Dengan begitu, masyarakat dapat memilah dan memilih calon yang memiliki kualitas dengan ide dan gagasan. Sebaliknya, dengan minimnya calon berakibat tidak sehatnya dalam berdemokrasi. Dia berharap perlunya terobosan signifikan dalam mengatasi persoalan fenomena calon tunggal dalam Pilkada. Seperti melakukan perombakan terhadap UU Pilkada ataupun Pemilihan Umum (Pemilu).
“Esensi utama dari pelaksanaan pilkada menghadirkan khazanah demokrasi yang lurus dan bersih,” kata dia.
Setidaknya, kata politisi Partai Amanat Nasional itu, agar tercipta pendidikan demokrasi yang ujungnya menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dia meminta agar nantinya ada keputusan yang menurunkan ambang batas dalam pilkada menjadi salah satu cara mengembalikan kehidupan demokrasi yang sehat.
“Semakin banyaknya calon tunggal tanda demokrasi yang tidak sehat. Kita malu, masa yang menjadi lawan bukan yang ‘berotak’, tapi kotak,” sesalnya.
Seperti diketahui, perhelatan Pilkada bakal digelar pada 9 Desember 2020 mendatang di 270 daerah. Namun dalam perkembangannya, terdapat 31 daerah terdapat calon tunggal. Fenomena ini dua kali lipat dari Pilkada 2018 yang berjumlah 16 daerah dengan calon tunggal.