Ini Penjelasan DPR Belum Bahas RUU Pengampunan Pajak
Berita

Ini Penjelasan DPR Belum Bahas RUU Pengampunan Pajak

Pemerintah disarankan berkaca dari penerapan kebijakan pengampunan pajak di tahun-tahun sebelumnya yang dinilai gagal.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: YOZ
Foto ilustrasi: YOZ
Kepastian pembahasan RUU Pengampunan Nasional atau Pengampunan Pajak (tax amnesty) bakal dikebut setelah masa reses. Hal ini disampaikan Ketua DPR Ade Komarudin di Gedung DPR, Kamis (25/2). Penegasan Ade sekaligus membantah pandangan sejumlah pihak bahwa DPR menyandera RUU Pengampunan Pajak akibat ‘gagalnya’ pembahasan Revisi UU KPK.

“Jadi tax amnesty akan berjalan, kita cooling down dulu lah, nanti sehabis reses kita kebut (tax amnesty). Proses di Badan Legislasi (Baleg), proses di DPR akan dilakukan terus. Nanti pada persidangan yang akan datang insya allah selesai,” kata Ade Komarudin.

Dengan melakukan percepatan pembahasan, kata Ade Komarudin, setidaknya di masa persidangan setelahnya bakal dapat disetujui menjadi UU. Pemerintah memang berkepentingan sebagai pengusul inisiatif RUU Pengampunan Pajak. Tujuannya, agar pemerintah memiliki payung hukum dalam memberikan pengampunan terhadap mereka pengemplang pajak dan pengusaha nakal yang memiliki tunggakan pajak dalam jumlah besar.

Dengan begitu, pengampunan diberikan setelah mereka menarik aset kekayaan yang terparkir di luar negeri ke dalam negeri. Pemerintah dengan RUU Pengampunan Pajak diharapkan nantinya dapat mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak. “Tax amnesty bagaimana menyehatkan APBN kita. Jadi tidak ada itu sandera-sandera,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menambahkan, pembahasan di tingkat awal sebelum masuk ke pengambilan tingkat pertama terlebih dahulu diproses Badan Legislasi (Baleg). Namun, langkah selanjutnya apakah akan dibentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus), semua diserahkan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus).

Wakil Ketua Komisi XI, Marwan Cik Asan, berpendapat gagal tidaknya RUU Pengampunan Pajak mesti berkaca dari tahun sebelumnya. Pasalnya, Indonesia pernah menerapkan kebijakan pengampunan pajak sebanyak dua kali, yakni pada 1964 dan 1984. Namun, kebijakan tersebut gagal.

“Dari dua kali penerapan tersebut, tax amnesty meleset dari target atau dapat dinyatakan gagal,” ujarnya.

Menjadi tidak adil ketika pengampunan pajak diberikan terhadap mereka pengemplang pajak dengan menghapuskan denda yang mesti dibayarkan ke negara. Padahal, boleh jadi terdapat uang hasil korupsi yang mesti dikembalikan ke negara. Tak itu saja, kebijakan pengampunan pajak bakal menimbulkan kecemburuan terhadap para wajib pajak yang selama ini patuh membayar pajak.

Ia berpandangan bukan tidak mungkin ketika RUU Pengampunan Pajak disahkan menjadi UU bakal dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, tak ada jaminan penerapan kebijakan pengampunan pajak dapat mendongkrak penerimaan pajak dari sektor pajak bertambah signifikan.

“Menurut saya pikirkanlah untuk menyeimbangkan hasil yang didapat dengan besar dan luasnya pengampunan yang diberikan,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah menyerahkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR terkait dengan  persetujuan pembahasan RUU Pengampunan Pajak. Surpres pun sudah dibacakan dalam rapat paripurna, Selasa (23/2) lalu. Dengan begitu, Surpres pun bakal dibahas segera dalam rapat Badan Musyawarah yang terdiri dari pimpinan DPR, fraksi, komisi dan alat kelengkapan dewan.

RUU Pengampunan Pajak merupakan hak usul inisiatif pemerintah. RUU ini merupakan satu dari sekian RUU yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang menjadi perhatian pemerintah dan DPR. Setelah RUU KPK ditunda pembahasannya, apakah DPR bakal mengulur RUU Pengampunan Pajak dalam pembahasanya setelah masa reses.

“Nanti pada persidangan yang akan datang Insya Allah selesai,” pungkas Ade Komarudin.

Tags:

Berita Terkait