Ini Alasan MA Hukum Hakim Kasus Telkomsel
Berita

Ini Alasan MA Hukum Hakim Kasus Telkomsel

Sejauh ini MA belum menemukan unsur suap dalam kasus ini.

ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: Sgp
Foto: Sgp

MA menegaskan penjatuhan sanksi mutasi dan pencopotan jabatan empat hakim niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus perkara kepailitan PT Telkomsel lantaran ditemukan sejumlah tindakan tidak profesional (unprofessional conduct). MA menemukan unsur ketidakadilan dan pengabaian aturan baru dalam penetapan fee kurator dalam pailit Telkomsel ini.

“Sekarang pakai logika, PT Prima Jaya Informatika (pemohon pailit) itu hanya menuntut sekitar Rp5 miliar. Tetapi, kenapa fee kurator dibebani sebesar Rp294 miliar untuk kedua belah pihak, sehingga masing-masing Rp143 miliar lebih. Apa ini adil?” ujar Ketua MA M. Hatta Ali saat ditemui Gedung MA, Jumat (19/4).

Hatta menjelaskan setelah putusan pailit Pengadilan Niaga Jakarta, melalui hakim pengawas dilakukan pemberesan jumlah aset yang dimiliki Telkomsel. Namun, Majelis Hakim Niaga mengabulkan besaran fee yang diminta kurator sebesar Rp293,6 miliar yang dibebankan Telkomsel dan PT Prima Jaya Informatika. Hal itu didasarkan perhitungan 0,5 persen dikalikan total aset Telkomsel sekitar Rp58,723 triliun.

Namun, majelis tidak menerapkan Permenkumham No. 1 Tahun 2013 yang menetapkan fee kurator dibayar per jam kerja dan menjadi beban pemohon (PT Prima) jika tidak terjadi pailit. Sebab, saat pemberesan berjalan dan pengajuan perincian biaya peraturan itu sudah berlaku. Menurutnya, empat hakim niaga ini tidak menggunakan logika dan hari nurani dalam menangani perkara ini karena telah mengabaikan peraturan baru itu.

“Intinya, ketentuan baru jangan terlalu berat membebani para pihak mengenai fee kurator. Belum lagi, ongkos perkara ini sebesar Rp240 juta,” kata Hatta.

Selain itu, dalam putusan majelis hakim niaga tidak ditemukan adanya rincian biaya yang dikeluarkan saat pemberesan dijalankan. Karenanya, menurut dia putusan pailit itu jauh dari rasa keadilan.

“Setelah saya bolak-balik berkasnya, ternyata perincian berapa yang dikeluarkan tidak ada, baik dari hakim pengawas atau kuratornya. Mestinya ada uang hariannya berapa, sejak kapan sampai kapan pemberesan dijalankan, berapa biaya yang sudah dikeluarkan. Ini langsung ditetapkan berapa jumlah yang harus dibayar kedua belah pihak,” beber Hatta.

Atas dasar itulah, pihaknya memberi sanksi mutasi dan mencabut jabatan hakim niaga keempat hakim itu. “Kalau tidak diambil tindakan akan berjalan terus seperti ini. Seenaknya saja menetapkan biaya,” katanya.

Hatta melanjutkan dalam perkara ini  belum ditemukan adanya unsur suap dalam  perkara ini. “Kami belum temukan adanya unsur suap, kalau kami menemukan unsur suap, tidak mungkin sanksinya seperti itu. Pasti kami bawa ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH),” kata Hatta.

Dia meminta semua pihak jika menemukan fakta atau data yang mengarah adanya indikasi unsur suap, pihaknya akan meneruskan pemeriksaan perkara ini. 

Untuk diketahui, empat hakim niaga Jakarta yakni Agus Iskandar, Bagus Irawan, dan Noer Ali yang merupakan majelis hakim pemutus kasus pailit Telkomsel dan Sutoto Adiputro bertindak sebagai hakim pengawas kepailitan telah dijatuhi sanksi. 

Keempat itu dijatuhi sanksi hukuman disiplin berupa pembebasan jabatan sebagai hakim niaga pada PN Jakarta Pusat dan dimutasi ke pengadilan di daerah. Hakim Sutoto misalnya dimutasi ke PN Jambi. Sementara Agus Iskandar dimutasi ke PN Palangkaraya. Sedangkan Noer Ali dan Bagus Irawan masing-masing dipindahkan ke PN Palu dan PN Mataram.

Sebelumnya, salah satu hakim terhukum, Bagus Irawan menyatakan siap menerima sanksi mutasi yang telah diputuskan MA. Akan tetapi, dia menegaskan dalam menangani perkara Telkomsel, majelis hakim telah memberikan putusan berdasarkan undang-undang. “Tidak ada suap dari kurator. Silahkan diklarifikasi dengan kurator,” kata Bagus beberapa waktu lalu.

Dirinya pun mengungkapkan tidak akan melakukan pembelaan terhadap sanksi mutasi yang telah dijatuhkan kepadanya. “Saya sebagai prajurit siap saja ditempatkan dimana-mana. Semoga bapak-bapak kita di MA mendengar karena kita sudah melaksanakan tugas secara benar. Pembelaan saya terhadap Allah,” imbuhnya.

PT Prima Jaya Informatika menggugat pailit Telkomsel dan kemudian permohonan tersebut diterima oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 14 September 2012. Telkomsel meneruskan proses hukum dengan mendaftarkan kasasi pada 21 September 2012. MA mengabulkan kasasi Telkomsel pada 21 November 2012 dengan membatalkan putusan pengadilan niaga.

Gugatan pailit diajukan lantaran perusahaan Telkomsel dinilai secara sepihak membekukan kontrak kartu Prima, yang didistribusikan Prima Jaya. Prima Jaya Informatika menilai kerja sama penerbitan kartu Prima yang berjalan selama satu tahun tiba-tiba dihentikan secara sepihak oleh direksi baru Telkomsel per 21 Juni 2012.

Telkomsel sendiri mengaku baru menerima salinan putusan kasasi pada 10 Januari 2013, Telkomsel menerima putusan kasasi dari Mahkamah Agung.

Pada tanggal 11 Januari 2013 keluar Permenkumham No. 1 Tahun 2013. Setelah itu pada 14 Januari 2013, ada pengumuman kurator di dua media nasional.

Hakim menetapkan fee kurator pada tanggal 31 Januari 2013.

Pihak Telkomsel berpendapat penetapan fee kurator seharusnya mengacu pada Permenkumham No 1/2013. Itu pun ditanggung oleh Prima Jaya karena pailit Telkomsel dibatalkan di tingkat kasasi.

Tags:

Berita Terkait