Ini Calon Hakim Agung Termiskin
Berita

Ini Calon Hakim Agung Termiskin

Rumahnya masih belum lunas di Depok. Belum punya mobil pribadi. Beranak banyak.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ini Calon Hakim Agung Termiskin
Hukumonline

Seorang hakim idealnya harus mempunyai integritas dan kapasitas agar setiap mengadili dan memutus perkara sedapat mungkin bisa memberikan rasa keadilan terutama bagi pihak yang berperkara. Hal itu disampaikan calon hakim agung (CHA) Is Sudaryono saat menjawab pertanyaan salah satu panelis, Ibrahim dalam seleksi wawancara terbuka di Gedung KY, Jumat (26/7).

“Integritas dan kapasitas yang dimiliki hakim agar bisa memberikan rasa keadilan saat memutus perkara,” kata Is Sudaryono.

Lalu, Ibrahim lanjut bertanya lagi bagaimana memelihara integritas yang seharusnya dilakukan seorang hakim. Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan ini menjawab sederhana yakni hakim harus selalu berusaha bersikap ikhlas. Dalam arti, setiap tindakan atau ucapannya selalu melibatkan Allah SWT.  

“Di situ akan tercipta kejujuran dan sikap adil, sehingga tahan godaan (suap) ketika didekati seseorang karena tindakannya selalu melibatkan Allah dalam hidupnya. Itu kunci cara menjaganya,” katanya. Dia pun menjamin sikap ikhlas itu akan membuat seorang bisa berupaya bersikap imparsial (tidak memihak).

Terkait soal ini, calon yang sudah pernah gagal dalam seleksi sebelumnya di DPR ini dianggap salah satu CHA yang termiskin. Sebab, selain tidak punya kendaraan pribadi, rumahnya di kawasan Sawangan Depok masih dalam status kredit. “Menurut LHKPN 2011, Saudara belum punya rumah dan mobil, mungkin Saudara CHA termiskin dan memiliki banyak anak (6 orang),” ungkap panelis lainnya, Imam Anshori Saleh.    

“Sekarang sudah punya rumah seharga Rp335 juta di Sawangan Depok, Jawa Barat, meskipun belum lunas (masih diangsur). Saya hanya punya pakai mobil dinas. Tetapi, rekening saya ada penambahan seiring dengan adanya kenaikan gaji hakim,” akunya. “Kita masih diringankan dengan dua anak saya yang masih kuliah dengan biaya sendiri.”            

Saat wawancara pun terungkap bahwa Is Sudaryono mengagumi kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tokoh ini terkenal selalu hidup sederhana dan takut sekali  memakan sesuatu yang bukan haknya. “Sampai dia menanyakan apakah istrinya mau mengikuti jejaknya, meski akhirnya istrinya tetap setia menemaninya.”

Imam menimpali bahwa kisah Umar bin Abdul Aziz memang terkenal pemimpin yang sederhana dan jujur. Dikisahkan saat ada teman Umar bin Abdul Aziz bertamu ke ruang kerjanya, lampunya dimatikan. “Bapak mau meniru kepimpinan Umar?” tanya Imam. “Kalau meniru Umar saya belum bisa, saya hanya mengaguminya,” ujarnya jujur.

Akui menyuap
Sementara calon lainnya, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya Bambang Edy Sutanto Soedewo mengakui dirinya pernah menyuap polisi lalu lintas. Alasannya, dirinya menyuap polisi lalu lintas lantaran dalam keadaan darurat. Soalnya, pada saat itu cuti tidak masuk kerja sudah habis, sementara dia harus mengantarkan istrinya ke puskesmas.

“Karena waktu itu keadaan benar-benar darurat, istri saya di kampung itu bener-bener sakit perut dan dia harus segera ke puskesmas. Saya mengambil sikap seperti itu supaya praktisnya bisa selamat sampai Bandung dan tidak menyalahi kedinasan,” kata Bambang saat menjawab pertanyaan, Imam Anshori Saleh.

Meski begitu, dia menegaskan dirinya tidak berniat menyuap sang oknum polisi lalu lintas. Dirinya, hanya ingin agar urusan mengantarkan istrinya yang sedang sakit diperlancar. Mendengar jawaban itu, Imam berujar ini bukan persoalan berapa nilainya, tetapi lebih pada profesionalisme Bambang sebagai hakim melakukan itu.

“Apakah Bapak akan menerima perkara jika ada orang yang berperkara mengaku darurat dan memberi sesuatu, Bapak menerima juga?” kritik Imam.

Bambang mengaku pernah menolak tawaran uang (suap) sebesar Rp3 miliar saat dirinya bertugas di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya. Ia bersama rekannya dalam satu majelis menolak tawaran itu karena perkara itu menyangkut kerugian negara yang tidak sedikit, sebesar Rp4,5 triliun dalam kasus pajak. 

“Satu contoh di PTTUN Surabaya kami (majelis) ditawari uang Rp3 miliar, saya sampaikan kepada pak ketua majelis untuk menguatkan. Saya kemudian memberikan pertimbangan kepada ketua majelis. Itu tidak terjadi, itulah pola pikir saya menghadapi kasus menyuap,” tegasnya.

Pada wawancara hari terakhir ini, selain Is dan Edy, tim Panel yang terdiri tujuh Komisioner KY dan dua orang dari luar yaitu Guru Besar FH Universitas Parahyangan Bandung Prof Arief B Sidharta dan Hakim Agung Supandi telah mewawancarai 1 calon lainnya yaitu Hakim Tinggi PTTUN Medan, Yosran. Dengan begitu, KY telah selesai mewawancarai 23 CHA. Diperkirakan awal bulan Agustus nama-nama dinyatakan lulus akan diserahkan ke DPR untuk mengikuti fit and proper test. 

Tags: