Ini Pasal ‘Bermasalah’ Bagi Perempuan dan Anak dalam Perpres Jaminan Kesehatan
Berita

Ini Pasal ‘Bermasalah’ Bagi Perempuan dan Anak dalam Perpres Jaminan Kesehatan

Terkait kenaikan iuran PBPU dan kriteria anak.

FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Penolakan demi penolakan terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan terus bergulir. Kini, giliran Koalisi Perempuan Indonesia yang menolak substansi dari Perpres tersebut.

Dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, Selasa (15/3), Koalisi Perempuan menyatakan ada dua pasal yang menjadi fokus keberatan mereka. Pertama, berkaitan dengan Pasal 16 F huruf a yang mengatur iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah (PBPU).

Dalam Perpres tersebut, iuran PBPU naik sebesar 20 persen dari semula Rp25.500 menjadi Rp30 ribu per bulan untuk pelayanan perawatan kelas III. Koalisi Perempuan menilai, kenaikan iuran ini semakin memperkecil kesempatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah untuk mengakses layanan kesehatan.

Keberatan kedua berkaitan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) tentang kriteria anak. Keberatan Koalisi Perempuan ini khususnya berkaitan dengan huruf 1 mengenai anak yang tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri. Koalisi Perempuan menilai, syarat bahwa anak yang ditanggung adalah anak yang tidak atau belum pernah menikah tersebut mengakibatkan anak-anak yang menjadi korban perkawinan dan kembali ke orang tuanya karena dicerai atau ditelantarkan oleh suaminya, tidak memperoleh akses layanan kesehatan.

Padahal, lanjut Koalisi Perempuan, kelompok anak yang dicerai atau ditelantarkan ini merupakan kelompok paling rentan terhadap berbagai masalah kesehatan. Sedangkan kriteria anak yang mempunyai penghasilan sendiri, menunjukkan persetujuan negara terhadap pekerja anak.

Atas serangkaian keberatan tersebut, Koalisi Perempuan meminta agar pemerintah meninjau ulang dan melakukan perubahan Perpres Jaminan Kesehatan. Perubahan dilakukan dengan berdasarkan kajian besaran iuran dan manfaat yang dibuat DJSN dan BPJS Kesehatan dan mengakomodir keberatan yang disuarakan Koalisi Perempuan.

Selain itu, Koalisi Perempuan juga meminta BPJS untuk memperbaiki cakupan layanan kesehatan terutama untuk memenuhi kebutuhan darah bagi perempuan yang menjalani persalinan, kebutuhan layana bagi lansia dan jompo dan kebutuhan layanan kesehatan bagi perempuan penyandang disabilitas.

Hal ini penting mengingat dari kajian yang dilakukan Koalisi Perempuan di 12 Provinsi menunjukkan bahwa tidak semua kebutuhan kelompok perempuan ditanggung oleh jaminan kesehatan. Seperti, kebutuhan darah untuk persalinan, kebutuhan layanan kesehatan bagi lansia dan jompo dan kebutuhan layanan kesehatan bagi perempuan penyandang disabilitas.

Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan pertamanya dilakukan lewat Perpres No. 111 Tahun 2013. Perubahan keduanya ini berimplikasi pada pemangku kepentingan seperti peserta. Perpres ini ditetapkan di Jakarta pada 29 Februari 2016 oleh Presiden Joko Widodo, dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 1 Maret 2016.
Tags:

Berita Terkait