Ini Penyebab Hakim Konstitusi Arief Hidayat Disanksi Teguran Lisan dan Tertulis
Terbaru

Ini Penyebab Hakim Konstitusi Arief Hidayat Disanksi Teguran Lisan dan Tertulis

Arief Hidayat nyaris diakategorikan melakukan pelanggaran berat kode etik karena sebelumnya pernah disanksi teguran lisan sebanyak 2 kali.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Kiri-kanan: Kiri-kanan: Majelis Kehormatan MK yang terdiri dari Wahiduddin Adams, Prof Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R Saragih saat pembacaan putusan perkara pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Selasa (7/11/2023). Foto: RES
Kiri-kanan: Kiri-kanan: Majelis Kehormatan MK yang terdiri dari Wahiduddin Adams, Prof Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R Saragih saat pembacaan putusan perkara pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Selasa (7/11/2023). Foto: RES

Hakim konstitusi Prof Arief Hidayat dijatuhi sanksi etik berupa teguran lisan dan tertulis dalam putusan No.4/MKMK/L/11/2023. Teguran lisan diberikan secara kolektif terhadap 9 hakim konstitusi termasuk Arief Hidayat karena dianggap bertanggungjawab atas bocornya informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023 terkait permohonan pengujian syarat usia calon Presiden dan wakil Presiden (capres-cawapres) dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Arief nyaris dikategorikan melakukan pelanggaran berat kode etik karena sebelumnya pernah 2 kali disanksi teguran lisan yakni di tahun 2018. Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Wahiduddin Adams, mengatakan Pasal 32 ayat (1) Peraturan MK No.2 Tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan  Mahkamah Konstitusi menyatakan “Dalam hal Dewan Etik menyimpulkan terdapat dugaan pelanggaran berat yang dilakukan Hakim Terlapor atau Hakim Terduga sebagaimana Pasal 29 huruf c, atau Hakim Terlapor atau Hakim Terduga telah mendapatkan teguran lisan sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d, Dewan Etik mengambil keputusan yang menyatakan bahwa Hakim Terlapor atau Hakim terduga diduga melakukan pelanggaran berat.”

Untungnya Peraturan MK 2/2014 itu sudah dicabut dan dinyatakan tak berlaku oleh Peraturan MK 1/2023. “Sehingga ketentuan mengenai akumulasi sanksi etika sebagaimana tersebut di atas dapat dikatakan tidak berlaku lagi,” kata Wahiduddin membacakan sebagian pertimbangan putusan No.4/MKMK/L/11/2023 di Gedung MK, Selasa (7/11/2023).

Sementara teguran tertulis dijatuhkan kepada Arief karena terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama (Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi,-red) Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Anggota MKMK, Bintan Saragih, mengatakan Arief dilaporkan ke MKMK terkait narasi ceramah dalam Konferensi Hukum Nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan wawancara dengan media.

Baca juga:

Dalam ceramahnya di konferensi tersebut pada Rabu (25/10/2023), Arief mengenakan baju hitam tanda berkabung karena menyebut ada prahara di MK. Kemudian wawancara dengan Medcom.id pada Minggu (29/10/2023) Arief menyebut 9 hakim MK perlu direshuffle atau diganti semua.

Bintan menjelaskan secara umum ceramah yang disampaikan Arief dalam konferensi hukum nasional dan wawancara media merupakan upaya untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana pembukaan UUD 1945. Sekalipun materi ceramahnya menunjukkan keprihatinan terhadap situasi perkembangan dan penegakan hukum di Indonesia yang tidak baik-baik saja.

“Terlebih posisi hakim terlapor selain sebagai hakim konstitusi juga sebagai akademisi,” ujarnya.

Tapi, sikap dan perilaku Arief mengenakan ‘baju hitam’ menunjukan rasa keprihatinannya ternyata dinilai sebagai suatu perilaku dan citra yang tidak pantas. Sehingga makin membebani dan menurunkan martabat MK. Hal itu harusnya dapat diantisipasi dan dipertimbangkan Arief sebagai hakim terlapor sebelum menyampaikan ceramah atau menjadi narasumber agar persepsi publik terhadap MK sebagai peradilan tidak semakin terpuruk yang berpotensi mengikis tingkat kepercayaan publik terhadap MK secara kelembagaan.

Pernyataan Arief dalam wawancara dengan Medcom.id yang menyebut 9 hakim MK perlu direshuffle atau diganti semua dinilai bernada merendahkan martabat MK yang mengakibatkan kepercayaan publik makin menurun terhadap MK. Atas berbagai pertimbangan, Arief dinilai terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip Kepantasan dan Kesopanan butir penerapan pertama yang menyatakan “Hakim konstitusi harus menghindari perilaku dan citra yang tidak pantas dalam segala kegiatan”.

Serta butir penerapan kedua yang menyatakan “Sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi pusat perhatian masyarakat, hakim konstitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat Mahkamah”.

Ketua MKMK, Prof Jimly Asshiddiqie, mengatakan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang terkait dengan narasi ceramah dalam Konferensi Hukum Nasional di BPHN dan wawancara dalam tayangan podcast Medcom.id terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat MK dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis.

“Hakim Terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis,” imbuh Jimly membacakan sebagian amar putusan.

Tags:

Berita Terkait