Ini Alasan Rizal Djalil Kembali Mencalonkan Diri Menjadi Anggota BPK
Berita

Ini Alasan Rizal Djalil Kembali Mencalonkan Diri Menjadi Anggota BPK

Calon anggota BPK terpilih diharap tidak hanya mengaudit setelah program berjalan, tetapi audit dilakukan saat masih dalam tahap perencanaan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Suasana fit and proper test calon Anggota BPK di Gedung Parlemen, Kamis (4/9). Foto: RES
Suasana fit and proper test calon Anggota BPK di Gedung Parlemen, Kamis (4/9). Foto: RES
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil, menjadi orang pertama yang diuji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh Komisi XI sebagai calon anggota BPK periode 2014-2019. Sebagai incumbent, Rizal mengungkapkan terdapat beberapa persoalan yang belum tuntas sehingga menjadi alasan untuk kembali mencalonkan diri sebagai anggota BPK.

“Ada beberapa agenda yang belum selesai,” kata Rizal di Komplek Parlemen di Jakarta, Kamis (4/9).

Rizal berjanji jika terpilih kembali sebagai anggota BPK akan fokus mengaudit anggaran belanja subsidi pemerintah. Menurutnya, selama ini penyaluran subsidi baik energi maupun non energi seperti pupuk, tidak tepat sasaran. “Saya dalam konteks ini memang fokus menyelesaikan agenda-agenda yang terkait subsidi. Baik yang energi, maupun yang non energi, seperti pupuk,” katanya.

Menurutnya, terkait subsidi energi maupun non energi ini, BPK ke depan harus membuat treatment yang tepat, sehingga pemerintahan yang baru nanti bisa mengambil keputusan secara tepat pula. Dan pada akhirnya, masyarakat dapat merasakan dampak positif dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

“Tugas pemerintah yang akan datang membuat regulasi bagaimana supaya subsidi BBM itu tepat sasaran. Dan juga keputusaannya jangan maju mundur,” kata Rizal.

Ia mencontohkan, kebijakan pengelolaan BBM yang dilakukan oleh Turki. Menurutnya, negara tersebut bukanlah negara penghasil minyak, tapi juga tak memberikan subsidi BBM kepada rakyatnya. Meski begitu, rakyat Turki menerima apa adanya kebijakan yang diambil oleh pemerintahannya itu.

“Pengelolaan negara seperti itu perlu kita tiru,” ujar mantan Anggota DPR dari Partai Amanat Nasional ini.

Anggota Komisi XI Kamaruddin Syam berharap, calon anggota BPK terpilih nantinya tidak hanya mengaudit setelah program berjalan. Akan tetapi, audit dilakukan saat masih dalam tahap perencanaan. Hal ini pernah dilakukan oleh Inggris karena tuntutan yang besar dari masyarakat.

Dampaknya, kata Kamaruddin, terjadi penghematan besar terkait program yang dilaksanakan tersebut. “Bisa menghemat hingga satu juta poundsterling. Saya berharap calon anggota BPK ke depan berani menentukan sikap seperti ini,” ujar politisi dari Partai Golkar ini.

Calon Anggota BPK Eddy Mulyadi Soepardi mengatakan, untuk mencegah terjadinya kerugian korporasi, kerugian negara dan kerugian keuangan negara, BPK boleh-boleh saja mengaudit sejak perencanaan. Namun, audit tersebut harus dilakukan sesuai dengan peraturan.

“BPK boleh-boleh saja lakukan audit sejak perencanaan (program), untuk mencegah sejak dini, itu jika dibolehkan oleh UU,” kata Eddy yang sekarang menjabat sebagai Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bidang Investigasi ini.

Menurutnya, temuan BPKP bukan sesuatu yang mengikat dan final. Maka itu, pemahaman auditor yang menilai temuan BPKP pasti berujung ke tindak pidana harus diluruskan. Ia mengatakan, untuk menilai kerugian negara adalan tindak pidana memerlukan proses panjang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Misalnya, ditemukannya perbuatan yang terlarang ataupun niat jahat dalam potensi kerugian negara tersebut.

“Tidak semua kerugian negara yang ditulis BPK harus jadi pidana. Kadang-kadang kerugian negara bisa diselesaikan di ranah administratif tidak harus pidana. Auditor yang menyatakan final adalah auditor arogan,” tutup Eddy.
Tags:

Berita Terkait