Imparsial: Pemerintah Terkesan Manfaatkan Kekosongan Hukum Pengisian Jabatan Kepala Daerah
Terbaru

Imparsial: Pemerintah Terkesan Manfaatkan Kekosongan Hukum Pengisian Jabatan Kepala Daerah

Penunjukan perwira TNI aktif sebagai Penjabat (Pj) kepala daerah mengindikasikan pemerintah memanfaatkan kekosongan hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi kepala daerah
Ilustrasi kepala daerah

Organisasi masyarakat sipil terus menyoroti kebijakan pemerintah dalam mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir jelang Pemilu 2024. Proses pemilihan dan pengangkatan Pj kepala daerah itu menuai kritik publik, misalnya mengangkat anggota TNI/Polri aktif. Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri, menyoroti antara lain rencana pelantikan Mayjen Ahmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh yang digelar pada Rabu (6/7/2022).

Pelantikan itu ditujukan untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur Aceh yang berakhir masa jabatannya Selasa (5/7/2022). Sementara pemilihan kepala daerah (pilkada) baru akan dilakukan secara serentak pada tahun 2024. Gufron mencatat belum lama ini Mendagri juga melantik Mayjen Ahmad Marzuki dari Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Kewaspadaan Nasional Lemhanas menjadi Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum dan Kesbang pada Senin (4/7/2022).

“Imparsial menilai pengangkatan Mayjen Ahmad Marzuki sebagai PJ Gubernur Aceh menunjukan pemerintah, khususnya Mendagri tidak mencermati penolakan yang berkembang di publik terhadap penunjukan perwira TNI aktif sebagai PJ kepala daerah,” kata Gufron ketika dikonfirmasi, Rabu (6/7/2022).

Gufron menilai proses pengangkatan penjabat kepala daerah itu janggal karena dilakukan satu hari setelah pelantikan sebagai Staf Ahli Mendagri. Mencermati cepatnya proses peralihan dari Staf Ahli Mendagri sampai ditunjuk sebagai Pj Gubernur, muncul kesan pemerintah memanfaatkan kekosongan aturan hukum. Proses itu juga menimbulkan kesan untuk memuluskan jalan bagi perwira TNI dalam menempati jabatan sipil.

Pengangkatan Mayjen Ahmad Marzuki sebagai Staf Ahli di Kementerian Dalam Negeri menurut Gufron ditengarai untuk menghindari polemik larangan TNI aktif untuk menjabat sebagai Pj Kepala Daerah. Padahal sebagaimana diberitakan sejumlah media, Mendagri sempat menyebut tidak akan mengajukan dari TNI dan Polri aktif sebagai Pj Kepala Daerah.

Gufron yakin pemerintah menyadari pengangkatan prajurit TNI aktif sebagai Pj Kepala Daerah bertentangan dengan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal 47 ayat (1) UU No.34 Tahun 2004 menyebut “Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.”

Ketentuan tersebut jelas dan tegas melarang perwira TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil, termasuk dalam hal ini penjabat kepala daerah. Oleh karena itu, Gufron menduga untuk menghindari polemik penunjukan perwira TNI aktif sebagai Pj kepala daerah, pengangkatan Mayjen Ahmad Marzuki sebagai staf ahli di Kemendagri hanya dijadikan sebagai transit untuk penempatan prajurit TNI pada jabatan sipil.

Gufron khawatir cara tersebut akan menjadi pola yang akan digunakan oleh pemerintah untuk memberikan ruang kepada perwira TNI agar dapat menduduki jabatan sipil. Mengingat masih banyak lagi jabatan kepala daerah yang akan kosong akibat berakhirnya masa jabatan mereka dan perlu penunjukan Pj Kepala Daerah sebelum pilkada serentak tahun 2024.

Berdasarkan data Kemendagri, terdapat 101 jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022 ini dan 170 kepala daerah pada tahun 2023, sehingga terdapat 271 jabatan kepala daerah yang akan diisi oleh penjabat kepala daerah sebelum pilkada tahun 2024. “Imparsial mendesak pemerintah melalui Kemendagri segera membuat aturan tentang tata cara pelaksanaan pengisian kekosongan jabatan kepala daerah,” tegas Gufron.

Regulasi tentang pengisian kekosongan jabatan kepala daerah itu menurut Gufron penting dan sesuai mandat putusan MK No.67 Tahun 2021 agar penunjukan Pj kepala daerah dilakukan secara demokratis. Lebih dari itu, pemerintah juga harus menjamin transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik.

“Khususnya aspirasi yang berkembang di daerah, dalam proses penunjukan Pj Kepala Daerah. Termasuk membuka nama-nama yang diusulkan sehingga publik dapat memberikan masukan.”

Tags:

Berita Terkait