Ini 4 Perbedaan Profesor Riset dan Profesor di Indonesia
Terbaru

Ini 4 Perbedaan Profesor Riset dan Profesor di Indonesia

Diawasi dan dibina oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Status Profesor Riset di Indonesia berbeda dengan Profesor yang berasal dari perguruan tinggi. Hukumonline mencatat bahwa Profesor Riset baru mulai diatur tahun 2004 di Indonesia. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.KEP/128/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya adalah pengaturan pertama soal Profesor Riset. Pasal 25 ayat 2 beleid itu mengatur bahwa Pegawai Negeri Sipil berpangkat Pembina Utama IV/e dengan jabatan fungsional Peneliti Utama bisa mendapatkan gelar Profesor Riset.

Pengaturan selanjutnya diserahkan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai Pembina jabatan fungsional peneliti (sebelum dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN). Penelusuran Hukumonline mencatat bahwa Peraturan LIPI No.15 Tahun 2018 tentang Gelar Profesor Riset (Peraturan LIPI Gelar Profesor Riset) masih digunakan oleh BRIN untuk melantik Profesor Riset hingga saat ini.

Regulasi lain yang mengatur Profesor Riset adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Hukumonline menemukan ketentuan itu dalam Permenpan-RB No.34 Tahun 2018 jo. No.20 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Peneliti (Permenpan-RB Jabatan Fungsional Peneliti) jo. Permenpan-RB No. 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. 

Nah, berikut ini sejumlah perbedaan Profesor Riset dibandingkan dengan Profesor.

Baca Juga:

1. Tidak diperoleh dari kampus

Profesor Riset adalah gelar yang diperoleh pejabat fungsional peneliti atas capaian kerjanya di unit riset berbagai lembaga pemerintah. Permenpan-RB Jabatan Fungsional Peneliti menjelaskan Jabatan Fungsional Peneliti adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan penelitian, pengembangan, dan/atau pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi pada organisasi penelitian, pengembangan, dan/atau pengkajian instansi pemerintah. Pejabat Fungsional Peneliti adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas menjalankan jabatan itu.

Jadi, gelar Profesor Riset diberikan oleh instansi pemerintah tempat peneliti bertugas. Pengawasan dan pembinaan Profesor saat ini dilakukan oleh BRIN. Gelar itu diberikan jika sudah mencapai jenjang jabatan Ahli Utama, memenuhi standar kompetensi, dan melaksanakan orasi ilmiah pengukuhan Profesor Riset.

Kondisi ini berbeda dengan para profesor yang mendapat gelar dari kampus. Mereka ada di bawah pengawasan dan pembinaan kampus yang memberi gelar serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Pasal 40 ayat 1 huruf d Permenpan-RB Jabatan Fungsional Peneliti menyebut Peneliti dapat diberikan gelar di bidang penelitian sebagai berikut: Research Professor (Profesor Riset) untuk Peneliti Ahli Utama.

2. Bukan dosen

Profesor Riset tidak berkaitan dengan status dosen. Perlu diingat, dosen dalam pengaturan Permenpan-RB adalah jabatan fungsional bagi PNS yang bekerja mengajar di perguruan tinggi. Di sisi lain, peneliti adalah jabatan fungsional bagi PNS yang bekerja mengkaji ilmu pengetahuan dan teknologi di unit riset instansi pemerintah.

3. Biasanya pegawai negeri sipil (PNS)

Nah, hampir bisa dipastikan bahwa Profesor Riset adalah PNS. Hal itu karena gelar Profesor Riset diberikan oleh instansi pemerintah tempatnya bertugas sebagai peneliti. Ini berbeda dengan profesor yang bisa diangkat oleh kampus swasta dari dosen-dosen yang juga bukan PNS.

Pasal 4 Permenpan-RB Jabatan Fungsional Peneliti mengatur jenjang jabatan fungsional peneliti terdiri atas peneliti ahli pertama, peneliti ahli muda, peneliti ahli madya, dan peneliti ahli utama. Hanya pemegang jabatan peneliti ahli utama yang bisa memperoleh gelar Profesor Riset. Pasal 33 ayat 4 Permenpan-RB Jabatan Fungsional Peneliti menetapkan kualifikasi pendidikan peneliti ahli utama adalah doktor. Pangkat dari jenjang jabatan peneliti ahli utama adalah IV/d dan IV/e.

Persyaratan dalam Pasal 3 Peraturan LIPI Gelar Profesor Riset terdiri atas substantif dan administratif. Persyaratan substantif adalah telah menduduki jenjang peneliti ahli utama dan memiliki draft Naskah Orasi. Persyaratan administratif adalah dokumen-dokumen prosedural termasuk pengusulan kandidat Profesor Riset dari pimpinan unit tempatnya bekerja.

Namun, Pasal 32 Peraturan LIPI Gelar Profesor Riset juga mengatur soal gelar Profesor Riset kehormatan. Pasal 32 huruf b mengatur bahwa Gelar Profesor Riset kehormatan diberikan kepada: Warga Negara Indonesia selain Peneliti dan/atau warga negara asing yang berjasa luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.

Syarat untuk Pasal 32 huruf b itu dirincikan dalam Pasal 33. Pertama, memiliki rekam jejak yang signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. Kedua, memiliki rekam jejak yang signifikan dalam menghasilkan karya yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Terakhir, menjadi teladan dan motivator bagi komunitas ilmiah dan masyarakat umum.

4. Bukan gelar jabatan

Pasal 1 angka 2 Peraturan LIPI Gelar Profesor Riset menyebut gelar ini sebagai gelar pengakuan, kepercayaan, dan penghormatan yang diberikan atas keberhasilan seorang peneliti ahli utama dalam mengemban tugasnya pada organisasi penelitian, pengembangan, dan/atau pengkajian instansi pemerintah.

Ketentuan itu berbeda dengan profesor dari kampus yang statusnya sebagai gelar jabatan fungsional. Pasal 1 angka 3 UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengatur Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Selanjutnya, Pasal 48 ayat 2 menjelaskan Jenjang jabatan akademik dosen tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor. Lalu, Permenpan-RB No.17 Tahun 2013 jo.No.46 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya jo. Permenpan-RB No.1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. Isinya menegaskan bahwa jabatan fungsional dosen dan jabatan akademik dosen adalah hal yang sama.

Itu berbeda dengan Pasal 4 Permenpan-RB Jabatan Fungsional Peneliti yang jelas mengatur jenjang jabatan fungsional peneliti terdiri atas peneliti ahli pertama, peneliti ahli muda, peneliti ahli madya, dan peneliti ahli utama.

Pasal 23 ayat 2 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan jelas mengatur sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi. Artinya, profesor yang pensiun atau tidak lagi menjadi dosen tidak berhak lagi menggunakan gelar jabatan Profesor pada namanya. Pengaturan semacam ini tidak ditemukan dalam Peraturan LIPI Gelar Profesor Riset. Mungkin saja gelar Profesor Riset masih bisa terus digunakan seumur hidup meski sudah pensiun.

Tags:

Berita Terkait