Implementasi Penelitian Hukum Normatif
Kolom

Implementasi Penelitian Hukum Normatif

Output yang idealnya dihasilkan dalam penelitian hukum normatif adalah rekomendasi terkait eksistensi norma. Rekomendasi tersebut harus dituangkan pada bagian kesimpulan dan saran pada penelitian hukum normatif.

Implementasi Penelitian Hukum Normatif
Hukumonline

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah memberi pedoman yang ringkas dan mudah dipahami mengenai penelitian hukum normatif. Disebut penelitian hukum normatif karena yang menjadi pokok persoalan dalam penelitian adalah norma, dalam hal ini norma dibaca sebagai peraturan perundang-undangan (hukum positif).

Penelitian bersifat normatif berasal dari kata norma dan mendapat akhiran kata sifat ‘if’ atau ‘ive’ (normatif/normative) sehingga pokok persoalan dalam penelitian dapat dikatakan hukumnya (baca: perundangan) terjadi kekosongan atau terjadi kekaburan hukum maupun terjadi antinomi (pertentangan) dua atau lebih hukum positif sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Perbedaan mendasar penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum normatif meneliti persoalan yang berasal dari norma, sedangkan dalam penelitian hukum empiris meneliti persoalan yang bersumber pada perilaku (behaviour) atau kecenderungan perilaku (behaviour trend) sehingga berkaitan dengan situasi empiris seperti waktu, frekuensi hingga lokasi (Hanitijo, 1990). Sebaliknya fokus dari penelitian hukum normatif adalah norma baik yang telah ada maupun gagasan akan kebutuhan lahirnya norma baru.

Baca juga:

Terdapat tiga hal yang menjadi titik sentral dari penelitian hukum. Pertama, terjadinya kekosongan hukum, yang artinya telah lahir perilaku yang menimbulkan konsekuensi namun belum ada hukum positif yang mengatur. Misalnya pada saat masyarakat telah melakukan transaksi elektronik namun pada saat itu belum diundangkan UU ITE atau UU Perlindungan Data Pribadi. Contoh lainnya adalah profesi perencana keuangan telah ada secara konkret namun belum tersedia payung hukumnya.

Kedua, persoalan normatif (baca: perundangan) yang bersumber pada tidak jelasnya peraturan perundang-undangan. Pengertian tidak jelas di sini adalah masih membutuhkan tafsir lebih lanjut, sehingga menimbulkan kemungkinan tafsir yang berbeda-beda dan akibatnya norma tersebut gagal membentuk perilaku yang sama dalam masyarakat karena adanya perbedaan tafsir.

Ketiga, persoalan norma diawali dari pertentangan dua atau lebih norma (baca: perundangan) sehingga menimbulkan perilaku yang berbeda-beda bahkan bertentangan, dalam persoalan ini justru timbul kekacauan hukum (antinomi) akibat pertentangan norma tersebut.

Sifat Penelitian Normatif

Sesuai sifatnya, penelitian hukum normatif tidak menggunakan data primer (data yang berasal dari sumber langsung). Sebaliknya, penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder yakni data yang tidak berasal dari sumber langsung. Peter Mahmud Marzuki (2002), menjelaskan bahwa dalam penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder yang terbagi menjadi tiga bahan hukum yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Artinya jika pun ada wawancara maupun angket (hal-hal di luar ketiga bahan hukum tersebut) sifatnya hanyalah pendukung saja.

Bahan hukum primer dalam penelitian hukum normatif adalah peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan (termasuk dalam hal ini putusan Mahkamah Konstitusi). Dikatakan bahan hukum primer meskipun sifatnya data sekunder karena sifatnya mengikat (karena berasal dari norma).

Sedangkan bahan hukum sekunder, adalah teori, dalil hingga data yang bersumber dari buku literatur maupun kajian jurnal dan artikel ilmiah. Misalnya teori economic analysis of law yang bersumber dari buku Richard Posner atau legal theory of finance yang bersumber dari buku Katharina Pistor.

Pengertian dari teori adalah dalil yang telah diuji kebenarannya dan membantu peneliti dalam menganalisis suatu persoalan hukum, sehingga mutlak diperlukan teori yang tepat di dalam penelitian normatif. Pada umumnya dalam penelitian normatif selain menjelaskan mengenai teori yang dipergunakan dalam penelitian tetapi juga menjelaskan relevansi dan alasan peneliti menggunakan teori tersebut. Perlu digarisbawahi bahwa jelas yang dimaksud teori adalah bukan sekadar uraian definisi. Terakhir adalah bahan hukum tertier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk mengenai persoalan yang diteliti.

Meskipun data dan bahan hukum yang dipergunakan sama, namun setiap penelitian normatif akan melahirkan originalitas masing-masing. Metode analisis dalam penelitian hukum normatif adalah kualitatif artinya analisa dan pengambilan kesimpulan tidak ditentukan dengan jumlah, frekuensi maupun ukuran tertentu (kuantitatif). Pendekatan kualitatif artinya pendekatan (approach) berdasarkan kesamaan masalah, kondisi yang berkaitan dan memiliki irisan dengan membandingkan terhadap teori yang ada maupun kajian terdahulu.

Bagian kajian terdahulu (penelitian sebelumnya yang serupa) perlu diuraikan oleh peneliti untuk menunjukkan bahwa peneliti telah melakukan penelusuran terhadap penelitian sebelumnya dan membedakannya terhadap penelitian normatif yang saat ini dilakukan oleh penulis. Peneliti harus mampu menguraikan perbedaan dan kebaharuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti (state of the art). Masuk pada bagian pembahasan di dalam penelitian, jelas sifat penelitian normatif haruslah runut dan logis. Implementasinya yang jelas yakni harus ada keterkaitan jelas antara pembahasan dan rumusan masalah (research question).

Dalam penyusunan rumusan masalah dikenal dua model yakni dengan dependen dan independen. Dependen artinya antar rumusan masalah saling berkaitan, konsekuensinya bahwa pembahasan satu bagian akan berkaitan dengan hasil pembahasan bagian sebelumnya. Sebaliknya model independen meskipun antar rumasan masalah memiliki keterkaitan tetapi pembahasan antar bagian tidak saling berkaitan langsung (saling mempengaruhi). Dikatakan independen karena bukan merupakan bentuk sebab akibat antara rumusan masalah dan pembahasan antara satu dan yang lainnya.

Output yang idealnya dihasilkan dalam penelitian hukum normatif adalah rekomendasi terkait eksistensi norma (baca: perundangan). Rekomendasi tersebut harus dituangkan pada bagian kesimpulan dan saran pada penelitian hukum normatif. Pada persoalan (rumusan masalah) yang berasal dari kekosongan hukum maka idealnya rekomendasi yang dihasilkan adalah pembuatan norma untuk mengatasi kekosongan hukum tersebut, dan juga norma seperti apakah yang diperlukan untuk mengisi kekosongan hukum tersebut berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya yang ditunjang oleh berbagai data dan teori.

Pada masalah yang berasal dari kekaburan hukum maka output dalam kesimpulan dapat berupa pembuatan aturan untuk memperjelas sehingga tidak timbul multitafsir atau amendemen suatu aturan yang sifatnya menyempurnakan. Terakhir pada masalah penelitian yang bersumber pada pertentangan hukum maka kesimpulan yang dapat diberikan oleh peneliti adalah mencabut salah satu atau keduanya guna memberikan kepastian hukum dan menghentikan situasi antinomi yang timbul akibat pertentangan norma tersebut. Demikian kiranya artikel ini bisa menjadi pedoman penelitian normatif dan membantu para peneliti dalam mengimplementasikan penelitian hukum normatif .

*)Dr. Rio Christiawan,S.H.,M.Hum.,M.Kn., adalah Associate Professor Bidang Hukum dan Pakar Penulisan Hukum.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Universitas Prasetiya Mulya dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait