Indonesia-Arab Saudi Jajaki Kebijakan Khusus
Berita

Indonesia-Arab Saudi Jajaki Kebijakan Khusus

Walau masa amnesti di Arab Saudi sudah berakhir TKI masih dapat melakukan perbaikan dokumen ketenagakerjaan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Indonesia-Arab Saudi Jajaki Kebijakan Khusus
Hukumonline

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigasi (Menakertrans), Muhaimin Iskandar, mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi, Adel M Fakeih, di Meksiko City, Meksiko. Pada pertemuan itu kedua Menteri membahas penanganan pekerja migran dan WNI yang overstay di Arab Saudi, dan program perbaikan status ketenagakerjaan atau dikenal amnesti.

Lewat Adel, Muhaimin mengaku sudah meminta pemerintah Arab Saudi memberi kemudahan pekerja migran Indonesia yang melakukan perbaikan dokumen. Menurutnya hal itu diperlukan karena masa berlaku program amnesti sudah habis awal bulan ini.

Padahal, masih banyak pekerja migran dan WNI yang belum selesai mengurus perbaikan dokumen itu. Sekalipun program amnesti sudah berakhir Muhaimin berharap ada kebijakan khusus dari pemerintah Arab Saudi untuk pekerja migran Indonesia. Baik kepada mereka yang mengurus dokumen untuk bekerja kembali maupun mendapat exit permit untuk kembali ke Indonesia.

“Kami harap ada kemudahan dan percepatan dalam pengurusan dokumen kerja bagi TKI yang ingin kembali bekerja di sana, termasuk mendorong para pengguna atau majikannya agar membantu melengkapi dokumen kerja yang dibutuhkan,” kata Muhaimin dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Jumat (15/11).


Selaras dengan itu Muhaimin mengimbau para pekerja migran Indonesia di Arab Saudi segera mengurus perbaikan dokumen ketenagakerjaan. Sehingga status mereka dapat ditingkatkan menjadi berdokumen lengkap. Sehingga dapat bekerja secara sah di Arab Saudi.

Menanggapi permintaan Muhaimin, Adel berjanji pemerintah Arab Saudi akan membantu proses perbaikan status pekerja migran Indonesia. “Meskipun program amnesti telah berakhir, pemerintah Arab Saudi akan tetap membantu proses perbaikan status kerja ini. Namun dengan catatan, KBRI dan KJRI segera berkoordinasi dengan memberitahu dan menyerahkan data-data WNI /TKI yang sudah terdaftar ke pemerintah Saudi”.

Kebijakan pemerintah Arab Saudi yang mereformasi bidang ketenagakerjaan dilakukan sebagai upaya peningkatan perlindungan terhadap pekerja migran. Termasuk pekerja migran Indonesia. Pemerintah Arab Saudi melakukan reformasi di bidang ketenagakerjaan sejak 18 Agustus 2010. Program amnesti digulirkan untuk memberi sanksi tegas kepada semua pihak yang tidak patuh regulasi ketenagakerjaan. Selain itu seperti dituturkan Muhaimin, Adel meminta pemerintah Indonesia untuk segera menyetujui MoU penempatan dan perlindungan pekerja migran dengan pemerintah Arab Saudi. Muhaimin berjanji segera meneruskan dan menyelesaikan perundingan untuk penyusunan nota kesepahaman kedua negara.

Sampai saat ini Kemnakertrans mencatat 101.067 pekerja migran dan WNI mengikuti pelayanan pendaftaran Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Dari jumlah itu 18.140 orang sudah mendapat legalisasi perjanjian kerja. Sedangkan yang berada di tahanan imigrasi (Tarhil) Arab Saudi ada 8.400 orang. Yang pulang ke tanah air 7.683 orang terdiri dari 6.968 orang pulang mandiri dan 715 orang dipulangkan pemerintah Indonesia dengan menggunakan empty flight.

Sebelumnya, koordinator Migrant Worker Task Force, Indonesia Diaspora Network, Riawandi Yakub, mengatakan masa amnesti di Arab Saudi berakhir pada 3 November 2013. Tenggang waktu tujuh bulan yang diberikan Arab Saudi dianggap tidak berhasil menjangkau dan mendata seluruh pekerja migran Indonesia. Apalagi tidak semua pekerja migran mudah dihubungi, sehingga penyampaian informasi adanya masa amnesti tidak dapat dilakukan maksimal.

Dari data yang diperoleh Riawandi mencatat ada lebih dari 73 ribu pekerja migran Indonesia yang memiliki Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Namun, dengan berbagai alasan mereka dinyatakan gagal mendapat izin kerja dan terancam di deportasi. Ironisnya yang ditahan di Tarhil sebagian terdiri dari anak-anak dan orang tua. Jika tidak diatasi secara terpadu dan cepat maka kondisi itu bisa menimbulkan krisis kemanusiaan.

Oleh karenanya Riawandi mengatakan pemerintah Indonesia lewat KBRI dan KJRI harus meningkatkan penyebaran informasi yang akurat mengenai apa yang harus dilakukan pekerja migran Indonesia pasca pemberlakuan amnesti. Sehingga pekerja migran tidak terjebak oknum-oknum yang melakukan penipuan. Pemerintah juga dituntut untuk menjamin perlindungan pekerja migran agar tidak mendapat perlakuan buruk di tempat penahanan atau deportasi.

Selain itu Riawandi menyebut pemerintah harus menyediakan angkutan pemulangan bagi pekerja migran Indonesia. Sebab jumlah mereka sangat besar dan sebagian tidak punya biaya untuk pulang ke tanah air. “Dengan demikian diharapkan para TKI tidak terombang ambing nasibnya dan berlama-lama di tempat deportasi,” paparnya.

Untuk meminimalisir jumlah pekerja migran yang masuk daftar hitam, Riawandi mengusulkan pemerintah memfasilitasi pencarian data dan memperbaiki data paspor lama. Sehingga nama pekerja migran yang bersangkutan dikeluarkan dari daftar hitam tersebut dan berkesempatan untuk mencari pekerjaan di Arab Saudi. “Tidak ada salahnya pemerintah Indonesia terus melakukan lobi kepada Arab Saudi terhadap kemungkinan memberikan amnesti baru atau memperpanjang masa amnesti yang telah diberikan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait