Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan 2017 Turun, Begini Respons Pekerja dan Pengusaha
Berita

Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan 2017 Turun, Begini Respons Pekerja dan Pengusaha

Seluruh pemangku kepentingan diharapkan lebih fokus membenahi indikator yang menyebabkan turunnya IPK 2017 seperti kesejahteraan pekerja, pelatihan, dan produktivitas.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Jumlah penduduk yang bekerja dan menerima upah tapi belum ikut JKN paling rendah di provinsi Jakarta, dari 3,3 juta pekerja, sekitar 425 ribu pekerja (12,82 persen) belum terdaftar program JKN. Provinsi Bali, dari 1 juta pekerja, yang belum ikut JKN sebanyak 703 ribu pekerja (65,93) persen, dan provinsi Yogyakarta dari 883 ribu pekerja, sebanyak 638 ribu pekerja (72,22 persen) belum terdaftar JKN.

Menurut Timboel pemerintah pusat dan daerah harus fokus meningkatkan berbagai indikator untuk menaikan IPK seperti kesempatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan pekerja, perencanaan tenaga kerja dan jaminan sosial. “Salah satu caranya bisa dilakukan pemerintah dengan berkomitmen dan menegakan hukum secara baik di bidang ketenagakerjaan,” katanya di Jakarta, Kamis (7/12).

Direktur Eksekutif DPN Apindo, Agung Pambudi, mengatakan turunnya IPK 2017 harus menjadi momentum seluruh pemangku kepentingan seperti pengusaha dan pekerja untuk mencermati berbagai faktor yang menyebabkan IPK itu turun. Misalnya soal produktivitas, terkait dengan keterampilan yang dimiliki pekerja. Sebagaimana diketahui selama ini terjadi mismatch antara dunia pendidikan dengan kebutuhan industri. Dalam beberapa waktu terakhir pemerintah giat membenahi persoalan itu dengan menggalakan pendidikan vokasi dan pemagangan.

Untuk pelatihan kerja, Agung mengusulkan kepada pemerintah untuk merevitalisasi balai latihan kerja (BLK) yang tersebar di berbagai daerah. Menurutnya sudah banyak BLK yang tidak mampu menghasilkan tenaga kerja dengan keterampilan sesuai kebutuhan industri. Menurutnya BLK perlu menjalin kerjasama dengan industri yang ada disekitarnya agar pelatihan yang digelar selaras dengan keterampilan yang dibutuhkan dunia usaha.

Mengenai upah, Agung menyebut upah minimum yang ada saat ini melebihi kapasitas perekonomian sehingga menyulitkan dunia usaha untuk memenuhinya, terutama perusahaan skala menengah ke bawah. Untuk perusahaan besar, tidak ada persoalan terkait upah minimum, bahkan mereka bisa membayar upah di atas ketentuan. “Memang untuk perusahaan skala menengah ke bawah pengupahannya sering jadi temuan petugas pengawas,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (8/12).

Tags:

Berita Terkait