Ini Kriteria Hakim yang Dapat Tingkatkan Badan Peradilan Agung
Utama

Ini Kriteria Hakim yang Dapat Tingkatkan Badan Peradilan Agung

Selain itu, terdapat problematika dan tantangan yang dapat menghambat tingkatkan peradilan yang agung sehingga perlu diwaspadai.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Untuk itu, manfaat hakim yang profesional dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pengadilan. “Jika ini tercipta maka peradilan yang agung telah tercapai,” kata Sunarto. Tetapi, hal ini tidak mudah sebab terdapat tantangan bagi peradilan. Salah satunya adanya faham hedonisme.

 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie menambahkan, untuk menciptakan badan peradilan yang agung, hakim harus memiliki keilmuan akademik yang baik. Selain itu dalam memeriksa suatu perkara, di antara para hakim majelis yang memeriksa suatu perkara harus terdapat perdebatan ilmiah. Sehingga, putusan yang diperoleh dari perdebatan para hakim akan berkualitas dan objektif.

 

“Cara yang dilakukan hakim agar dapat meningkatkan peradilan agung, yakni hakim perlu menjadi pendengar yang baik, penulis yang baik dan terutama terdapat perdebatan antar para hakim majelis dalam membuat putusan,” tambahnya. (Baca juga: Hakim Tuntut Hak Sesuai Undang-Undang)

 

Tantangan dan Problematika

Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Achmad Jayus mengungkapkan, beberapa problema hakim yang didata berdasarkan laporan yang masuk ke KY. Jaja menyebut terdapat hakim yang mengantuk saat bersidang, hakim selingkuh, hakim menerima suap, hakim korupsi, hakim yang tidak jujur, hakim yang sering marah-marah, hakim yang berpihak hingga intervensi sesama hakim.  

 

Problema ini, menurut Jaja, menimbulkan krisis moral yang bisa disebabkan adanya tekanan dari luar peradilan misalnya kekuasaan eksekutif, legislatif, partai politik atau institusi peradilan yang ada di atas atau di sampingnya, serta masyarakat yang melakukan suap. “Sehingga, hakim perlu menjaga independensi dan akuntabilitasnya,” katanya.

 

Ia menjelaskan, secara sederhana presepsi terhadap hakim di hadapan masyarakat ialah apa yang dilihat dan alami dengan mengeluarkan pendapat pribadi. Sehingga, meski putusannya telah memiliki landasan sosiologis dan yuridis yang kuat, masyarakat tidak akan memandang hal itu menjadi baik apabila hakim tidak memiliki profesionalitas dan kapabilitas.

 

Selain itu, berdasarkan riset antar KY dengan Universitas Indonesia, faktor lain yang menyebabkan terjadinya penurunan terhadap integritas hakim yakni sarana prasarana hakim yang menyebabkan hakim berprilaku koruptif. Kemudian, pola mutasi yang menyebabkan perselingkuhan, kesempatan pelatihan kurang yang menyebabkan hakim tidak bisa mengembangkan ilmunya, keamanan yang kurang, fasilitas kesehatan yang tidak memadai, dan kurangnya rumah dinas. (Baca juga: Hakim Tuntut Kesejahteraan)

 

Sunarto juga menambahkan, tantangan saat ini agar meningkatkan badan peradilan yang agung ialah mengubah pola fikir hakim, yang tadinya memiliki sifat ingin dilayani menjadi pelayan. Artinya, pelayan bagi para pencari keadilan. Jika hakim profesional dapat mengatasi hal itu, ia dapat membedakan urusan pribadi dengan urusan dunia peradilan. Hal lain, hakim profesional harus memiliki niat yang kuat dan lurus dalam menjalankan profesinya.

Tags:

Berita Terkait