Ini Kebijakan MA Terbaru terkait Manajemen Perkara
Laptah MA 2017:

Ini Kebijakan MA Terbaru terkait Manajemen Perkara

Ada lima kebijakan MA yang mengatur pembaruan manajemen penanganan perkara di pengadilan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M. Hatta Ali saat menyampaikan Laporan Tahunan MA Tahun 2017 di Gedung Jakarta Convention Center, Kamis (1/3). Foto: RES
Ketua MA M. Hatta Ali saat menyampaikan Laporan Tahunan MA Tahun 2017 di Gedung Jakarta Convention Center, Kamis (1/3). Foto: RES

Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali telah menyampaikan Laporan Tahun (Laptah) MA Tahun 2017 atas capaian-capaian yang telah diraih. Mulai percepatan penyelesaian perkara, pengawasan aparatur peradilan, administrasi perkara, laporan keuangan, kebijakan MA, kontribusi keuangan negara. Salah satu capaian yang disampaikan pembaharuan kebijakan teknis penanganan manajemen perkara dengan mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan MA (PERMA), surat keputusan (SK KMA), surat Panitera MA.  

 

“MA terus melakukan pembaharuan kebijakan manajemen perkara terutama penerapan sistem aplikasi berbasis teknologi demi kenyamanan, keramahan dalam upaya peningkatan pelayanan publik pencari keadilan,” ujar Ketua MA Hatta Ali saat menyampaikan Laporan Tahunan MA Tahun 2017 di Gedung Jakarta Convention Center, Kamis (1/3/2018) kemarin. Baca Juga: Tahun 2017, Kontribusi MA terhadap Negara Capai Rp18 Triliun

 

Pertama, penerapan sistem quality control atas putusan MA melalui No. 1405/PAN/HK.00/V/2017 tanggal 6 Mei 2017. Hatta menerangkan sistem ini dikembangkan untuk menghindari kesalahan ketik, redaksional pada naskah putusan MA sebelum dipublikasikan dan dikirim ke pengadilan pengaju. Seperti, kesesuaian nomor perkara pada footnote dengan kepala putusan, nama para pihak, hari dan tanggal musyawarah dan putusan, nomor dan tanggal putusan pengadilan.

 

“Sistem ini diatur melalui Kepaniteraan MA sebagai kebijakan penerapan instrument quality control dalam penerbitan asli dan salinan putusan sesuai memorandum Surat Panitera MA itu,” ujar Hatta.  

 

Salah satu instrumen pendukungnya ialah database putusan yang distandardisasi demi konsistensi putusan dan kesatuan penerapan hukum sebagai tujuan sistem kamar. Artinya, perkara yang mengandung isu hukum sama dikelompokkan dengan putusan yang relatif sama.

 

“Direkorat putusan telah mempublikasikan sekitar 96.670 putusan MA dan 2,5 juta putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. Mendukung program ini disusun klasifikasi perkara dengan membentuk kelompok kerja (Pokja) melalui SK KMA No. 01/TUAKA-PDT/SK/II.2017.”

 

Kedua, MA mengembangkan modernisasi sistem penyetoran biaya perkara melalui pemanfaatan rekening virtual (virtual account) melalui Surat Panitera MA No. 2167/PAN/KU.00/8/2017 tanggal 23 Agustus 2017. Dengan sistem ini, MA dapat mengetahui secara akurat informasi terkait nama pemohon, upaya hukum, nomor perkara, dan asal pengadilan. Pihak penyetor juga akan dapat notifikasi saat melakukan penyetoran. “Penggunaan aplikasi ini telah mendapat dukungan BPK guna menciptakan transparansi dan akuntanbilitas keuangan perkara di MA,” tuturnya.

 

Ketiga, melalui Surat Keputusan Ketua MA (SK KMA) No. 106/KMA/SK/V/2017, MA telah menyusun buku pedoman teknis administrasi penyelesaian perkara kepailitan dan PKPU. Penyusunan buku pedoman ini untuk meningkatkan kompetensi hakim pengawas dalam menyelesaikan perkara kepailitan dan PKPU.

 

“Keberadaan buku pedoman ini mendorong terwujudnya pola pikir dan pola tindak penanganan perkara serta telah mengikuti standar baku yang berlaku universal yang diharapkan berdampak terhadap pertumbuhan iklim berusaha,” lanjutnya.

 

Keempat, melalui Perma No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. “Perma ini berfungsi melindungi warga negara dari diskriminasi hak konstitusional yang dijamin UUD sebagai negara yang terlibat dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan untuk memastikan perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi sistem peradilan.” (Baca Juga: Ini Kebijakan MA yang Menopang Kemudahan Berusaha)

 

Ia menjelaskan Perma ini memberi pedoman bagi hakim dalam mengadili perkara perempuan yang berkonflik dengan hukum, perempuan sebagai korban, perempuan sebagai saksi atau perempuan sebagai pihak dalam perkara. “Perma ini diharapkan dapat mengkondisikan hakim memahami prinsip-prinsip menadili perempuan demi menjamin hak perempuan untuk mendapatkan akses setara memperoleh keadilan,” katanya.

 

Kelima, MA juga telah mengeluarkan kebijakan penerbitan peraturan tentang simplifikasi format putusan MA melalui penerbitan Perma No. 9  Tahun 2017 tentang Format (Template) dan Pedoman Penulisan Putusan atau Penetapan pada MA. Perma ini merupakan petunjuk teknis penulisan atau manual pengisian putusan atau penetapan MA. (Baca juga: Perma Format Putusan MA Solusi Atasi Manajemen Perkara)

 

Perma ini mengatur mengenai bentuk baku putusan atau penetapan MA meliputi format putusan kasasi, format putusan peninjauan kembali, format putusan sengketa pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, format putusan sengketa kewenangan mengadili, format penetapan dan format putusan lain atas dasar kewenangan yang diberikan UU.

 

“Saat ini, melalui SK KMA No. 176 Tahun 2017 telah dibentuk Pokja untuk merancang sistem layanan administrasi perkara berbasis online (e-court), peralihan sistem konvensional ke elektronik. Mulai registrasi perkara elektronik (e-registry), pembayaran biaya perkara elektronik (e-payment), pemanggilan elektronik (e-summon), pendaftaran penyerahan dokumen surat gugatan (e-filling), dan penaksiran panjar biaya berkara (e-SKUM).” Baca Juga: Perma Administrasi Perkara Berbasis Online Bakal Terbit.

Tags:

Berita Terkait