Ini Dia 2 Jenis Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Berita

Ini Dia 2 Jenis Program Pemulihan Ekonomi Nasional

Program berupa fasilitas subsidi bunga kepada debitur dan dukungan restrukturisasi melalui penempatan dana pada perbankan.

RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (PP 23/2020), Pemerintah menyusun program PEN melalui modal.

Hal itu diutarakan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rahayu Puspasari seperti dikutip dari laman resmi Setkab, Selasa (19/5). “Program PEN diharapkan dapat membantu dunia usaha termasuk usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) dan usaha ultra mikro, serta sektor usaha strategis bagi perekonomian termasuk BUMN,” katanya.

Berdasarkan PP 23/2020, program PEN dapat dilakukan melalui mekanisme penempatan dana, penjaminan, Penyertaan Modal Negara (PMN), dan investasi pemerintah. “Selain itu, Pemerintah juga dapat melakukan pemulihan ekonomi nasional melalui belanja negara. Pada tahap awal pelaksanaan program PEN,” jelas Rahayu.

Saat ini, Pemerintah telah merampungkan desain dua program. Pertama, Pemerintah akan memberikan fasilitas subsidi bunga kepada debitur perbankan, bank perkreditan/pembiayaan rakyat, dan perusahaan pembiayaan, juga kepada debitur KUR, koperasi, dan lembaga penyalur kredit lainnya. Kedua, Pemerintah juga telah menyiapkan program pemberian dukungan restrukturisasi melalui penempatan dana pada perbankan yang telah melakukan restrukturisasi kredit dan memberikan tambahan modal kerja kepada debiturnya.

Subsidi Bunga

Terkait program pertama yakni pemberian fasilitas subsidi bunga kepada debitur perbankan, bertujuan untuk mendukung usaha Ultra Mikro dan UMKM. Dukungan tersebut berupa penundaan pembayaran kredit dan menganggarkan subsidi bunga sebesar Rp34,15 triliun yang akan menjangkau 60,66 juta rekening.

“Kebijakan subsidi bunga ini merupakan bantuan keringanan kepada ultra mikro dan UMKM yang memiliki pinjaman di lembaga keuangan, agar dapat bertahan meski peredaran usahanya menurun signifikan,” kata Rahayu. (Baca: PP Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Selamatkan Usaha Rakyat)

Subsidi bunga, lanjutnya, melalui lembaga keuangan (perbankan, perusahaan pembiayaan, lembaga penyalur kredit program Pemerintah yang ada di BUMN, BLU, dan/atau Koperasi) diberikan kepada debitur Ultra Mikro dan UMKM yang memenuhi lima kriteria, yakni memiliki plafon pinjaman paling tinggi Rp10 miliar; tidak masuk Daftar Hitam Nasional pinjaman; kualitas kredit sebelum Covid-19 (29 Februari 2020) kolektibiltas 1 dan kolektibilitas 2; memiliki NPWP atau mendaftar NPWP; dan melakukan restrukturisasi, khususnya untuk debitur dengan pinjaman di atas Rp500 juta s.d. 10 miliar. Subsidi diberikan selama 6 bulan, dengan tarif 6% untuk 3 bulan pertama dan 3% untuk bulan kedua.

“Sementara untuk debitur dengan pinjaman kredit Rp500 juta s.d. 10 miliar diberikan subsidi bunga 3% untuk 3 bulan pertama dan 2% untuk 3 bulan kedua. Sedangkan bagi debitur yang termasuk dalam program kredit pemerintah diberikan subsidi bunga 6% untuk 6 bulan,” ungkapnya.

Penempatan Dana

Selain memberikan subsidi bunga, lanjut Rahayu, untuk mendukung perbankan dan lembaga pembiayaan yang melaksanakan restrukturisasi kredit UMKM dan menyalurkan tambahan kredit modal kerja baru, pemerintah juga akan melakukan penempatan dana di perbankan. Hal ini masuk dalam program kedua. “Bank peserta maupun bank pelaksana merupakan bank yang sehat berdasarkan penilaian OJK,” tandasnya.

Untuk mengajukan penempatan dana, bank pelaksana menyampaikan proposal penempatan dana kepada bank peserta berdasarkan restrukturisasi yang dilakukan, jumlah dana yang dibutuhkan, tenor, kondisi likuiditas dan posisi kepemilikan surat berharga. “Manajemen dan pemegang saham pengendali memberi jaminan tentang kebenaran/akurasi dari proposal penempatan dana,” tutur Rahayu.

Bank peserta melakukan penelitian terhadap proposal bank pelaksana, dan dapat menggunakan Special Purpose Vehicle (SPV) untuk melakukan penelitian tersebut, termasuk verifikasi jaminan, administrasi jaminan, penagihan dan collection dalam hal terjadi kredit macet. Berdasarkan penelitan proposal tersebut apabila disetujui, bank peserta mengajukan penempatan dana kepada Kemenkeu.

“Kemenkeu meminta hasil penelitian OJK mengenai status kesehatan bank pelaksana, jumlah surat berharga yang belum direpokan dan data restrukturisasi bank pelaksana yang telah dilakukan,” tambahnya. (Baca: Mewaspadai Risiko Krisis Sistem Keuangan Akibat Covid-19)

Kemudian, lanjut Rahayu, Kemenkeu menempatkan dana kepada bank peserta berdasarkan hasil penelitian OJK dan proposal dari bank peserta yang memenuhi persyaratan dalam PP 23/2020 Pasal 11 (4). Selanjutnya, bank peserta atau SPV yang ditunjuk oleh bank peserta melakukan penyaluran dana kepada bank pelaksana sesuai dengan proposal yang disetujui. Bank pelaksana menggunakan dana dari bank peserta untuk menunjang kebutuhan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan pemberian modal kerja. “LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) menjamin dana pemerintah yang ditempatkan di bank peserta,” terangnya.

Dalam hal bank pelaksana tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia (BI) dapat mendebit rekening giro bank pelaksana untuk pembayaran kembali kepada bank peserta. “BPKP, OJK dan LPS melakukan pengawasan terhadap bank peserta dan bank pelaksana. Pemerintah pada saat ini sedang menyusun detil program PEN dan peraturan-peraturan teknis terkait sesuai dengan ketentuan PP 23/2020,” tutup Rahayu.

Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menyatakan PP ini bertujuan untuk menyelamatkan usaha rakyat yang terkena dampak wabah Covid-19. "PP ini bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan usaha rakyat, agar tetap bertahan di masa sulit dan menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK)," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait