Implementasi UU Ormas Multitafsir
Berita

Implementasi UU Ormas Multitafsir

Mengancam kebebasan berserikat, berkumpul dan berorganisasi.

ADY
Bacaan 2 Menit
Aksi massa menolak UU Ormas ketika masih RUU. Foto: SGP
Aksi massa menolak UU Ormas ketika masih RUU. Foto: SGP
Apa kabar  UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)? Tak terasa usia Wet ini sudah hampir setahun. Disahkan dan berlaku pada 22 Juli 2013, UU Ormas sejak awal menuai kecaman dari sejumlah kalangan. Toh, pemerintah dan DPR tetap bergeming.

Kini, hampir setahun setelah berlaku, organisasi masyarakat sipil menilai UU Ormas masih multitafsir di lapangan. Ini berarti kekhawatiran awal kelompok masyarakat sipil yang mengkritik UU ini terbukti. UU Ormas masih mengancam kebebasan berserikat, berkumpul, dan berorganisasi.

Direktur Eksekutif YAPPIKA, Fransiska Fitri, mencontohkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).  Berdasarkan pengamatan Iko—begitu ia biasa disapa—pemerintah daerah menafsirkan semua ormas wajib mendaftar atau registrasi ke Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) agar bisa mendapatkan SKT. Kewajiban bagi semua organisasi massa itu diiringi ancaman pembubaran, pencabutan izin, menutup akses, atau dicap sebagai organisasi illegal.

Iko melihat aparat pemda tak pandang bulu apakah organisasi itu yayasan atau ormas. Majelis taklim pun dipandang sebagai ormas, sehingga wajib registrasi. “Yang mereka maksud organisasi itu ormas, LSM, yayasan dan bahakan majelis taklim harus punya SKT,” katanya dalam jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch di Jakarta, Rabu (02/7) siang.

Benarkah pendaftaran itu wajib? Sepengetahuan Iko, anggota Pansus RUU Ormas dari PKS, Indra, pernah menyampaikan sebaliknya di sidang Mahkamah Konstitusi. Seperti dituturkan Iko, Indra tak menjawab mengenai sanksi jika ormas tidak mendaftar. Di lapangan, pemda justru mewajibkan semua ormas mendaftar. “Itu yang berkembang di lapangan pasca implementasi UU Ormas,” paparnya.

Iko berpendapat kewajiban registrasi bagi ormas merupakan benih represi yang lahir dari ketidakpastian hukum terkait kebebasan berserikat dan berorganisasi. Hal tersebut menimbulkan dampak konstitusional dan aktual terhadap ormas. Seperti izinnya dicabut, dicap ilegal, dibubarkan, akses terhadap anggaran pemerintah ditutup dan tidak mendapat pelayanan. Ia memprediksi ke depan bakal muncul peraturan turunan yang melanjutkan kerancuan UU Ormas. Terutama lewat peraturan yang diterbitkan pemerintah daerah.

Iko meminta pemerintah mendatang mengatur organisasi masyarakat sipil dalam kerangka hukum yang benar. Organisasi masyarakat dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu berbasis keanggotaan dan tidak. Untuk organisasi masyarakat yang tidak berbasis keanggotaan sudah ada UU Yayasan.

Untuk organisasi berbasis keanggotaan selama ini mengacu pada regulasi warisan Belanda. Oleh karenanya, dibutuhkan UU Perkumpulan untuk mengakomodir organisasi berbasis anggota yang jenisnya beragam. Misalnya, ada organisasi yang massanya kecil atau besar. Kemudian ada organisasi masyarakat yang merupakan gabungan dari sejumlah organisasi.

Peneliti PSHK, Ronald Rofiandri, khawatir bentuk represi dari implementasi UU Ormas yang sudah dimulai pemerintah daerah akan berujung ke tingkat nasional. Kondisi itu menegaskan adanya penafsiran sepihak oleh pemerintah terhadap UU Ormas. “Jadi orang yang aktif berorganisasi dan berserikat itu harus dikontrol. Pemerintah menganggap tidak produktif dan tidak searah dengan agenda nasional,” tukasnya.

Ronald mengingatkan pemerintah yang baru nanti punya kesempatan untuk mendorong terciptanya kebebasan berserikat dan berkumpul ke arah yang lebih demokratis.

Peneliti Elsam, Wahyudi Djafar, menjelaskan selain KKB, PP Muhammadiyah juga telah mengajukan uji materi terhadap UU Ormas ke MK. Ia memprediksi MK mengeluarkan putusannya setelah menyelesaikan sengketa Pemilu.

Wahyudi berharap pada MK agar putusannya melindungi kebebasan berserikat, berorganisasi dan berkumpul. Jika MK mencabut UU Ormas maka tugas pemerintahan ke depan tinggal merancang RUU yang lebih demokratis dan baik dalam mengatur organisasi masyarakat sebagaimana amanat konstitusi,
Tags: