Ingat! Sertifikasi Produk Halal Jangan Sulitkan Masyarakat dan Pengusaha
Berita

Ingat! Sertifikasi Produk Halal Jangan Sulitkan Masyarakat dan Pengusaha

​​​​​​​Tak semua produk kebutuhan masyarakat harus mendapatkan sertifikasi halal.

CR-26
Bacaan 2 Menit
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Foto: RES
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Foto: RES

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan, sertifikasi produk halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) jangan sampai menyulitkan masyarakat dan pengusaha. Ia berharap, terkait sertifikasi produk halal ini dapat segera rampung.

 

"Ya bagaimana masyarakat itu terjamin, selamat, sekaligus juga mempermudah para pengusaha dan prosesnya yang tidak menyulitkan. Rapat kali ini memfinalisasi rancangan PP tentang produk jaminan halal, untuk dilanjutkan teknisnya," katanya usai memimpin rapat tentang jaminan produk halal di Kantor Wakil Presiden Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (30/4).



Kalla menjelaskan, bahwa nantinya tidak semua produk kebutuhan masyarakat harus mendapat sertifikat halal, melainkan hanya produk dari bahan kulit binatang yang akan mendapat sertifikasi halal dari BPJPH dan MUI. "Itu hanya produk makanan, pengobatan. Sering orang khawatir karena ada bilang semua yang digunakan. Seperti baju itu tidak; hanya yang berasal dari binatang seperti jaket kulit," katanya.



Sementara itu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, yang turut hadir dalam rapat, mengatakan, pembahasan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) sudah mencapai tahap finalisasi dan mencari kesamaan persepsi dengan Kementerian Perdagangan terkait pemasaran industri produknya.



"Intinya di tingkat eselon I dan II, dari lintas kementeran dan lembaga terkait termasuk MUI itu sudah final. Itu tadi dibawa ke tingkat menteri untuk mencapai kesamaan persepsi dalam melihat sejumlah norma yang diatur. Perlu adanya pentahapan terkait dengan produk yang perlu mendapatkan sertifikasi halal itu," jelas Lukman.



Lukman menambahkan, dalam rancangan PP tersebut juga akan dituliskan produk turunan yang harus mendapatkan label halal antara lain adalah makanan, minuman, kosmetik dan obat-obatan. Selain itu, dalam rancangan PP juga akan diatur mengenai proses pelabelan halal yang diharapkan memakan waktu paling lama 62 hari sejak produk tersebut masuk daftar ke BPJPH.



Mekanisme pengajuan sertifikasi halal ialah dengan membawa sampel produk ke BPJPH beserta lampiran dokumen persyaratan yang diperlukan. BPJPH kemudian mengirimkan berkas persyaratan tersebut ke Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang memiliki 1.700 auditor untuk memverifikasi berkas tersebut.



Setelah itu, BPJPH mengirimkan kembali berkas yang telah diverifikasi LPH ke MUI, sebagai tahap terakhir pemberi label halal terhadap suatu produk. Setelah mendapat pengesahan dari MUI, berkas produk tersebut kemudian dikirim kembali ke BPJPH untuk diselesaikan dan kemudian dikeluarkan label halal untuk produk tersebut.

 

Baca:

 

Sebelumnya, sejak 4 tahun berlakunya UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), namun BPJPH masih belum juga merampungkan berbagai persiapan mulai dari ketersediaan LPH yang terakreditasi BPJPH dan MUI, standar akreditasi LPH, sertifikasi auditor halal, sistem pendaftaran sertifikasi halal yang memudahkan pelaku usaha dan sebagainya.

 

Sementara UU JPH mengatur bahwa terhitung sejak tanggal 17 Oktober 2019 atau 5 tahun pasca diundangkannya UU JPH, maka seluruh produk yang masuk dalam kategori UU JPH harus memiliki ‘label halal’ dan ‘label tidak halal’. Kewajiban labelisasi ini disebut juga dengan mandatory sertifikasi halal. Dengan ketidaksiapan BPJPH tersebut, lembaga yang saat ini berwenang untuk melakukan sertifikasi halal menjadi ramai dipertanyakan.

 

Ketua MUI Ma’ruf Amin angkat bicara. Dia mengatakan bahwa yang menentukan halal dan haramnya suatu produk tetap berada di bawah kewenangan LPPOM MUI yang nantinya akan ditetapkan melalui Fatwa MUI, termasuk wewenang untuk melakukan verifikasi terhadap LPH dan auditor merupakan ranah MUI.

 

“Sedangkan BPJPH hanya menerima pendaftaran dan hal-hal yang sifatnya adminstratif,” kata Ma’ruf Amin dalam seminar Mandatory Sertifikasi Halal beberapa waktu lalu.

 

Ketua LPPOM MUI Lukmanul Hakim turut menegaskan memang sejak awal sudah jelas, BPJPH bertugas dalam konteks Administrative Agency, sedangkan LPPOM MUI bertugas dalam konteks Subtantive Agency.

 

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, turut menyayangkan ketidaksiapan BPJPH dalam melaksanakan amanat UU JPH, sehingga memunculkan kegamangan bagi pelaku usaha terkait ke mana otoritas yang sah untuk mendaftarkan sertifikasi halal?

 

“Sementara BPJPH belum juga rampung menyediakan sistem, sarana dan prasarana dalam mewadahi keperluan administrasi sertifikasi halal,” ujarnya. (ANT)

Tags:

Berita Terkait