Ini Catatan Kejari Jakbar Soal Penanganan Kasus Narkoba
Berita

Ini Catatan Kejari Jakbar Soal Penanganan Kasus Narkoba

Sebanyak 25 gembong narkoba dituntut mati, 1 orang siap dieksekusi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Sepanjang tahun 2015, Kejaksaan Negeri Jakarta Barat telah menuntut mati 25 orang gembong narkoba. Rata-rata para terdakwa ditemukan membawa barang bukti narkoba ratusan kilogram bahkan hingga lebih dari satu ton. Dari jumlah tersebut, 7 orang diantaranya merupakan warga negara asing yang kebanyakan berasal dari Hong Kong.

Selain itu, ada pula 11 terpidana mati yang masih melakukan upaya hukum. Hanya ada satu orang yang telah mendapat putusan inkracht karena Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ditolak oleh Mahkamah Agung. Dengan demikian, terpidana yang merupakan warga negara asing itu siap untuk dieksekusi.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Reda Manthovani, mengatakan pihaknya telah menyatakan perang terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang. Sebab, dirinya meyakini bahwa narkoba memiliki bahaya yang sangat menakutkan. Terlebih lagi, sasaran peredaran narkoba adalah generasi muda.

"Narkotika itu bahayanya berantai, hanya sekian gram beratnya, potensi untuk mematikan orang itu banyak. Apalagi ratusan kilogram bahkan sampai berton-ton, maka dari itu tuntutan mati itu layak untuk memberi efek jera. Saya ini punya anak. Saya tidak mau generasi muda kita lemah karena narkoba," kata Reda di kantornya, Selasa (12/1).

Reda menambahkan, dirinya berani menanggung risiko untuk dihujat para pegiat hak asasi manusia yang anti hukuman mati. Sebab, ia yakin hukuman mati adalah cara melindungi hak asasi manusia publik yang lebih luas. Selain itu, menurutnya mekanisme tuntutan pidana mati menerapkan sistem rencana tuntutan yang bertingkat dan penuh dengan kehati-hatian serta pertimbangan juridis-sosiologis.

Redamengatakan, pengajuan rencana tuntutan dilakukan oleh Penunutut Umum secara berjenjang. Mulai dari presentasi fakta persidangan, sampai pertimbangan juridis pada tingkat kejaksaan negeri, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung. Pedoman tersebut berdasar surat edaran nomor: SE-013/A/JA/21/2011 Tentang Pedoman Tuntutan Perkara Tindak Pidana Umum. Dengan demikian, pidana mati yang dituntut tidak sembarangan.

“Sepanjang tahun 2015 kita menangani 721 perkara narkotika, tapi hanya 25 yang dituntut mati,” tandasnya.

Dia menjelaskan, tuntutan hukuman mati diberikan bagi para gembong besar. Kebanyakan mereka membawa narkoba ratusan kilogram bahkan dalam hitungan ton. Selain itu, biasanya mereka yang tertangkap tersebut telah melakukan penyelundupan berulang kali.

“Mereka tidak lewat bandara, tapi biasanya lewat jalur pantai seperti Pantai Dadap,” tambahnya.

Reda bersama jajarannya melakukan perang terhadap narkoba tak berhenti ketika vonis pengadilan tak mengabulkan tuntutan hukuman mati. Ia mengaku akan mengajukan banding terhadap perkara-perkara yang memang barang buktinya besar. Ia mencontohkan, dalam perkara kroni Freddy Budiman yang divonis penjara pada tanggal 4 Januari lalu oleh PN Jakarta Barat.

“Kita akan ajukan banding. Mereka kan bukan sekadar pengedar biasa. Bisa dibilang pabriknya, bahkan. Saya setuju saja jika tidak dihukum mati kalau hukumannya dengan perintah agar terdakwa menelan semua barang bukti itu,” seloroh Reda.

Reda mengharapkan dengan adanya tuntutan maksimal, bisa membuat jera bagi para pelaku. Ia mengaku, tuntutan hukuman mati bagi para gembong narkoba merupakan upaya penyelematan hak asasi masyarakat yang lebih luas. Sebab, perbuatannya banyak merugikan masyarakat, utamanya yang berkaitan dengan narkotika.

“Jangan hanya bela HAM satu terpidana tapi kita mengabaikan kepentingan publik,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait