Ini Prosedur Penyelamatan Narapidana di Lapas Saat Terjadi Bencana
Utama

Ini Prosedur Penyelamatan Narapidana di Lapas Saat Terjadi Bencana

Dasar hukum penyelamatan narapidana saat terjadi bencana di lapas mengacu pada Pasal 24 Permenkumham No.33 Tahun 2015 tentang Pengamanan pada Lembaga Permasyarakat dan Rumah Tahanan Negara.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Kebakaran besar terjadi di Lembaga Permasyarakatan Klas I Tangerang pada Rabu (8/9) dini hari. Bencana kebakaran tersebut sedikitnya merenggut 41 korban jiwa yang merupakan narapidana. Kepolisian bersama Kementerian Hukum dan HAM masih menyelidiki penyebab kebakaran tersebut.

Peristiwa kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten, menjadi menjadi perhatian semua pihak. Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam keterangannya menyatakan bahwa peristiwa itu merupakan "alarm" bagi pemerintah untuk membenahi pengelolaan manajemen lapas di berbagai daerah yang banyak mengalami kelebihan kapasitas.

Berdasarkan data Ditjen Pas, Lapas Klas 1 Tangerang ternyata mengalami kelebihan kapasitas, dari yang seharusnya hanya berkapasitas 600 orang, namun menampung sekitar 2.072 narapidana sehingga kelebihan kapasitas sampai 245 persen.

"Berdasarkan laporan Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan Reinhard Silitonga, ada 9 kamar di Blok C2 yang dihuni 122 narapidana habis terbakar. Idealnya, dari 9 kamar itu hanya diisi sekitar 40 narapidana," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo. (Baca: Lapas Klas I Tangerang Terbakar, Komisi Hukum DPR Minta Dilakukan Investigasi)

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwil Kemenkum HAM) Banten Agus Toyib mengakui jika kondisi kamar saat peristiwa terjadi dalam keadaan terkunci. Di dalam blok C2 yang terbakar, ada 122 orang napi. Sejumlah napi berhasil menyelamatkan diri dan beberapa lagi meninggal dunia. "Semua kamar terkunci jadi ada yang tak sempat keluar kamar," ujarnya.

Sementara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan penguncian kamar tidur narapidana saat malam hari di lapas merupakan bagian dari prosedur tetap (protap). "Protapnya memang harus dikunci kalo kamar narapidana itu. Kalau tidak, maka kita salah. Ke depan kita siapkan mitigasi ketika terjadi bencana," kata Menkumham Yasonna

Lantas, seperti apa sebenarnya prosedur penyelamatan narapidana saat bencana terjadi? Dasar hukum penyelamatan narapidana saat terjadi bencana di lapas mengacu pada Pasal 24 Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No.33 Tahun 2015 tentang Pengamanan pada Lembaga Permasyarakat dan Rumah Tahanan Negara. Bencana alam seperti kebakaran merupakan salah satu dari 4 kriteria “keadaan tertentu” yang berada di bawah tanggung jawab “tim tanggap darurat”.

Dalam penyelamatan narapidana, terdapat Tim Tanggap Darurat terdiri dari petugas lapas dan rutan yang sudah mendapatkan pelatihan dan peralatan untuk melakukan evakuasi terhadap narapidana dan bertugas di bawah koordinasi kepala lapas atau rutan.

Hukumonline.com

Berdasarkan artikel Hukum Online berjudul “Bolehkan Narapidana Dilepas dari Sel Saat Terjadi Bencana Alam?” dijelaskan dalam Modul Prosedur Tetap (Protap), Teknik dan Strategi Pencegahan dan Penindakan Gangguan Keamanan Ketertiban di Lapas dan Rutan terdapat cara penindakan narapidana dalam keadaan tertentu seperti bencana alam.

Komandan jaga memberikan isyarat tanda bahaya secara berturut-turut dan berantai untuk meningkatkan kewaspadaan kepada seluruh petugas, Narapidana dan Tahanan saat bencana. Kemudian, komandan jaga memerintahkan: 1) Petugas membuka dan mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam kamar ke tempat yang lebih aman atau terbuka.

2) Petugas mengamankan narapidana dan tahanan serta melakukan penghitungan. 3) Petugas memberikan laporan kepada Kepala Pengamanan dan Kepala Lapas dan Rutan. 4) Petugas memberikan imbauan agar narapidana dan tahanan untuk tetap duduk, tenang, mengikuti aturan dan tidak melakukan upaya melarikan diri.

5) Kepala Lapas atau Rutan menetapkan keadaan darurat apabila skala bencana alam meningkat Kepala Lapas atau Rutan mengarahkan seluruh petugas untuk membantu melakukan evakuasisesuai dengan rencana evakuasi yang telah dibuat.

6) Petugas meningkatkan kesiagaan di setiap pos penjagaan untuk mencegah terjadinya kepanikan atau gangguan keamanan lainnya dan meningkatkan pengamanan pintu utama. 7) Petugas memindahkan narapidana dan tahanan ke dalam Lapas dan Rutan terdekat atau lokasi yang lebih tinggi dalam hal terjadi banjir, tsunami dan dampak gunung meletus.

8) Petugas meminta bantuan dari Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 9) Petugas mengamankan dokumen penting, buku-buku register, gardu listrik beserta jaringannya, gudang persediaan makanan, gudang barang, kendaraan, senjata dan amunisi dan aset negara lainnya.

10) Dalam skala bencana alam merusak seluruh fasilitas pelayanan Lapas atau Rutan, Kepala Lapas atau Rutan membentuk posko darurat yang terdiri dari: dapur umum, layanan kesehatan, MCK umum, pusat komunikasi dan lain-lain, untuk kepentingan pemulihan.

11) Kepala Lapas atau Kepala Rutan membuat laporan atensi kronologis singkat kejadian dan seketika melaporkan kepada Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham dan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Ditjenpas. 12) Petugas memeriksa sarana dan prasarana Lapas dan Rutan apabila bencana telah selesai.

Sehingga, saat terjadi bencana alam narapidana dan tahanan dikeluarkan dari kamar dengan arahan petugas ke tempat lebih aman atau terbuka. Perlu diketahui bahwa petugas akan memberikan himbauan agar narapidana dan tahanan untuk tetap duduk, tenang, mengikuti aturan dan tidak melakukan upaya melarikan diri. Dan apabila status bencana alam meningkat, Kepala Lapas atau Rutan mengarahkan seluruh petugas untuk membantu melakukan evakuasi sesuai dengan rencana evakuasi yang telah dibuat.

Tags:

Berita Terkait