Ini Profil Singkat Pimpinan KPK Terpilih
Berita

Ini Profil Singkat Pimpinan KPK Terpilih

Dua pimpinan KPK terpilih tak keberatan jika UU KPK direvisi.

YOZ
Bacaan 2 Menit
Formasi KPK Jilid IV. Foto: RES
Formasi KPK Jilid IV. Foto: RES
Komisi III DPR telah memilih lima pimpinan KPK yang baru, Kamis (17/12), melalui mekanisme voting tertutup. Agus Rahardjo meraih 53 suara, Basaria Panjaitan meraih 51 suara, Alexander Marwata 46 suara, Saut Sitomorang 37 suara, dan Laode Muhammad Syarif 37 suara.

Sedangkan lima calon pimpinan KPK lainnya yang tidak terpilih menjadi pimpinan KPK adalah Johan Budi 25 suara, Rabby Arya Brata 14 suara, Sujanarko 3 suara, Busyro Muqoddas 2 suara, dan Surya Tjandra tidak mendapatkan suara.

Berikut rangkuman hukumonline terkait profil pimpinan KPK yang baru:

1. Agus Rahardjo
Agus Rahardjo sebelumnya menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). LKPP merupakan salah satu Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. LKPP dibentuk melalui Perpres No.106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengembangan Barang/Jasa Pemerintah.

Agus juga pernah melakukan deklarasi anti korupsi pada 6 Januari 2011. Agus Rahardjo bersama sejumlah pejabat antara lain Ketua KPK Busyro Muqoddas, kepala BPKP Mardiasmo dan Menhan Purnomo Yusgiantoro melakukan deklarasi anti korupsi yang ketika itu sedang marak.

Dalam presentasinya di depan Komisi III DPR, Agus Rahardjo, mengatakan target komisi antirasuah bukanlah menghukum para koruptor untuk menyelamatkan keuangan Negara, melainkan menurunkan angka korupsi di Indonesia. Agus menilai penggunaan teknologi informasi (IT) dalam pengadaan barang dan jasa di lembaga pemerintah dapat menekan potensi korupsi.

"Dengan IT maka semua tahapan pengadaan barang dan jasa menjadi transparan dan efisien," kata Agus.  

2. Basaria Panjaitan
Irjen. Pol. Basaria Panjaitan, S.H., M.H. lahir di Pematangsiantar, 57 tahun silam. Dia adalah seorang perwira tinggi Polri yang sejak 3 September 2015 mengemban amanat sebagai Sahlisospol Kapolri. Ketika fit and proper test di Komisi III DPR, Basaria tidak mempersoalkan adanya wacana untuk merevisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Bagus saja. Yang pasti kami harapkan hubungan Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK bisa berjalan dengan baik," kata Basaria.

Ia juga tak setuju dengan pendapat sejumlah kalangan yang menilai wacana revisi tersebut sebagai upaya memperlemah KPK. Menurutnya, keberadaan KPK bertujuan untuk mendukung lembaga penegak hukum lain, seperti Kepolisian dan Kejaksaan lebih baik dari sebelumnya.

"Tidaklah, tidak sampai ke situ (upaya melemahkan). Pada intinya KPK untuk mendukung polisi dan kejaksaan supaya lebih maju, lebih efisien, karena itu tujuan dibentuk KPK. Jadi tidak ada istilah melemahkan," ujarnya.

3. Alexander Marwata
Alexander Marwata merupakan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR, Alexander menegaskan ketidaksetujuannya jika KPK diberikan kewenangan menghentikan perkara di tingkat penyidikan. Lazimnya, lebih dikenal dengan kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Namun di sisi lain, terhadap perkara yang merugikan keuangan negara kecil, tersangka dapat tidak dikenakan sanksi pemidanaan, tetapi cukup dengan memberikan sanksi pengembalian kerugian uang negara.

“Saya berpikir KPK harusnya juga bisa menghentikan perkara, dari sisi efektivitas dan efisien,” ujarnya.

Pandangan Alexander lantaran sebagai hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kerap menilai dakwaan perkara yang ditangani KPK dengan Kejaksaan berbeda kualitasnya.

Menurutnya, terhadap perkara yang kerugiannya terbilang kecil semisal puluhan juta rupiah, pihak tersangka dinilai cukup diberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat maupun sanksi lainnya. Ia menilai anggaran biaya penanganan perkara KPK terbilang besar.

4. Saut Situmorang
Saut Situmorang lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 49 tahun silam. Saut adalah pimpinan KPK terpilih dengan latar belakang dari Badan Intelijen Negara (BIN). Dia mengaku setuju dengan rencana revisi UU KPK. Saat fit and proper test di Komisi III DPR, Saut juga mengaku setuju semua poin yang akan dimasukkan DPR ke revisi UU KPK. Saut juga mengaku setuju KPK diberi kewenangan mengeluarkan SP3.

Bukan itu saja. Saut Situmorang mengaku akan melupakan kasus skandal Bank Century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) apabila dirinya terpilih menjadi Ketua KPK.

"Century dan BLBI akan saya lupakan, karena tidak membuat efisien. Kita menyimpang itu karena sistem," ujar Saut.

Saut mengatakan bahwa prinsip hukum menganut efisiensi dan efektifitas. Sehingga dia mengusulkan agar sebaiknya pemberantasan korupsi dimulai dari titik nol untuk menuju Indonesia yang bebas korupsi.

5. Laode Muhammad Syarif
Laode Muhammad Syarif adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar dan Senior Adviser Partnership for Governance Reform in Indonesia. Laode adalah Spesialis Pendidikan dan Pelatihan pada Proyek Pengendalian Korupsi Indonesia yang didanai oleh USAID.

Selain mengajar, Laode perancang kurikulum dan pelatih utama dari Kode Etik Hakim dan Pelatihan Hukum Lingkungan Hidup di Mahkamah Agung (MA) RI. Dia juga merupakan anggota aktif dari Akademi Hukum Lingkungan IUCN dan salah satu anggota komite IUCN dalam bidang pengajaran dan pengembangan kapasitas.

Dia memiliki gelar sarjana hukum dari Unhas, LL.M dari Queensland University of Technology, Brisbane, dan Ph.D dalam hukum lingkungan hidup internasional dari Universitas of Sydney.  

Dalam fit and proper test Capim KPK kemarin, Laode menilai KPK ke depan mesti mengedepankan penanganan kasus korupsi besar yang menimbulkan kerugian negara atau lebih banyak mudharatnya. Tentunya, KPK mesti bekerjasama dengan lembaga penegak hukum lain dalam rangka melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.

“KPK harus mendahulukan kasus-kasus besat yang merugikan keuangan negara dan lebih banyak mudharatnya,” ujar Laode.
Tags:

Berita Terkait