Ini Kiat Sukses Kerja Efektif Sebagai In House Counsel
Berita

Ini Kiat Sukses Kerja Efektif Sebagai In House Counsel

Tak perlu buang-buang waktu berjam-jam mengikuti rapat yang tidak urgen.

RIA
Bacaan 2 Menit
Ketua ICCA Reza Topobroto. Foto: RES.
Ketua ICCA Reza Topobroto. Foto: RES.

In House Counsel seringkali dipahami oleh sebagian orang hanya sebagai legal advisor suatu perusahaan. Namun, Ketua Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA) Reza Topobroto menilai bahwa in house counsel lebih dari itu bila merujuk kepada para pengusaha asing.

“In house counsel adalah tim saya yang membantu saya mencapai target revenue perusahaan, memenangkan persaingan, dan memastikan kemenangan tersebut tetap ada dalam kepatuhan,” ujar Reza mengutip perkataan Pradeep Pant, Presiden Kraft Food regional Asia Pasifik, Rabu (27/5).

Hal tersebut disampaikan ketika membuka pelatihan “How to be a Successful Lawyer/In House Counsel By Managing Yourself and Others Effectively” yang diselenggarakan oleh hukumonline di Jakarta. Dalam kalimat yang dikutipnya, Reza menggambarkan betapa pentingnya peran In House Counsel.

Perusahaan-perusahaan membutuhkan In House Counsel yang membantunya dengan segala compliance, sebut Reza, sebab bisnis akan sulit bertahan bila capaian yang didapat perusahaan prosesnya dilakukan tanpa kepatuhan tersebut. “Intinya adalah bagaimana menyeimbangkan bisnis dengan kepatuhan,” imbuhnya.

Oleh karena beban berat yang dipikul seorang In House Counsel, maka dinilai perlu bagi mereka untuk dapat bekerja efektif. Sayangnya, dengan jumlah tenaga yang minim dalam suatu perusahaan, gangguan yang dapat menghalangi In House Counsel untuk terus bisa bekerja secara efektif tak kunjung henti.

Setidaknya ada satu permasalahan besar yang jadi penyebab terganggungnya kinerja In House Counsel ini berdasarkan hasil sharing dari para peserta workshop. Hal tersebut yakni banyaknya permohonan konsultasi atau permintaan lainnya dari divisi di luar divisi legal kepada In House Counsel.

“Terlalu banyak dokumen yang harus kami review. Namun di saat yang bersamaan banyak permohonan konsultasi masuk atau kerjaan dari divisi lain dengan embel-embel ‘urgent’, sehingga menyebabkan In House Counsel ini kalau kerja jadi terkesan serabutan,” curhat salah seorang peserta.

Mengatasi hal tersebut, Reza menyampaikan, kunci segala-galanya adalah manajemen waktu.

Dalam pelatihan, Reza menggambarkan empat macam kuadran prioritas pengerjaan. Hal-hal yang sifatnya penting dan mendesak tentu lah yang menjadi prioritas utama, dan salah satunya adalah rapat. Namun, kenyataannya rapat yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam ini seringnya justru membuang waktu para In House Counsel.

“Rapat adalah salah satu yang urgent tetapi kita harus tahu dulu rapat akan membahas apa, rincinannya, apakah ada kepentingan kita di sana, kita dapat kesempatan untuk ngomong atau tidak. Karena kalau tidak jelas atau tidak berimpact, lebih baik kita mengerjakan hal lain,” tukas Reza.

Kalau sudah terbukti begitu, ia menyarankan agar In House Counsel dapat menolak rapat tersebut. Memang sulit, sebut Reza, tapi jika kita sudah dapat membuktikan dan menolaknya, maka kita bisa dapat menggunakan waktu dengan efektif.

Perlunya Relationship Building

Salah seorang peserta yang memperkenalkan diri dengan nama Frans berujar, meski diakuinya waktu rapat seharusnya bisa diisinya dengan melakukan pekerjaan lain, hampir tidak mungkin baginya menolak rapat. Pasalnya, orang-orang dari divisi lain akan mempertanyakan keberadaan divisi legal bila sewaktu-waktu diperlukan opininya.

Reza memberi tips bahwa membangun hubungan informal dengan orang-orang dari divisi lain yang salah satunya akan berguna untuk masalah ini. “Kalau sudah terjalin informal relationship biasanya bisa,” ucapnya.

“Kita perlu waktu meyakinkan orang-orang tersebut agar kita dapat tidak hadir lagi dalam rapat ke depan. Tapi meyakinkannya bukan dalam rapatnya, itu pasti ditolak. Lakukan ketika masing-masing tidak sedang mendiskusikan pekerjaan, tetapi ketika keadaan sedang santai” gumam Reza.

Mengenai embel-embel “urgen” suatu pekerjaan, ini juga dapat ditolong dengan adanya hubungan informal. “Soal urgensi, kita harus memahami bisnis, memahami peta politik di perusahaan. Kalau kita tidak punya relationship informal, kita tidak akan punya pemahaman ke arah sana,” tandasnya.

Untuk membangun satu hubungan, kita perlu mengenali karakter orang tersebut, ujar Reza. Teknik mengenali diri orang lain untuk mempermudah membangun hubungan dengan orang lain juga disampaikan dalam pelatihan tersebut. “Selain perencanaan, yang perlu kita jaga adalah relationship building,” ujar partner Reza siang itu, Sudimin Mina.

Dibawakan oleh Sudimin yang merupakan Certified Instructor of Behaviour Intelligence, sifat manusia terbagi menjadi empat golongan warna, yakni golongan merah yang dikenal sebagai pribadi yang ambisius, golongan hijau yang dikenal sebagai pribadi yang perasa, golongan biru yang mengutamakan detail, dan golongan kuning yang terkesan santai dan sesuka hati.

“Dengan mengenali warna masing-masing orang, akan mudah bagi In House Counsel mencari cara berkomunikasi dengan orang-orang yang kita pikir perlu untuk didekati,” ucapnya.

Tags:

Berita Terkait