Ini Daftar Barang yang Bebas Dari Pajak Barang Mewah
Berita

Ini Daftar Barang yang Bebas Dari Pajak Barang Mewah

Akan diatur dalam PMK, kemungkinan pekan depan rampung. Tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong industri dalam negeri.

FAT
Bacaan 2 Menit
Kementerian Keuangan. Foto: SGP
Kementerian Keuangan. Foto: SGP

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menghapus sejumlah jenis barang, seperti tas perempuan, alat-alat elektronik, dan alat-alat musik dari ketentuan pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Sebagaimana dikutip laman setkab, tujuan penghapusan PPnBM ini untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong industri dalam negeri.

“Mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. PMK (Peraturan Menteri Keuangan) sudah ada. Tinggal proses di Kemenkumham. Kemungkinan minggu depan selesai,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang P.S. Brodjonegoro dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (11/6).

Tapi sayangnya, Bambang tidak merinci jenis barang yang dibebaskan dari PPnBM itu. Namun ia menyebut sejumlah alat elektronik seperti seperti kulkas, water heater, AC, TV, kamera, kompor, dishwasher, dryer, microwave. Selain itu, juga alat-alat olah raga seperti alat-alat pancing, golf, selam dan surfing.

Alat-alat musik seperti piano dan alat musik elektrik, branded goods yakni, wewangian, saddlery and harness, tas, pakaian, arloji. Serta peralatan rumah dan kantor, seperti permadani, kaca kristal, kursi, kasur lampu, porselen dan ubin.

Menurut Bambang, salah satu alasan penghapusan PPnBM itu adalah cepatnya status barang tersebut menjadi tidak mewah karena sudah dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. “Misal televisi. Kita lihat perkembangan yang cepat, saat ini sulit untuk bilang bahwa televisi adalah barang mewah, karena sudah jadi barang umum dan kebutuhan,” katanya.

Ia juga mengemukakan, bahwa barang-barang tersebut di atas masuk ke dalam kategori penghapusan PPnBM karena biaya pengawasan agar pajaknya tetap dibayarkan lebih tinggi dari angka pajak yang diterima. “Biaya mengawasi lebih tinggi dari penerimaan maka kita hapuskan,” ujarnya.

Dengan penghapusan PPnBM atas sejumlah barang itu, pemerintah berharap dapat mengurangi kecenderungan masyarakat membeli barang-barang tersebut di luar negeri. “Misal tas perempuan, kan kadang ibu-ibu lebih suka beli di Singapura karena lebih murah. Kalau hilang PPnBM bisa harga tasnya sama dengan di luar negeri,” ujar Bambang.

Menurut Bambang, barang-barang tersebut di atas masuk ke dalam kategori penghapusan PPnBM karena biaya pengawasan agar pajaknya tetap dibayarkan lebih tinggi dari angka pajak yang diterima. “Biaya mengawasi lebih tinggi dari penerimaan maka kita hapuskan,” katanya.

Walau sejumlah barang PPnBM-nya dihapus, tapi, lanjut Bambang, terdapat barang-barang yang tetap masuk kategori super mewah. Misalnya, hunian mewah, kapal pesiar (yacht), pesawat terbang, serta senjata api. Terhadap barang-barang ini, ia memastikan bahwa barang-barang itu tetap dikenai PPnBM.

“Barang super mewah tentunya hanya dikonsumsi oleh orang kaya dan mampu beli,” jelas Bambang.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) optimis jika realisasi penerimaan pajak 2015 akan tercapai. Pasalnya, sampai 31 Maret lalu (Triwulan I 2015), penerimaan pajak dari beberapa sektor mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu. Berdasarkan siaran pers yang diterima hukumonline, Jumat (10/4), beberapa sektor pajak mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

Misalnya saja, PPh Non Migas.  Sebagai salah satu instrumen yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan kesejahteraan dan sisi kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, PPh Non Migas mengalami pertumbuhan sebesar satu persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Pertumbuhan tertinggi tercatat dari PPh Final yakni 20,62 persen, atau sebesar Rp22,095 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar Rp18,318 triliun.

Ditjen Pajak mengklaim ini berkat kebijakan pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu melalui Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Selain itu, pertumbuhan yang cukup tinggi juga dicatatkan oleh PPh Pasal 21 yakni 10,62 persen, atau sebesar Rp26,554 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp23,996 triliun. Untuk PPh Pasal 23, pertumbuhan tercatat 9,68 persen atau sebesar Rp6,328 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp5,687 triliun.

Tapi, pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Impor mengalami penurunan pertumbuhan, yakni sebanyak 31,27 persen atau sebesar Rp1,105 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp1,607 triliun. Penurunan pertumbuhan terbesar dicatatkan PPN/PPnBM Lainnya yakni 55,44 persen atau sebesar Rp26,13 miliar dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp58,64 miliar.

Tags:

Berita Terkait