Ini Bedanya PHK Alasan Efisiensi UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja
Utama

Ini Bedanya PHK Alasan Efisiensi UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja membagi PHK alasan efisiensi menjadi 2 jenis yakni karena merugi dan mencegah terjadinya kerugian. Besaran kompensasi pesangon PHK dengan alasan efisiensi sesuai UU Ketenagakerjaan jumlahnya lebih besar daripada yang diatur UU Cipta Kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Tapi ketentuan PHK dengan alasan efisiensi itu telah diubah dalam UU Cipta Kerja dan PP No.35 Tahun 2021. Juanda menyebut PHK dengan alasan efisiensi sebagaimana diatur Pasal 43 PP No.35 Tahun 2021 dibagi menjadi 2 jenis. Pertama, efisiensi karena perusahaan mengalami kerugian dan buruh berhak mendapatkan uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2); uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).

Kedua, efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian. Pekerja yang mengalami PHK karena alasan ini mendapat uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2); uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 40 ayat (4).

Bila dihitung-hitung, kata Juanda, besaran kompensasi PHK dengan alasan efisiensi sesuai UU Ketenagakerjaan jumlahnya lebih besar daripada yang diatur UU Cipta Kerja. Selain jumlah perkaliannya berkurang dalam menghitung uang pesangon, UU Cipta Kerja juga memangkas pengganti perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 15 persen yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Bagi buruh yang keberatan dengan PHK karena alasan efisiensi ini, Juanda mengatakan upaya yang bisa ditempuh melakukan perundingan bipartit. Jika tidak selesai di tingkat bipartit dapat mengajukan mediasi ke Dinas Ketenagakerjaan setempat. Nantinya, Mediator akan menerbitkan anjuran agar dilaksanakan para pihak. Bila ada yang tidak sepakat, maka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.

“Jika putusan PHI belum memuaskan, salah satu pihak dapat mengajukan upaya kasasi ke MA,” kata mantan Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini.   

Meski begitu, kata Juanda, bisa saja pengusaha memberikan besaran kompensasi PHK lebih besar dari yang sudah ditetapkan dalam peraturan. Upaya itu bisa dilakukan melalui negosiasi antara kedua belah pihak. Bisa juga perusahaan menerapkan kompensasi PHK di atas ketentuan dalam UU dengan mengaturnya dalam peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB).

Juanda juga mengingatkan perubahan Pasal 185 UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja mengatur pidana bagi pengusaha yang tidak membayar kompensasi pesangon yakni penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun. Syaratnya, harus ada putusan terkait PHK yang sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan ini menjadi landasan menjerat hukuman pidana jika pengusaha tidak membayar kompensasi pesangon.

Tags:

Berita Terkait