Imparsial Minta SKB Penanganan Radikalisme ASN Dicabut
Berita

Imparsial Minta SKB Penanganan Radikalisme ASN Dicabut

SKB ini dinilai sebagai kebijakan yang eksesif (melampaui kebiasaan) yang berpotensi menimbulkan masalah baru yang berujung membatasi kebebasan berekspresi dan sewenang-wenang terhadap ASN.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

“Tapi penting ditegaskan bahwa upaya pencegahan dan penanganan ujaran kebencian oleh pemerintah, termasuk yang dilakukan oleh ASN harus mengacu pada prinsip dan standar HAM, terutama terkait perlindungan kebebasan berekspresi,” ujarnya mengingatakan.

 

Untuk menjamin perlindungan atas kebebasan berekspresi, Gufron menekankan ujaran kebencian harus didefinisikan secara ketat (limitatif). Mengacu Pasal 20 ayat (2) ICCPR, ujaran kebencian yang dilarang dan pada level tertentu ditangani melalui proses hukum yakni ujaran kebencian yang memiliki unsur ajakan atau hasutan untuk melakukan tindakan kekerasan, diskriminasi, dan permusuhan kepada individu atau kelompok atas dasar suku, agama, ras, golongan, orientasi seksual, dan lainnya.

 

Untuk itu, Gufron kembali mengingatkan upaya pencegahan dan penanganan ujaran kebencian, termasuk yang melibatkan ASN harus mengacu regulasi dan mekanisme hukum yang berlaku. “Imparsial mendesak pemerintah mencabut portal aduan dan SKB tentang Penanganan Radikalisme ASN itu,” pintanya.

 

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai aturan seperti ini diperlukan karena ASN itu alat politik negara. Sebagai alat politik Negara, ASN harus menjalankan ideologi politik negara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meski demikian, Beka mengingatkan agar pelaksanaan SKB ini jangan sampai represif dan tidak disalahgunakan. Meski SKB ini sifatnya mengatur internal, Beka mendorong masyarakat aktif mengawasi pelaksanaannya.

 

Beka berpendapat pelaksanaan SKB ini harus diawasi secara ketat, misalnya membuka ruang untuk kritik dan pengaduan atas dugaan penyalahgunaan praktik SKB ini. Jika ada ASN yang terjerat SKB ini, harus ada proses verifikasi dan klarifikasi dari ASN yang bersangkutan. Penjatuhan sanksi harus detail dan tidak rentan disalahgunakan. “Jangan karena politik birokrasi, SKB ini disalahgunakan dan pelaksanaannya subjektif, jadinya like and dislike,” ujar Beka ketika dihubungi, Selasa (26/11/2019).

 

Sebagaimana dilansir sejumlah media, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, pada intinya menjelaskan melalui kebijakan ini bukan berarti pemerintah anti kritik. Hanya saja, pemerintah tidak mau ASN menyebar ujaran kebencian.

Tags:

Berita Terkait