Indonesia Jadi Negara Terbaik Perbaiki Regulasi Bisnis
Berita

Indonesia Jadi Negara Terbaik Perbaiki Regulasi Bisnis

Tertuang dalam laporan tahunan Doing Business 2018 yang dirilis oleh Bank Dunia, peringkat kemudahan berusaha Indonesia di 2018 secara keseluruhan naik 19 peringkat menjadi posisi 72 dari 190 negara yang disurvei. Laporan tersebut menginvestigasi regulasi-regulasi di suatu negara yang meningkatkan aktivitas bisnis maupun yang membatasi.

M. Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi iklim investasi. BAS
Ilustrasi iklim investasi. BAS

Laporan terbaru Kelompok Bank Dunia "Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs" mencatat Indonesia menjadi negara yang telah membuat perbaikan terbesar dalam hal regulasi bisnis di antara negara-negara Asia Timur dan Pasifik. Indonesia yang menempati posisi pertama diikuti oleh Kamboja, Kepulauan Solomon, Brunei Darussalam dan Malaysia secara berturut-turut.

 

"Indonesia adalah negara dengan perbaikan terbesar dari sejak 2005 hingga 2018," kata Operation Analyst World Bank, Dorina Georgieva, seperti dikutip Antara saat video conference di Jakarta, Rabu (1/11).

 

Secara peringkat, dalam empat tahun terakhir posisi Indonesia juga terus merengsek naik dari posisi 114 pada 2014, lalu 109 pada 2015, kemudian 91 pada 2016, lalu menjadi 72 pada tahun ini. Di 2016-2017, Indonesia melakukan tujuh reformasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha, yang merupakan jumlah reformasi tertinggi dalam satu tahun.

 

Di kawasan Asia Timur dan Pasifik, Indonesia cuma kalah dari Brunei Darussalam dan Thailand yang telah melakukan delapan reformasi kemudahan berusaha. Tujuh reformasi tersebut antara lain biaya memulai usaha dibuat lebih rendah dengan penurunan dari sebelumnya 19,4 persen menjadi 10,9 persen pendapatan per kapita.

 

Biaya mendapatkan sambungan listrik dibuat lebih murah dengan mengurangi biaya sambungan dan sertifikasi kabel internal. Biaya untuk mendapatkan sambungan listrik kini 276 persen dari pendapatan per kapita, turun dari 357 persen. Di Jakarta, dengan proses permintaan untuk sambungan baru yang lebih singkat, listrik juga didapatkan dengan lebih mudah.

 

Akses perkreditan juga ditingkatkan dengan dibentuknya biro kredit baru. Selain itu, perdagangan lintas negara difasilitasi dengan memperbaiki sistem penagihan elektronik untuk pajak, bea cukai serta pendapatan bukan pajak. Akibatnya, waktu untuk mendapatkan, menyiapkan, memproses, dan mengirimkan dokumen saat mengimpor turun dari 133 jam menjadi 119 jam.

 

Pendaftaran properti dibuat lebih murah dengan pengurangan pajak transfer, sehingga mengurangi biaya keseluruhan dari 10,8 persen menjadi 8,3 persen dari nilai properti. Kemudian, hak pemegang saham minoritas diperkuat dengan adanya peningkatan hak, meningkatkan peran mereka dalam keputusan perusahaan besar, dan peningkatan transparansi perusahaan.

 

Dari sisi pembayaran pajak, pelaporan pajak kini telah berbasis online dan pemerintah juga sudah menurunkan pajak penghasilan (PPh) untuk pembelian rumah murah dari sebelumnya 5 persen menjadi 2,5 persen. (Baca Juga: Saran Notaris Italia dan Dubes Belanda untuk Perbaiki EoDB Indonesia)

 

Di samping itu, laporan terbaru Kelompok Bank Dunia Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs mencatat peringkat kemudahan berusaha Indonesia naik dari posisi 91 menjadi posisi 72 dari 190 negara. Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo A Chaves mengatakan, Indonesia mempercepat laju reformasi dalam beberapa tahun terakhir dan upaya tersebut memberikan hasil.

 

"Kami memuji tekad pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha di Indonesia. Melanjutkan momentum dan upaya memperluas reformasi yang mengikutsertakan keterbukaan dan persaingan, merupakan kunci untuk menstimulasi lebih jauh lagi sektor swasta di negara ini," ujar Chaves.

 

Di bidang memulai usaha, Indonesia telah melakukan reformasi paling banyak dalam 15 tahun, dengan delapan reformasi sejak 2003. Akibatnya, untuk memulai bisnis baru di Jakarta sekarang dibutuhkan waktu 22 hari, dibandingkan dengan 181 hari di laporan Doing Business 2004. Namun, jumlah prosedur untuk mendaftarkan bisnis baru tetap tinggi, yaitu 11 prosedur, dibandingkan dengan lima prosedur di negara ekonomi berpendapatan tinggi OECD.



Indonesia juga melakukan perbaikan signifikan dalam menyelesaikan kepailitan, dan hal tersebut merupakan pencapaian yang terbaik. Pada 2003, tingkat pemulihan hanya 9,9 sen untuk setiap dolar. Kini tingkat tersebut telah melompat secara signifikan sampai 65 sen.


Indonesia masih perlu perbaikan di bidang penegakan kontrak. Sementara biaya untuk menyelesaikan perselisihan komersial melalui pengadilan negeri di Jakarta menurun hampir separuh dari 135,3 persen dari klaim di 2003 menjadi 74 persen sekarang. Hal tersebut masih jauh lebih tinggi dari rata-rata 21,5 persen di negara ekonomi berpendapatan tinggi anggota OECD.

 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong meyakini peningkatan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) Indonesia akan membantu upaya menggalang investasi. (Baca juga: Ketua MK: Jangan Sampai Hukum Internasional Menegasi Hukum Bisnis Indonesia)

 

"Peningkatan EoDB akan sangat membantu menggalang PMA (penanaman modal asing) dan PMDN (penanaman modal dalam negeri). Ini bagian dari pengakuan dunia bahwa Indonesia serius mengenai reformasi perekonomian," kata Thomas.

 

Thomas mengatakan peningkatan peringkat EoDB konsisten dengan pemeringkatan lainnya, seperti dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) dan Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development/UNCTAD) yang meningkatkan peringkat Indonesia sebagai destinasi investasi.

 

Dia juga mengingatkan bahwa persaingan dengan negara-negara pesaing utama Indonesia terkait upaya menarik investasi akan semakin sengit. Peringkat kemudahan berusaha Indonesia dibanding negara-negara ASEAN berada di urutan enam setelah Singapura dengan peringkat 2 dalam EoDB 2018, Malaysia (24), Thailand (26), Brunei Darussalam (56), dan Vietnam (68).

 

"Saya garis bawahi, persaingan negara tetangga super sengit. Peringkat dua saingan utama di ASEAN, yaitu Thailand dan Vietnam, masih di atas dan mereka gencar membenahi diri dan memperlancar perdagangan sehingga semakin besar porsi rantai produksi regional yang pindah ke mereka," tutur Thomas.

 

Ia menilai Indonesia harus terus melakukan reformasi perekonomian lebih lanjut guna menghindari kehilangan pangsa pasar. "Memang porsi kita dari kue manufaktur dunia naik terus, namun negara lain lebih dahsyat juga. Sektor jasa juga sangat berperan dan dipengaruhi kemudahan usaha," ucap Thomas. (Baca juga: 3 Fokus Perbaikan Indikator Kemudahan Berusaha)

 

Perbaiki Sejumlah Indikator

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa pemerintah akan fokus memperbaiki sejumlah indikator yang terkait dengan kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) untuk lebih meningkatkan peringkat Indonesia ke depannya.

 

Menurut Darmin, indikator yang akan difokuskan untuk diperbaiki adalah yang angka peringkatnya masih di atas 100. "EoDB sebenarnya indeks komposit atau gabungan dari berbagai hal. Kalau dilihat menurut kelompok, terdapat 10 bagian terkait aspek penilaian peringkat EoDB. Memang masih ada juga yang masih peringkatnya tidak bagus," ucap Darmin.


Indikator tersebut antara lain menyangkut pelaksanaan kontrak (enforcing contracts), memulai usaha (starting a business), pendaftaran properti (registering property), proses pembayaran pajak (paying taxes), perizinan mendirikan bangunan (dealing with construction permits) dan perdagangan lintas batas (trading across borders).

 

"Kalau di perdagangan lintas batas, kami harus bicara dengan 10 entitas yang berfungsi di pelabuhan. Bea dan Cukai akan memperbaiki pengurangan lartas yang masih mungkin akan selesai dalam satu dua bulan ini," tutur Darmin.

 

Perbaikan peringkat untuk indikator memulai usaha yang berada di urutan 144 dilakukan dengan cara mengurangi prosedur perizinan dan penerapan layanan sistem dalam jaringan (online). Untuk sistem pembayaran pajak Indonesia yang berada di peringkat 114, perbaikan dilakukan dengan cara melanjutkan program "e-Filing" dan memperbaiki basis data perpajakan. Sementara, untuk memperbaiki peringkat EoDB 2018 untuk izin mendirikan bangunan yang berada di urutan 108 dilakukan dengan cara simplifikasi prosedur dan memperkuat inspeksi bangunan.

 

Dalam laporan tahunan "Doing Business 2018" yang dirilis oleh Bank Dunia, peringkat kemudahan berusaha Indonesia di 2018 secara keseluruhan naik 19 peringkat menjadi posisi 72 dari 190 negara yang disurvei. Laporan tersebut menginvestigasi regulasi-regulasi di suatu negara yang meningkatkan aktivitas bisnis maupun yang membatasi. Data dalam laporan "Doing Business 2018" berlaku mulai 1 Juni 2017.

 

"Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah menjadi tempat yang lebih mudah untuk berusaha. Prestasi ini tidak terlepas dari kerja keras semua pihak," ujar Darmin.

 

Tags:

Berita Terkait