Ini Pasal-Pasal UU TPPU yang Diuji Akil ke MK
Berita

Ini Pasal-Pasal UU TPPU yang Diuji Akil ke MK

Sudah ada beberapa perkara TPPU yang diajukan KPK telah berkekuatan hukum tetap.

NOV
Bacaan 2 Menit

Walau Alexander tidak meyakini keseluruhan pembuktian yang disampaikan Akil, perampasan harta kekayaan tidak dapat dilakukan hanya karena pembuktian Akil dinilai tidak logis atau harta kekayaan Akil menyimpang dari profil. Alasan seperti itu dianggap Alexander tidak sesuai UUD 1945, sehingga akan menimbulkan ketidakadilan.

Selain Alexander, ada seorang hakim anggota lain yaitu Sofialdi yang menyatakan dissenting opinion mengenai kewenangan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menuntut perkara TPPU. Sofialdi menganggap tuntutan jaksa tidak dapat diterima karena jaksa KPK tidak memiliki kewenangan untuk menuntut perkara TPPU.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan jaksa KPK memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk menuntut perkara TPPU. Faktanya, dari beberapa perkara TPPU yang diajukan KPK, majelis hakim mengakui legal standing KPK, bahkan sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Dalam perkara Wa Ode Nurhayati, misalnya. Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Wa Ode dan menguatkan putusan pengadilan tingkat banding. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menghukum Wa Ode enam tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dan TPPU.

Putusan Wa Ode ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa pengadilan mengakui kewenangan jaksa KPK dalam menuntut perkara TPPU. Selain putusan Wa Ode, ada pula putusan kasasi Djoko Susilo. Bambang mengungkapkan, putusan-putusan itu telah memberikan legitimasi kepada KPK untuk melakukan penuntutan TPPU.

Dengan demikian, Bambang siap menghadapi uji materi yang diajukan Akil. “Fakta menegaskan, kombinasi tuntutan TPPU dan Tipikor yang dilakukan KPK ternyata terbukti banyak manfaatnya bagi kepentingan pemberantasan korupsi. Bukankah, korupsi dan TPPU menjadi penyebab utama diabaikannya hak-hak konstitusional rakyat,” tuturnya.

Pasal 2 ayat (2)

Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait