Ini Highlight Tujuh Poin Perubahan Anggaran Dasar PERADI
Berita

Ini Highlight Tujuh Poin Perubahan Anggaran Dasar PERADI

Dari perubahan struktur organisasi hingga mengenai bantuan hukum.

RIA
Bacaan 2 Menit
Kantor DPN PERADI. Foto: RES
Kantor DPN PERADI. Foto: RES
Baru-baru ini, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menyiarkan Perubahan Pertama Anggaran Dasar PERADI. Dikutip dari website www.peradijakarta.org, Rabu (10/2), Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI Fauzie Yusuf Hasibuan mengimbau Dewan Pimpinan Cabang (DPC) untuk mensosialisasiksan mengenai perubahan ini kepada anggotanya.

“Dimohon kepada Pengurus DPC PERADI di seluruh Indonesia untuk memahaminya dan menyampaikannya kepada anggota-anggota cabang rekan dan sesama pengurus cabang, agar dilaksanakan sebagaimana mestinya,” begitu bunyi Surat No.: 123/DPN/Peradi/II/2016.

Secara kasat mata dapat dilihat muatan perubahan anggaran dasar yang telah ditetapkan dan mulai berlaku sejak 21 Agustus 2015 ini bertambah dari 47 pasal menjadi 60 pasal. Secara keseluruhan, hukumonline merangkum beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para advokat.

Berikut tujuh hal yang perlu di-highlight dalam perubahan anggaran dasar PERADI:

1.    Advokat Wajib Daftar Jadi Anggota DPC
Hal pertama yang perlu diperhatikan untuk yang belum terdaftar sebagai anggota DPC PERADI, segeralah mendaftar! Pasal 10 ayat (1) Perubahan Pertama Anggaran Dasar berbunyi, “setiap Advokat wajib mendaftar di DPC sesuai dengan domisili pilihan, kantor, atau tempat tinggal.

Wakil Ketua Umum DPN PERADI Jamaslin James Purba menjelaskan bahwa hal ini diatur demi kepentingan advokat itu sendiri. Pasalnya, DPC lah yang memiliki anggota. “Kalau anggota ada masalah atau ada perlu apa, ya mereka bisa minta bantuan DPC. DPC bisa melindungi dia kalau ada masalah hukum,” tutur James, Jumat (11/3).

2.    Pusat Bantuan Hukum Masuk Anggaran Dasar
Hal lain yang juga segar ada di perubahan anggaran dasar ini adanya pasal yang mengatur mengenai keberadaan Pusat Bantuan Hukum (PBH). Pada anggaran dasar sebelumnya, soal eksistensi PBH tidak diatur. Namun, berdasarkan Pasal 38 ayat (1), ke depannya setiap DPC akan memiliki PBH masing-masing.

“PBH ini kan maksud dan tujuannya untuk membela rakyat miskin, dan advokat juga memang wajib untuk melakukan pro bono (memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, red) kan. Nah itu lah pada dasarnya kenapa dimasukkan ke anggaran dasar supaya kewajiban pro bono itu mengikat kepada para advokat,” ungkap James kepada hukumonline.

3.    Jumlah Minimal Advokat dalam Pembentukan DPC
Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal (sekjen) PERADI Thomas Tampubolon menjelaskan hal lain yang menjadi perhatian hukumonline, yaitu soal jumlah minimal dalam pembentukan DPC. Untuk diketahui, bila sebelumnya untuk pembentukan DPC harus terdapat minimal 100 advokat di wilayah pengadilan negeri setempat, dalam anggaran dasar baru hanya mensyaratkan 15 advokat.

“Semakin banyak DPC kan semakin bagus ya. Semakin banyak perwakilan yang bisa membantu menjalankan fungsi organisasi. Salah satunya juga meningkatkan kualitas advokat di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah yang jauh seperti wilayah Indonesia Timur. Karena kalau ada perwakilannya yang datang ke kegiatan PERADI, paling tidak dia bisa membagikan itu kepada advokat lain,” ujar Thomas.

Namun di lain sisi perlu dicatat juga, bila DPC tidak menjalankan tugasnya, melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, atau tidak menjalankan keputusan DPN, DPN dapat membekukan DPC sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Perubahan Pertama Anggaran Dasar.

4.    DPN Tetap Berjalan Sampai Munas Berlangsung
Dalam berita sebelumnya, hukumonline telah mengulas mengenai hal ini. Pasal 24 ayat (4) pada intinya menyebutkan, masa jabatan DPN otomatis diperpanjang apabila musyawarah nasional (munas) belum dilangsungkan. Hal ini diatur guna mencegah kekosongan pengurus organisasi.

5.    Perpanjangan Masa Jabatan Ketua DPC
Sekilas, perubahan ini akan terlewat saat membaca keseluruhan isi Perubahan Pertama Anggaran Dasar, namun jangan sampai poin satu ini luput dari perhatian. Terhitung sejak peraturan ini ditandatangani oleh Fauzie dan Thomas, masa jabatan Ketua DPC bertambah satu tahun, dari yang tadinya hanya 4 tahun menjadi 5 tahun.

Thomas berdalih hal ini karena di DPC agak jarang orang yang mau untuk berkontribusi. “Saat Munas II PERADI di Pekanbaru pada Juni 2015 lalu, ketika mengamanahkan untuk mengubah anggaran dasar, mereka (peserta) bilang agar disamakan saja lah masa jabatannya dengan DPN, 5 tahun,” ujarnya.

6.    PERADI Tak Lagi Mengenal DPD
Dilihat dalam Bab VI tentang Kepengurusan, dapat dilihat bahwa Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tak masuk ke dalam struktur organisasi PERADI, yang ada justru Koordinator Wilayah. Thomas menjelaskan, keputusan untuk menghapus DPD karena selama ini DPD sering tumpang tindih dengan DPC.

“Padahal DPD itu kan perpanjangan tangan DPN ya, tapi kenyataannya selama ini mereka itu membuat struktur besar juga. Jadi kadang-kadang juga saya dengar ada rebutan sumber daya manusia. Makanya kita sekarang pakainya Koordinator Wilayah saja,” Thomas menjelaskan.

7.    Pemilihan Ketua Umum Melalui Utusan Cabang Masih Berlaku
Bila selama ini, advokat selalu ramai meminta agar pemilihan menggunakan sistem one man one vote menjelang Munas berlangsung, tetapi yang terjadi di Munas Pekanbaru justru berbeda. Saat mengamanatkan DPN untuk mengubah anggaran dasar, Thomas mengatakan, peserta munas tak mengusulkan hal tersebut untuk masuk ke dalam poin perubahan anggaran dasar.

Namun, dapat dilihat bahwa pemilik hak suara dalam anggaran dasar yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Pimpinan Nasional PERADI Nomor: Kep. 504/PERADI/DPN/VIII/2015, diperbanyak. Bila sebelumnya utusan DPC dihitung dengan ketentuan setiap 30 anggota memperoleh 1 (satu) suara, sekarang ketentuannya 15 anggota memperoleh satu suara.
Tags:

Berita Terkait