Ini Alasan Ihza-Ihza Law Firm Mundur Tangani Kasus RJ Lino
Berita

Ini Alasan Ihza-Ihza Law Firm Mundur Tangani Kasus RJ Lino

Bukan karena muatan politis, tetapi keberatan bila biaya penanganan perkara dibebankan ke perusahaan Pelindo.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Yusril Ihza Mahendra. Foto: SGP
Yusril Ihza Mahendra. Foto: SGP
Kantor hukum milik Yusril Ihza Mahendra yakni Ihza-Ihza Law Firm memutuskan mundur dari penanganan perkara Dirut PT Pelindo II RJ Lino.  Keputusan mundur disebabkan beberapa hal, antara lain kantor hukum itu keberatan jika biaya penanganan perkara dibebankan kepada perusahaan Pelindo II.

“Jadi kami mundur bukan karena tingginya muatan politik kasus ini,” ujar Yusril dalam siaran persnya kepada hukumonline melalui pesan singkat, Rabu (23/12).

Menurut Yusril, persoalan biaya perkara dibebankan kepada Pelindo menjadi kontoversial. Pasalnya, penetapan sebagai tersangka terhadap RJ Lino atas nama pribadi, bukan dalam jabatannya sebagai Dirut Pelindo II. Apalagi, kata Yusril, dalam perkembangannya nanti boleh jadi Lino diberhentikan dari jabatannya sebagai Dirut Pelindo II.

“Hal ini akan menjadi kontroversi kalau biaya penanganan perkara dibebankan kepada perusahaan,” ujarnya.

Mantan Menteri Kehakiman era Presiden Abdurahman Wahid itu mengatakan, kantor hukum miliknya belum ada penandatanganan kuasa dalam menangani perkara Lino. Bahkan, belum adanya kontrak mengenai besaran biaya penanganan perkara,termasuk, sumber pembiayaan penanganan perkara. Atas dasar itulah Yusril menilai belum adanya ikatan kerjasama  secara resmi dalam penangana perkara antar kedua belah pihak.

Dikatakan Yusril, di media sosial sempat beredar fotocopy kesepakatan internal Board of Directors Pelindo II dalam menangani perkara RJ Lino. Ia menilai hal itu adalah kesepakatan internal mereka mengenai alokasi anggaran penangangan perkara. Ia menegaskan kesepakatan internal Pelindo belum dibahas dalam rapat internal di kantor hukum miliknya.

“Kesepakatan internal tersebut belum dirapatkan dengan Ihza-Ihza Law Firm, apalagi ditandatangani sebagai persetujuan kedua belah pihak,” ujarnya.

Lebih jauh, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menegaskan dalam penanganan perkara dengan memberikan pembelaan terhadap klien didasarkan pada prinsip profesionalitas. Bahkan mengedepanan asas kehati-hatian, serta menjunjung tinggi peraturan dan perundangan yang berlaku.

Yusril membenarkan adanya Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejak era Sofyan Djalil membolehkan penanganan biaya perkara dibebankan kepada perusahaan. Namun begitu, kata Yusril, terdapat beberapa peraturan yang tidak singkron. Dengan begitu, dikhawatirkan berpotensi menimbulkan polemik berkepanjangan.

Ahli hukum tata negara ini menampik mundurnya kantor hukum miliknya dalam penanganan kasus RJ Lino bukan atas dasar besarnya muatan politik. Menurutnya, muatan politik dalam penanganan perkara adalah hal biasa dan menjadi tantangan terhadap advokat secara profesional.

“Dengan keberatan ini, maka Ihza-Ihza Law Firm tidak akan melanjutkan penanganan perkara RJ Lino, apalagi surat kuasa dan kontrak kerjasama penanganan perkara belum ditandatangani. Jadi kami mundur bukan karena tingginya muatan politik kasus ini. 

Sebelumnya, Yusril mengaku dirinya ditunjuk oleh Lino untuk menjadi kuasa hukumnya. Awalnya, Yusril diminta RJ Lino untuk mendampingi salah satu Direktur Pelindo II yang sudah di Bareskrim Mabes Polri dalam kasus pengadaan mobile crane. Namun, setelah KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka, maka dirinya pun bersedia juga untuk mendampingi RJ Lino.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, Lino diduga secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangannya memerintahkan penunjukan langsung pengadaan tiga unit QCC di Pelindo II. Perbuatan itu diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Penunjukan langsung yang dimaksud adalah penunjukan perusahaan asal Cina, Wuxi Huang Dong Heavy Machinery (HDMD) Co Ltd sebagai penyedia tiga unit alat bongkar muat peti kemas, dalam hal ini QCC, untuk tiga pelabuhan di Indonesia, yaitu Pelabuhan Pontianak,  Panjang, dan Palembang.

Atas perbuatannya, Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 (UU Tipikor)  jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tags:

Berita Terkait