Ini 'Bocoran' Isi Peraturan OJK Tentang Fintech
Terbaru

Ini 'Bocoran' Isi Peraturan OJK Tentang Fintech

OJK segera terbitkan aturan baru fintech akhir Juni ini. Aspek proses pendaftaran dan pengawasan menjadi poin paling diperhatikan di dalamnya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Deputi Komisioner OJK Institute Sukarela Batunanggar (tengah) dan Kepala Departemen Grup Pengembangan Inovasi Keuangan Mikro OJK, Triyono Gani (kanan) saat menyampaikan paparan mengenai perkembangan industri fintech di Jakarta, Senin (4/6). Foto: MJR
Deputi Komisioner OJK Institute Sukarela Batunanggar (tengah) dan Kepala Departemen Grup Pengembangan Inovasi Keuangan Mikro OJK, Triyono Gani (kanan) saat menyampaikan paparan mengenai perkembangan industri fintech di Jakarta, Senin (4/6). Foto: MJR

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan peraturan mengenai teknologi finansial atau financial technology (fintech) dalam waktu dekat ini. Aturan ini nantinya bakal menjadi payung hukum bagi industri fintech yang selama ini regulasinya belum memadai.

 

Deputi Komisioner OJK Institute, Sukarela Batunanggar menjelaskan berbeda dengan aturan sebelumnya, aturan industri fintech ini akan mengatur hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan, peraturan lebih rincinya, OJK mengamanatkannya kepada pelaku industri yang diwakili asosiasi untuk menyusun code of conduct atau standar operasional prosedur (SOP). Baca Juga: OJK Segera Terbitkan Aturan Main Fintech

 

“Kami tidak bisa atur satu per satu industri fintech karena jenis-jenisnya banyak sekali. Perkembangan industri ini juga sangat cepat sekali. Sehingga, aturan kali ini lebih bersifat umum dan kemudian SOP-nya kami serahkan kepada asosiasi dengan pengawasannya tetap berada di bawah OJK,” kata Sukarela saat dijumpai Hukumonline di Gedung OJK, Senin (4/5/2018) sore.

 

Meski demikian, Sukarela menuturkan peraturan baru tersebut tetap diperlukan sebagai acuan bagi pelaku industri fintech. Dia menjelaskan aturan ini lebih mengedepankan prinsip pengawasan OJK terhadap industri fintech.

 

Terdapat beberapa poin yang menjadi pengaturan dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) ini. Dalam aturan tersebut akan memuat definisi-definisi dari inovasi keuangan digital. Dengan adanya definisi-definisi tersebut akan menjadi acuan bagi publik mengenai batasan fintechyang diatur oleh OJK.

 

Selanjutnya, terdapat kewajiban perusahaan fintechmencatatkan (pendaftaran) dirinya kepada OJK sebelum mengoperasikan kegiatan usahanya. Kemudian, aturan tersebut juga memuat ketentuan tentang regulatory sandbox atau ruang uji coba produk bagi perusahaan fintech. Nantinya, masa batas waktu uji coba tersebut paling lama mencapai 12 bulan. Baca juga: Mengenal Mekanisme Regulatory Sandbox pada Industri Fintech

 

Untuk mengikuti program regulatory sandbox, perusahaan fintech harus mendaftarkan diri kepada regulator terlebih dahulu. Selanjutnya, perusahaan mengikuti beberapa tahap penilaian. Misalnya, penilaian kondisi internal seperti profil manajemen dan reputasi pengurus, kebaruan dan manfaat produk, pendanaan serta konsultan hukum. Selain itu, regulator menilai sisi eksternal perusahaan, seperti persaingan usaha dan perlindungan konsumen, informasi, edukasi, dan penyelesaian sengketa konsumen.

 

Melalui proses regulatory sandbox ini, regulator dapat mengetahui kondisi manajemen dan produk yang ditawarkan perusahaan fintech. Setelah melakukan berbagai tahapan penilaian, regulator berwenang memberi pernyataan kelayakan dari perusahaan tersebut.

 

Aturan tersebut akan memuat proses pendaftaran dan pengawasan perusahaan fintecholeh OJK. Lalu, terdapat juga kewajiban bagi perusahaan fintechmenyerahkan laporan secara berkala kepada OJK. Ada kewajiban bagi perusahaan fintech untuk memberi perlindungan bagi konsumen. Terakhir, aturan tersebut juga mewajibkan penjaminan kerahasiaan data dan antisipasi tindak pencucian uang dan pencegahaan pendanaan terorisme.

 

Terdapat lima jenis fintechyang pengawasannya di bawah OJK yaitu, peer to peer lending (P2P), investasi, crowdfunding (pendanaan), insuransi teknologi hingga market support atau perusahaan agregator. Sedangkan, jenis fintechpembayaran (payment) pengawasannya berada di bawah Bank Indonesia (BI).

 

Sementara itu, Kepala Departemen Grup Pengembangan Inovasi Keuangan Mikro OJK, Triyono Gani menjelaskan penyusunan regulasi ini telah memasuki tahap akhir. Dia berharap akhir Juni ini, pihaknya dapat menerbitkan aturan baru tersebut. “Penyusunan RPOJK sekarang sudah memasuki tahap akhir. Basicly, POJK yang akan keluar berupa umbrella regulation di fintech,” kata Triyono.

 

Untuk mempermudah publik memahami regulasi fintech, Triyono mengatakan OJK akan mendirikan fintech center (FC). Nantinya, FC tersebut berfungsi sebagai tempat berkonsultasi bagi para pelaku industri. “Fintech center, kami sedang persiapkan, mungkin setelah lebaran siap dibuka dan akan dimanfaatkan oleh para pelaku industri. Semoga bisa jadi pionir bagi industri fintech,” harapnya.

 

Seiring dengan penerbitan regulasi baru tersebut, OJK mencatat saat ini terdapat 54 perusahaan fintech peer to peer lending yang terdaftar di OJK. OJK juga mencatat saat ini sebanyak 34 perusahaan sedang dalam proses perizinan dan 35 perusahaan dalam tahap audiensi. Lalu, 41 perusahaan yang mendaftar berstatus tidak memenuhi persyaratan. Sehingga, total perusahaan fintech teregistrasi OJK hingga akhir Desember mencapai 164 perusahaan.

Tags:

Berita Terkait