piutang negara dan/atau aparat penegak hukum untuk melakukan proses eksekusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Ada dua mekanisme kelonggaran pembayaran dendan yang diatur dalam Peraturan KPPU 2/2021, yakni pembayaran secara bertahap dan jangka waktu tertentu. Pembayaran secara bertahap dilakukan dalam kurun waktu 1-12 bulan dan tidak membutuhkan jaminan. Sedangkan untuk pembayaran secara bertahap dengan durasi waktu pembayaran melebihi 12-36 bulan wajib memberikan jaminan yang kemudian akan diputuskan oleh komisi. Permohonan kelonggaran ini diajukan dalam waktu 14 hari setelah adanya putusan berkekuatan hukum tetap.

Terlapor yang ingin mengajukan kelonggaran pembayaran denda wajib menyiapkan data dukung laporan keuangan terkait arus kas perusahaan pada periode permohonan disertai uraian tertulis mengenai analisis arus kas perusahaan akan terganggu apabila dilakukan pembayaran Denda sesuai kewajiban; rencana arus kas yang memasukkan usulan pembayaran Denda secara bertahap atau dalam jangka waktu tertentu sesuai permohonan kelonggaran pembayaran Denda; dan uraian tertulis mengenai analisis usulan pembayaran Denda secara bertahap atau dalam jangka waktu tertentu yang dapat dilakukan oleh perusahaan yang paling ideal sesuai dengan kemampuan keuangan atau kegiatan usaha perusahaan.

Widyaiswara Utama Kementerian Hukum dan HAM, Nasruddin, menambahkan bahwa UU Ciptaker hanya melakukan perubahan pada beberapa pasal dalam UU Anti Monopoli. Perubahan tersebut dilakukan demi memperbaiki ekosistem kemudahan berusaha di Indonesia.

“Karena memang tujuan daripada UU Ciptaker adalah bagaimana menciptakan ekosistem kemudahan berusaha. Jika UU Persaingan usaha tidak ikut diubah nanti akan sedikit banyak dalam perjalanan akan menghambat. Yang jelas harus sepakat bahwa pengaturan di Persaingan Usaha tujuannya memberikan kepastian berusaha dan memberikan manfaat kepada masyarakat,” katanya pada acara yang sama.

Beberapa perubahan terjadi dalam prose penegakan hukum persaingan usaha. Misalnya pengajuan keberatan yang saat ini dimohonkan ke pengadilan niaga. Perubahan ini dilakukan agar perkara persaingan usaha dapat ditangani oleh hakim-hakim yang memahami ilmu persaingan usaha.

Kemudian, perubahan jangka waktu pemeriksaan keberatan dan kasasi. Nasruddin menyebut bahwa UU Ciptaker dan PP 44/2021 memberikan keleluasaan bagi majelis hakim untuk melakukan pemeriksaan terhadap upaya keberatan dan kasasi. Jangka waktu 30 hari yang selama ini diatur dalam UU Anti Monopoli dinilai terlalu singkat untuk memeriksa keberatan dan kasasi.

Jangka waktu maksimal pemeriksaan terhadap upaya keberatan dan kasasi atas putusan KPPU memang tidak diatur dalam UU Ciptaker. Namun untuk memberikan kepastian hukum, lanjut Nasruddin, PP 44/2021 mengatur jangka waktu pemeriksaan yakni minimal 3 bulan dan maksimal 12 bulan.

“Kenapa ditetapkan dalam PP, agar memberikan kepastian berapa lama proses pemeriksaan yang dilakukan PN Niaga. Dengan jangka waktu yang lebih panjang pemeriksaan bisa dilakukan lebih komprehensif terhadap perkara, sehingga menghasilkan putusan yang berkualitas. Ini yang diharapkan pelaku usaha, putusan dilakukan secara cermat dan komprehensif,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait