Ini Catatan PBHI untuk Pansel Capim KPK
Terbaru

Ini Catatan PBHI untuk Pansel Capim KPK

Setidaknya ada 2 Komisioner dan 1 Deputi di internal KPK yang bermasalah dan wajib untuk dicoret oleh Pansel KPK. Selain perilaku buruk dan korup, ditemukan fakta bahwa sedang menghadapi masalah hukum yang akan berdampak pada fungsi pemberantasan korupsi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK mendatangi kantor KPK beberapa waktu lalu. Foto: HFW
Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK mendatangi kantor KPK beberapa waktu lalu. Foto: HFW

Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menilai seleksi calon pimpinan (Capim) KPK periode 2024-2029 dinodai oleh peserta dari Internal KPK. Dalam keterangan pers yang diterima Hukumonliine, Selasa (10/9), Ketua PBHI Julius Ibrani mencatat setidaknya ada 3 fakta mengapa pihaknya menyatakan demikian.  

Pertama, Presiden Jokowi dan DPR RI mengawali periode keduanya dengan target membunuh KPK secara terang benderang melalui 3 upaya nyata, yaitu Revisi UU KPK yang mengebiri KPK, menunjuk Komisioner KPK yang korup dan bobrok, memecat pegawai dan penyidik yang berintegritas dan berprestasi luar biasa. 

”Fakta ini yang kemudian menghasilkan malapetaka berupa instansi pemberantas korupsi yang justru korupsi mulai dari Pimpinan, Dewas, Pegawai, bahkan Penyidik yang korupsi (sebut saja, Firli, pungli di Rutan KPK, penyidik Stephanus Robbin, dan lainnya), yang akhirnya bolak balik diperiksa atas pelanggaran etik KPK,” tulis Julius dalam rilisnya.

Baca Juga:

Kedua, Presiden Jokowi menjadikan KPK sebagai alat politik untuk mengancam oposisi, sementara kasus-kasus yang melibatkan keluarga dan anak-anaknya, senyap tiarap tanpa suara. Mulai dari Kasus Bansos yang melibatkan Gibran Rakabuming Raka, Kasus Blok Medan yang menyebut Bobby Nasution dalam kasus korupsi Gubernur Maluku Utara, terakhir Kasus Pesawat Jet yang menyeret Kaesang dan Istri (Erina Gudono).

Ketiga, Presiden Jokowi memanfaatkan "boneka" dari internal KPK, yakni Nurul Gufron untuk mengutak atik UU KPK lewat gugatan ke MK yang kemudian dalam Pertimbangan MK jadi cikal bakal Putusan MK No. 90 terkait "pengalaman".

Julius mengatakan internal KPK di level pimpinan jelas bermasalah sejak di titik fundamental, yakni kapasitas dan integritas. Sementara kondisi korupsi telah meninggi di titik state-legalised corruption yang butuh gerakan sosial dan progresivitas dalam pembenahannya.

”Fakta nyata di atas adalah indikator jelas bahwa internal KPK telah menjadi bagian dari regulasi, sistem dan kultur yang buruk dan korup, sehingga tidak mungkin dapat menjalankan fungsi pemberantasan korupsi, apalagi membenahi kondisi bobrok yang sistemik dan terstruktur,” kata Julius.

PBHI mencatat setidaknya ada 2 Komisioner dan 1 Deputi yang bermasalah dan wajib untuk dicoret oleh Pansel KPK. Selain perilaku buruk dan korup, juga ditemukan fakta bahwa sedang menghadapi masalah hukum yang akan berdampak pada fungsi pemberantasan korupsi.

Tags:

Berita Terkait