Ini Hasil Analisis KPPU Terkait Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Berita

Ini Hasil Analisis KPPU Terkait Aturan Turunan UU Cipta Kerja

KPPU menemukan banyak PP yang berkaitan dengan persaingan usaha. Beberapa sudah diberi masukan, dan beberapa belum diintervensi oleh KPPU.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turut melakukan analisis dan mencermati seluruh peraturan Pemerintah turunan Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), khususnya yang mengatur aspek persaingan usaha. Fokus analisis diarahkan kepada berbagai bentuk pengaturan harga dan standar, pemberian izin, keterlibatan pelaku usaha dalam pelaksanaan kebijakan, hingga keterlibatan KPPU secara langsung dalam pelaksanaan berbagai peraturan Pemerintah tersebut, baik dalam aspek pengawasan persaingan usaha maupun pengawasan pelaksanaan kemitraan.

Anggota KPPU Ukay Karyadi dalam pernyataan tertulis menyatakan bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 13 (tiga belas) peraturan yang memiliki substansi pengaturan persaingan usaha dan 5 (lima) peraturan yang terkait pengawasan kemitraan.

“Atas hasil tersebut, KPPU akan memfokuskan pengawasan dan koordinasinya dengan regulator dalam pelaksanaan berbagai peraturan tersebut agar tetap sejalan dengan Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta Undang-undang No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,” katanya Kamis, (18/2).

Sebagaimana diketahui, saat ini terdapat 45 (empat puluh lima) peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan UU Ciptaker. Ke-45 PP tersebut telah disahkan oleh Presiden pada 17 Februari 2021. Berbagai peraturan tersebut sangat berkaitan dengan kegiatan ekonomi di berbagai sektor, sehingga dapat terkait dengan pengaturan persaingan oleh pelaku usaha. (Baca: 49 Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja Resmi Diundangkan, Ini Daftarnya!)

Untuk itu, KPPU sejak awal tahun 2021, mulai melakukan inisiatif dalam menganalisis seluruh peraturan Pemerintah tersebut. Selain juga dalam proses penyusunan, KPPU juga telah memberikan perhatian khusus kepada beberapa PP melalui pemberian rekomendasi atau saran dan pertimbangan, serta terlibat langsung dalam penyusunan.

Beberapa substansi yang telah disampaikan KPPU dalam proses penyusunan tersebut antara lain meliputi saran dan pertimbangan terhadap PP Postelsiar mengingat dalam beberapa pengaturannya menyebut secara tegas persaingan usaha yang sehat sebagai prinsip yang harus dipatuhi pelaku usaha. Khususnya dalam meminta agar Pemerintah selalu berkoodinasi dengan KPPU dalam berbagai pengaturan.

Kemudian pemberian masukan untuk 2 (dua) PP terkait penyelenggaraan ibadah umrah, khususnya dalam pengaturan tarif referensi. KPPU menekankan bahwa kebijakan tarif referensi ditetapkan untuk mendorong pelaku usaha memenuhi standar pelayanan minimal (SPM), tanpa menutup peluang pelaku usaha menetapkan tarif kompetitif selama memenuhi SPM.

Lalu memberikan saran dan pertimbangan terhadap PP Pelayaran, khususnya terkait jasa keagenan dalam mendorong agar substansi pengaturan dalam PP tidak diskriminatif dan berlaku bagi seluruh pelaku usaha. Dalam PP, Pemerintah berketetapan untuk mengubah substansi keagenan dengan membaginya ke dalam aspek komersial dan operasional. Aspek komersial bisa dilakukan perusahaan keagenan kapal nasional selama melakukan kerja sama kemitraan dengan perusahaan pelayaran nasional. Pengawasan kemitraan sendiri merupakan tugas KPPU.

Dan KPPU juga terlibat langsung dalam penyusunan PP Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, khususnya dalam pembahasan bagian pengawasan kemitraan, yang merupakan salah satu tugas KPPU.

Di samping itu analisis KPPU juga menemukan bahwa masih terdapat berbagai PP lain yang substansinya berkaitan dengan persaingan usaha, namun belum dilakukan intervensi oleh KPPU, antara lain atas PP Perindustrian, PP Pelayaran, PP Kemudahan Berusaha Bagi Proyek Strategis Nasional, PP Jasa Konstruksi, PP Sektor Kelautan dan Perikanan dan yang lainnya.

Sementara, PP yang terkait dengan substansi pengawasan kemitraan antara lain PP Pertanian, PP Perdagangan, dan PP Kehutanan. Atas berbagai peraturan tersebut, KPPU sangat berkepentingan bahwa implementasinya harus selaras dengan UU No. 5/1999 dan UU No. 20/2008. Sehingga KPPU akan terus melakukan koordinasi dan menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah untuk meminimalisasi potensi perilaku pelaku usaha yang bertentangan dengan kedua undang-undang tersebut.

Selain itu dalam beberapa PP, KPPU juga menemukan bahwa kemitraan pelaku usaha kecil dan menengah dengan perusahaan menengah dan besar mendapatkan perhatian besar. Hal ini mencerminkan keinginan Pemerintah untuk mendorong peran pelaku usaha kecil dan menengah lebih besar dalam perekonomian Indonesia. Terlebih dengan adanya penambahan tugas baru kepada KPPU dalam hal pengawasan dan evaluasi kemitraan dalam UU Ciptaker.

“Memperhatikan bahwa lebih dari 90% pelaku usaha Indonesia adalah pelaku UKM, maka kewajiban melakukan kemitraan yang diatur dalam PP akan menambah besar tugas KPPU. Untuk itu, KPPU secara intensif akan terus mendorong penambahan sumber daya agar pelaksanaan amanat tugas baru tersebut dapat berjalan dengan efektif,” tandasnya.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan telah mengundangkan 49 aturan pelaksana dari UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berharap pemberlakuan aturan turunan UU Cipta Kerja bisa secepatnya memulihkan perekonomian nasional. Hal tersebut disampaikan Yasonna menyusul diundangkannya 49 peraturan pelaksana UU Cipta Kerja ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Selasa (16/2).

"Sejak awal, UU Cipta Kerja dibuat untuk menjadi stimulus positif bagi peningkatan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang akan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat. UU Cipta Kerja ini juga merupakan terobosan dan cara pemerintah menangkap peluang investasi dari luar negeri lewat penyederhanaan izin dan pemangkasan birokrasi," kata Yasonna dalam keterangan pers.

"Dengan diundangkannya peraturan pelaksana UU Cipta Kerja diharapkan bisa segera berdampak pada upaya pemulihan perekonomian nasional sekaligus menjadi momentum untuk menegaskan tahun kebangkitan Indonesia," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah terus menggeber diselesaikannya aturan turunan UU Cipta Kerja. Aturan turunan yang diundangkan ke dalam Lembaran Negara RI awal pekan ini terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden.

Jumlah 49 peraturan pelaksana tersebut menambah daftar aturan turunan yang telah diundangkan. Sebelumnya, sudah ada 2 PP yang ditetapkan menjadi aturan, yakni PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi. Adapun secara keseluruhan aturan turunan yang menjadi implementasi UU Cipta Kerja rencananya akan ditetapkan sebanyak 49 PP dan 5 Perpres.

Menurut Yasonna, peraturan pelaksana ini diharapkan akan menjadi vaksin bagi lesunya perekonomian Indonesia. "Sebagaimana vaksin akan meredakan penyebaran Covid-19 yang menjadi masalah dahsyat bagi dunia saat ini, kita berharap UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya juga menjadi vaksin untuk memulihkan perekonomian nasional yang mengalami kelesuan selama setahun terakhir sebagai akibat dari pandemi ini," kata Yasonna.

 

Tags:

Berita Terkait