Ini Materi Penting dalam RPP Sektor Perdagangan
UU Cipta Kerja:

Ini Materi Penting dalam RPP Sektor Perdagangan

Ada delapan poin dalam RPP Sektor Perdagangan ini. Mulai pengaturan kebijakan pengendalian ekspor impor, hingga pengaturan pengawasan kegiatan perdagangan dan pengawasan terhadap barang yang ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Sejumlah narasumber dalam acara 'Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja' di Bandung, Senin (7/12). Foto: RFQ
Sejumlah narasumber dalam acara 'Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja' di Bandung, Senin (7/12). Foto: RFQ

Pemerintah terus menyerap aspirasi dalam upaya penyusunan berbagai draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) ataupun rancangan peraturan presiden (R-Perpres) sebagai peraturan turunan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satunya, RPP Sektor Perdagangan. Nantinya, ada 8 poin penting yang diatur dalam RPP.

“Ada delapan amanat yang bakal diatur dalam RPP Sektor Perdagangan,” ujar Staf Ahli Bidang Iklim usaha dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dalam acara “Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja” di Bandung, Senin (7/12/2020).

Pertama, kebijakan dan pengendalian ekspor impor. Poin ini antara lain bakal mengatur mekanisme pengendalian ekspor impor oleh menteri perdagangan. Begitu pula barang tertentu yang dikenakan verifikasi atau penelusuran teknis. Dia mengatakan ekspor barang dilakukan oleh pelaku usaha yang telah memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Demikian pula, impor barang dilakukan oleh importir yang memenuhi perizinan berusaha dari menteri perdagangan.

“Perizinan berusaha dalam rangka pengendalian ekspor impor dilakukan secara elektronik melalui sistem terintegrasi (online single submission/OSS),” ujar Indrasari Wisnu. (Baca Juga: Pemerintah Serap Aspirasi RPP Sektor Perdagangan dan Keagamaan)        

Selain itu, peningkatan dan pengembangan produk invensi dan inovasi nasional yang diekspor, menteri perdagangan dapat memberikan fasilitas pembiayaan, penjaminan, asuransi ekspor, pemasaran, dan insentif prosedural lain.

Wisnu mengingatkan prinsipnya ada kewajiban importir untuk mengimpor barang dalam keadaan baru. Tapi dalam keadaan tertentu, pemerintah pusat dapat menetapkan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berdasarkan persyaratan. “Ada pmbatasan ekspor dan impor barang sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong industri.”

Kedua, pengaturan penggunaan kelengkapan label berbahasa Indonesia. Antara lain kewajiban menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri. Kemudian daftar jenis barang yang diperdagangkan di dalam negeri diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri (Permen).

Sementara ketentuan pencantuman label berbahasa Indonesia untuk barang yang telah diberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib. Ada sanksi administratif atas pelanggaran kewajiban menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri.

Ketentuan kewajiban pencantuman label berbahasa Indonesia tidak berlaku terhadap barang curah yang dikemas dan diperdagangkan secara langsung atau barang yang diproduksi pelaku UMKM. Terdapat pengecualian kewajiban menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang terhadap pangan olahan, obat, kosmetik, dan alat kesehatan.

Ketiga, pokok-pokok pengaturan distribusi barang yakni perdagangan barang secara tidak langsung atau secara langsung. Kemudian penggunaan rantai distribusi yang bersifat umum bagi pelaku distribusi barang secara tidak langsung. Selanjutnya, perikatan pada distribusi barang secara tidak langsung (perjanjian, penunjukan, dan/atau bukti transaksi secara tertulis). Persyaratan usaha bagi pelaku usaha distribusi dalam sistem penjualan langsung.

Selain itu, pengaturan pengecualian kepemilikan perizinan di bidang perdagangan bagi produsen yang menjual barang kepada distributor. Begitu pula ada kewajiban bagi distributor atau agen yang mendistribusikan barang memiliki perizinan berusaha di bidang perdagangan dari menteri perdagangan. Pembinaan dan evaluasi terhadap kegiatan usaha distribusi barang secara langsung dilakukan oleh menteri perdagangan.

Keempat, pokok-pokok pengaturan sarana perdagangan yakni ketentuan gudang, pasar rakyat, serta pusat perbelanjaan dan swalayan. Kelima,pengaturan standardisasi, antara lain, barang yang diperdagangkan di dalam negeri harus memenuhi SNI; barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara wajib dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian atau dilengkapi sertifikat kesesuaian.  

Sementara kewajiban pelaku usaha yang memperdagangkan impor barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan wajib mendaftarkan barang yang diperdagangkan. Ada larangan penyedia jasa memperdagangkan jasa di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI. “Lembaga penilaian kesesuaian harus terdaftar di Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan,” ujarnya.

Keenam,pengaturan metrologi legal, antara lain mulai kewajiban alat ukur yang diproduksi di dalam negeri atau dari impor sebelum memasuki wilayah Indonesia memiliki persetujuan tipe. Begitupula kewajiban pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha reparasi alat ukur memiliki perizinan berusaha berupa pendaftaran usaha. Menteri perdagangan memiliki kewenangan melakukan pembinaan, monitoring, dan evaluasi terhadap pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha reparasi alat ukur. 

Gubernur Provinsi DKI Jakarta atau Bupati/Walikota melakukan pembinaan, monitoring, dan evaluasi pelaku usaha kegiatan usaha reparasi alat ukur di wilayahnya. Permohonan perizinan berusaha berupa persetujuan tipe, pendaftaran usaha reparasi alat ukur dan tanda daftar reparasi alat ukur dilakukan secara elektronik. “Ketentuan mengenai permohonan perizinan berusaha dalam hal terjadi keadaan kahar diatur dengan peraturan menteri perdagangan,” ujarnya.

Ketujuh, pokok-pokok pengaturan pengembangan ekspor, Wisnu mengatakan pengaturan ini tentang penetapan komoditas dan pasar tujuan ekspor prioritas oleh pemerintah pusat. Sementara pembinaan terhadap pelaku usaha dalam rangka pengembangan ekspor untuk perluasan akses pasar bagi barang dan jasa produk dalam negeri dilakukan oleh pemerintah pusat.

Dia melanjutkan dalam melakukan pembinaan, pemerintah pusat dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dunia usaha, asosiasi, dan pemangku kepentingan lain. Sedangkan standar pelaksanaan kegiatan pembinaan dan melakukan sinkronisasi kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait.

Sedangkan promosi dagang berupa misi dagang dilakukan dalam bentuk pertemuan bisnis internasional untuk memperluas peluang peningkatan ekspor melalui kunjungan. Menurutnya, kemudahan pelaku usaha dan/atau lembaga selain pemerintah dalam pelaksanaan promosi dagang dalam pencitraan.

Kedelapan, pokok-pokok pengaturan pengawasan kegiatan perdagangan dan pengawasan terhadap barang yang ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan. Dalam pengaturannya, pengawasan dilakukan terhadap 8 sektor. Kemudian kewenangan pengawasan dimiliki pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang keduanya dapat berkoordinasi dengan instansi terkait. Sementara pelaksanaan pengawasan dilakukan secara berkala dan khusus.

Dia menerangkan pengawasan dilakukan berdasarkan pengaduan masyarakat, informasi melalui media cetak, elektronik, dan sarana lain, hingga klarifikasi risiko yang telah ditetapkan. Pembinaan terhadap pengawasan kegiatan perdagangan di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan oleh Menteri Perdagangan. “Jadi RPP ini akan mempertegas pengawasan,” katanya.

Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi menambahkan dalam RPP nantinya kewenangan daerah tetap ada, khususnya dalam melakukan pengawasan. Sementara terkait kewenangan pemberian perizinan usaha menjadi lebih jelas dan mudah bagi pelaku usaha. “Jadi RPP ini akan memberikan kemudahan, peran masyarakat memberi masukan sangatlah penting.”

Tags:

Berita Terkait