Ini 5 Poin RUU Omnibus Law Cipta Kerja Klaster UMKM
Berita

Ini 5 Poin RUU Omnibus Law Cipta Kerja Klaster UMKM

Mulai dari perpajakan hingga pengecualian upah minimum akan diatur dalam RUU Cipta Kerja Klaster Koperasi dan UMKM.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintah telah memasukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR pada Februrari lalu. Sosialisasi terus dilakukan pemerintah untuk menghindari terjadinya kesalahan informasi yang diterima masyarakat terhadap muatan aturan yang mencangkup lebih dari 80 undang-undang.

 

Sektor Koperasi dan Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu klaster yang diatur dalam RUU Cipta Kerja tersebut. Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki menjelaskan sektor UMKM dan Koperasi dibahas dalam RUU tersebut untuk memastikan segala regulasi yang menghambat ditiadakan. Pemerintah menyatakan ingin agar kedua entitas tersebut mendapatkan keadilan dan perlindungan kemudahan berusaha.

 

Teten juga menjelaskan sektor Koperasi dan UMKM jangan sampai kalah bersaing dengan sektor usaha skala besar seiring dengan kemudahan berinvesatasi yang juga tercantum dalam RUU Cipta Kerja.

 

“Standing point saya jelas, memastikan seluruh kepentingan pelaku Koperasi dan UMKM diperlakukan secara adil, diberikan kemudahan berusaha dan dipastikan tidak ada kebijakan yang dipersulit,” jelas Teten saat dijumpai di Gedung SMESCO, Jakarta, Senin (9/3).

 

Nantinya, dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut mengatur agar investasi masuk ke sektor UMKM melalui kemitraan. Sehingga, usaha besar tidak menggilas usaha UMKM melainkan bersinergi yang saling menguntungkan sekaligus meningkatkan daya saing UMKM. Sedangkan Koperasi akan diatur agar berkembang lebih cepat sehingga dipermudah persyaratan pendiriannya seklaigus dimunngkinkan untuk menjalankan usaha di berbagai sektor.

 

Terdapat lima poin terkait Koperasi dan UMKM yang dibahas dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Poin pertama, soal penyederhanaan perizinan bagi UMKM. Poin ini menyangkut kegiatan UMKM yang berdampak lingkungan akan dibantu pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

 

(Baca: PSHK: RUU Cipta Kerja Langkah Mundur Reformasi Regulasi)

 

Basis data tunggal UMK sebagai dasar pengambilan kebijakan dan menggunakan data pokok dari Kementerian dan Lembaga di sistem OSS (One Single Submission). Selain itu, UMKM juga akan dimudahkan mendapatkan Nomor Induk  Berusaha (NIB) yang merupakan perizinan tunggal yang berlaku bagi semua kegiatan usaha seperti perizinan usaha, izin edar, SNI dan sertifikasi jaminan produk halal.

 

Poin kedua mengenai kemudahan perizinan koperasi. RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini akan mengatur syarat minimal pendirian koperasi minimal menjadi tiga orang. Dalam aturan sebelumnya, syarat pendirian koperasi minimal harus 20 orang. Menurut Teten, syarat ini akan semakin mempermudah masyarakat mendirikan koperasi.

 

“Saat ini masalahnya banyak kesulitan perizinan, nanti kami geser dari izin ke registrasi. Kesulitan mendirikan koperasi karena pendiriannya sampai 20 orang dan harus modal besar dulu. Padahal, orang mulai bisnis dengan modal kecil dulu,” ujar Teten.

 

Poin ketiga, soal membangun kemitraan bagi Koperasi dan UMKM. Kemitraan antara usaha menengah dan besar dengan usaha mikro dan kecil (UMK) menyentuh bisnis inti melalui pemberian pembinaan dan pendampingan.

 

Lalu, terdapat pengecualian upah minimum bagi UMK sehingga diharapkan dapat kompetitif dan mendorong usaha besar bermitra dengan UMK. Melalui RUU tersebut, sektor UMKM akan mendapat kepastian lokasi usaha di rest area jalan tol yang selama ini didominasi usaha besar.

 

“Biasanya kalau ada jalan tol dibangun bisnis UMKM yang sudah lama menjadi mati itu enggak boleh maka dipindahkan ke rest area,” jelas Teten

 

Poin keempat, kemudahan akses pembiayaan. Hal ini mengatur kegiatan usaha mikro dan kecil dapat dijadikan jaminan kredit program, ketersediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendanai kegiatan pemberdayaan dan pengembangan UMK. Lalu, lembaga pembiayaan berorientasi pada kelayakan usaha dan tidak lagi berorietntasi jaminan (collateral). Dalam RUU tersebut juga mengatur kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan UMK.

 

Poin kelima, perluasan akses pasar. RUU ini akan memberikan kepastian terhadap pemasaran produk dan jasa UMKM dan Koperasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau kementerian dan lembaga serta BUMN.

 

Untuk menindaklanjuti RUU tersebut, Kementerian Koperasi dan UMKM sedang menyiapkan tiga Peraturan Pemerintah. Nantinya, PP tersebut menjelaskan lebih rinci mengenai aturan Cipta Kerja klaster UMKM dan Koperasi yang disahkan antara Pemerintah dengan DPR.

 

Sementara itu, Ketua Koperasi Pemuda Indonesia, Pendi Yusuf mempertanyakan mulai berlakunya aturan tersebut. Menurutnya, dengan disahkannya RUU tersebut maka pelaku usaha harus mempersiapkan diri.  “Ini kapan berlaku? Lalu PP-nya bagaimana,” jelas Pendi dalam kesempatan yang sama.

 

Tags:

Berita Terkait