Ini Penjelasan Pansel Komnas HAM Soal Anggota Polri Lolos Tes Tertulis
Terbaru

Ini Penjelasan Pansel Komnas HAM Soal Anggota Polri Lolos Tes Tertulis

Calon Komisioner Komnas HAM yang nanti terpilih harus melepaskan semua jabatan di pemerintahan atau profesinya.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Gedung Komnas HAM.
Gedung Komnas HAM.

Panitia Seleksi (Pansel) Komnas HAM periode 2022-2027 masih memproses peserta yang mendaftar. Pendaftaran dibuka 8 Februari 2022 dan diperpanjang sampai 8 April 2022. Calon yang lolos seloeksi administratif mencapai 96 orang. Dari jumlah itu yang lolos seleksi tes tertulis 50 orang.

Pendaftar yang lolos seleksi tertulis terdiri dari beragam profesi seperti aktivis, jurnalis, advokat, akademisi, dan ASN. Dari 50 nama itu ada satu yang berprofesi sebagai anggota Polri yakni Remigius Sigid Tri Harjanto yang menjadi sorotan. Kalangan masyarakat sipil menyoroti lolosnya anggota Polri aktif yang menjabat sebagai Kepala Divisi Hukum Polri itu. Hal tersebut dinilai bertentangan dengan aturan profesionalisme Polri.

Menanggapi persoalan ini, Ketua Pansel Komnas HAM Periode 2022-2027, Prof Makarim Wibisono, mengatakan kerja-kerja pansel sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pasal 84 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM mengatur yang dapat menjadi anggota Komnas HAM adalah WNI yang memenuhi 3 hal. Pertama, memiliki pengalaman dalam upaya memajukan dan melindungi orang atau kelompok yang dilanggar HAM.

Kedua, berpengalaman sebagai hakim, jaksa, polisi, pengacara, atau pengemban profesi hukum lainnya. Ketiga, berpengalaman di bidang legislatif, eksekutif, dan lembaga tinggi negara. Keempat, atau merupakan tokoh agama, tokoh masyarakat, anggota lembaga swadaya masyarakat dan kalangan perguruan tinggi.

Baca Juga:

Prof Makarim menyebut ketentuan tersebut menjadi acuan dalam pendaftaran seleksi calon Komisioner Komnas HAM 2022-2027. Mengutip persyaratan yang tercantum di laman www.seleksianggotakomnasham.com, salah satu tata cara pendaftaran yakni para pendaftar harus menulis surat pernyataan kesediaan melepas keanggotaan dan jabatannya dalam badan publik, dan tidak merangkap jabatan sebagai penyelenggara negara ataupun profesi lainnya (seperti dokter, jurnalis, akuntan, advokat, notaris, dan pejabat pembuat akta tanah) pada saat resmi diangkat menjadi anggota Komnas HAM yang ditandatangani di atas meterai Rp.10.000.

“Itu persyaratan yang kita umumkan ke publik. Jadi seumpama dia terpilih, maka harus melepaskan jabatan di pemerintahan. Dia harus mundur,” kata Prof Makarim ketika dihubungi, Kamis (3/6/2020) kemarin.

Oleh karena itu, menurutnya, para pendaftar yang lolos seleksi bukan berarti langsung terpilih menjadi komisioner Komnas HAM. Ada proses selanjutnya yang perlu dilalui, misalnya 50 calon yang lolos seleksi tertulis itu akan mengikuti tahap dialog publik yang terbuka untuk umum pada 8-9 Juni 2022 yang rencananya digelar di gedung Perpustakaan Nasional.

“Dalam dialog publik itu masyarakat bisa bertanya kepada para calon bagaimana komitmen mereka terhadap perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, mencatat 50 calon yang lolos seleksi tertulis itu berasal dari beragam profesi seperti aktivis, jurnalis, advokat, akademisi, dan ASN. Dari 50 nama itu ada satu yang berprofesi sebagai anggota Polri yakni Remigius Sigid Tri Harjanto.

“Satu-satunya peserta seleksi yang memiliki latar belakang Anggota Polri adalah Irjen. (Pol.) Remigius Sigid Tri Hardjanto yang merupakan perwira tinggi Polri dalam kedudukanya sebagai Kepala Divisi Hukum Polri,” katanya ketika dihubungi, Kamis (2/6/2022) kemarin.

Arif menilai lolosnya Remigius Sigid yang berstatus sebagai anggota Polri aktif sekaligus Kepala Divisi Hukum Polri melanggar aturan profesionalisme Polri. Sebagaimana diketahui, Pasal 28 ayat (3) UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Selain itu, Arif mengingatkan berdasarkan prinsip-prinsip berkenaan dengan status dan fungsi institusi nasional untuk melindungi dan memajukan HAM dalam Paris Principle yang diadopsi dari General Assembly Resolution 48/134 tanggal 20 Desember 1993 menjabarkan komposisi dan jaminan kemandirian dan keberagaman anggota Komnas HAM. Ketentuan itu menekankan antara lain perwakilan departemen pemerintahan hanya berpartisipasi dalam pertimbangan yakni sebagai penasihat.

Apalagi mengacu data Komnas HAM, Arif menyebut sepanjang tahun 2020-2021 dari 1.162 kasus kekerasan aparat negara sebanyak 480 kasus berkaitan dengan kerja penegakan hukum oleh kepolisian. Tahun 2020, dari 641 kasus sebanyak 263 kasus berkaitan dengan kerja kepolisian. Tahun 2021 dari 521 kasus yang menyangkut polisi ada 217 kasus. Untuk pelanggaran keadilan tahun 2020 ada 186 kasus dan tahun 2021 ada 151 kasus.

“Dengan kata lain polisi merupakan aktor yang paling banyak melanggar HAM,” bebernya.

Data Ombudsman tahun 2020 juga menunjukan ada 1.120 laporan masyarakat terkait hukum, HAM, politik, keamanan dan pertahanan dengan terlapor lembaga penegak hukum. Kepolisian menempati urutan pertama dengan 699 laporan, dimana 115 laporan diantaranya telah diselesaikan oleh Ombudsman. Sebagian besar laporan polisi terkait dugaan penyimpangan prosedur dan pemberian pelayanan.

LBH Jakarta melihat sudah cukup banyak anggota Polri masuk ke berbagai kementerian dan lembaga pemerintahan. Misalnya, sebagai pimpinan KPK yang ujungnya berkontribusi terhadap pelemahan lembaga anti rasuah itu. Komnas HAM sebagai lembaga negara independen harus dijaga dari kepentingan politik praktis dan hegemoni pemerintah.

Tags:

Berita Terkait