Ini Modus-modus Korupsi Berkaitan dengan Sektor Jasa Keuangan
Utama

Ini Modus-modus Korupsi Berkaitan dengan Sektor Jasa Keuangan

KPK mencatat total kerugian negara akibat korupsi sektor finansial mencapai Rp 45,06 triliun sepanjang 2016-2021.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Industri jasa keuangan merupakan salah satu titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat kejatahan korupsi yang melibatkan pihak swasta meningkat.

Kepala Satuan Tugas di Dit. Anti Korupsi Badan Usaha, Kedeputian Pencegahan Monitoring KPK, Dwi Aprillia Linda A menjelaskan berbagai modus kejahatan korupsi dapat terjadi berkaitan dengan sektor jasa keuangan. Setidaknya, dia mengidentifikasi terdapat tujuh modus korupsi.

Modus-modus tersebut antara lain, penyalahgunaan kredit dengan tujuan menguntungkan pihak tertentu yang merugikan perusahaan; jaminan kredit fiktif karena sudah ada kesepakatan jahat antara oknum perbankan dengan penerima kredit; penempatan asuransi atas perolehan tindak pidana korupsi; pencucian uang atas tindak pidana korupsi. Selanjutnya, fee perbankan kepada bendahara di kementerian/lembaga/pemerintah daerah; fee perbankan kepada terkait penempatan dana deposito kepada pegawai negeri/penyelenggara negara; fasilitas gratifikasi (kartu kredit dll) kepada pegawai negeri/penyelenggara negara.

KPK mencatat total kerugian negara akibat korupsi sektor finansial mencapai Rp 45,06 triliun sepanjang 2016-2021. Sektor yang termasuk kategori finansial yaitu perbankan, sosial kemasyarakatan yang beririsan dengan asuransi, pasar modal. Sehingga, jumlah kasus korupsi sektor finansial mencapai 35 kasus pada 2016-2021.

Baca Juga:

Dwi mengungkapkan KPK telah menangani perkara korupsi yang melibatkan industri jasa keuangan. Sehingga, dia mengimbau agar industri jasa keuangan menerapkan sistem manajemen anti suap (SMAP) untuk menutupi celah tipikor. Selain itu, dia juga menekankan pentingnya bagi industri jasa keuangan dan pelaku usaha lainnya menjunjung tinggi etika berbisnis sesuai dengan regulasi.

“Apa yang sebenarnya ingin dicapai dalam berusaha, tidak hanya mengejar growth tapi juga sustainability dengan etika bisnis. Sehingga dibutuhkan regulasi,” ungkap Dwi.

Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Hidayat mengatakan pihaknya merupakan salah satu penanggung jawab dari sub aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Sub aksi Stranas PK yaitu penerapan Manajemen Anti Suap di Sektor Swasta, khususnya untuk Industri Jasa Keuangan (IJK).

Penunjukan ini dilatarbelakangi antara lain adanya peningkatan jumlah kasus korupsi yang dilakukan oleh sektor swasta, sektor jasa keuangan merupakan lembaga yang dibangun atas dasar kepercayaan sehingga penerapan sistem manajemen anti suap ini perlu diterapkan dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor.

Kemudian, industri di bawah sektor jasa keuangan merupakan lembaga yang highly regulated di bawah pengawasan OJK sehingga dari segi infrastruktur dianggap lebih siap dalam menerapkan sistem manajemen anti suap ini.

OJK juga menerangkan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi (Perma No. 13/2016) memberikan pedoman bagi para penegak hukum dalam menjerat dan meminta pertanggungjawaban korporasi sebagai pelaku tindak pidana.

Suatu korporasi dapat dikenakan tanggung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya walaupun perbuatan itu diwakili oleh orang yang atas hubungan kerja atau hubungan lain melakukan perbuatan pidana tersebut untuk dan atas nama korporasi.

Sanksi hukum yang dikenakan kepada korporasi tidak hanya berupa denda dan uang pengganti, namun juga dapat berupa penutupan dan pengambilalihan perusahaan yang tentunya secara bisnis akan sangat berdampak bagi suatu korporasi termasuk dampak reputasi yang memburuk.

Oleh karena itu, penting bagi korporasi untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan memastikan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku guna menghindari tindak pidana khususnya proses bisnis yang berintegritas dalam mencegahtindak pidana korupsi.

Tags:

Berita Terkait