ILUNI UI Tawarkan Opsi Selain Perppu atas Revisi UU KPK
Berita

ILUNI UI Tawarkan Opsi Selain Perppu atas Revisi UU KPK

Opsi ini tidak diatur atau dilarang Undang-Undang.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Suasana diskusi ILUNI UI yang membahas Perppu. Foto: Istimewa
Suasana diskusi ILUNI UI yang membahas Perppu. Foto: Istimewa

Penolakan atas revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berlanjut. Hingga kini usulan mengerucut pada desakan mahasiswa peserta demonstrasi agar Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Selain Perppu, sebenarnya ada opsi lain yang memungkinkan dan disampaikan juga kepada Presiden Joko Widodo saat pertemuan dengan sejumlah tokoh nasional.

Ikatan Alumni Universitas Indonesia  (ILUNI UI) juga menimbang opsi selain berharap pada terbitnya Perppu. Salah satunya dengan meminta DPR menarik revisi tersebut agar tak ditandatangani Presiden.

“Kita perlu menimbang langkah lain tanpa bergantung pada pihak-pihak yang pernah menyetujui revisi undang-undang KPK,” kata Andre Rahadian, Ketua Umum ILUNI UI dalam diskusi bertema ‘Menimbang Urgensi Perppu UU KPK’, di Salemba Jakarta, Rabu (2/10). Diskusi yang diselenggarakan ILUNI UI ini mencoba meninjau ulang berbagai opsi selain Perppu.

Salah satu narasumber diskusi, Junaedi, mengingatkan bahwa RUU KPK yang telah disahkan masih belum ditandatangani oleh Presiden. Ia menduga bahwa Presiden Jokowi memilih jalan agar revisi UU KPK berlaku otomatis setelah lewat 30 hari tak kunjung ditandatangani Presiden. “Feeling saya, Presiden tidak akan tanda tangan dan undang-undang itu akan otomatis berlaku,” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Oleh karena itu, tuntutan Perppu yang diharapkan tidak bisa terjadi sampai Presiden Jokowi menuntaskan prosedur tanda tangan selaku Presiden. Perlu diingat bahwa revisi UU KPK tersebut baru bisa dimuat dalam lembaran negara dan berlaku secara penuh dengan dua cara. Pertama, ada tanda tangan Presiden. Kedua, setelah lewat 30 hari tak kunjung ditandatangani Presiden.

(Baca juga: Begini Mekanisme Penerbitan dan Pengesahan Perppu).

Jika muncul Perppu soal KPK tanpa didahului salah satu dari dua prosedur itu, sama artinya ada dua produk revisi UU KPK. Hal semacam itu dinilai Junaedi justru akan menimbulkan masalah baru. Andre malah menyebutnya sebagai Perppu yang sia-sia dan tidak relevan. “Perppu ini jadi sia-sia karena revisi yang disahkan DPR akan tetap berlaku,” katanya dalam diskusi.

Diskusi ini juga menekankan bahwa Perppu seperti yang jadi tuntutan publik sepenuhnya bergantung pilihan politik Presiden. Tidak ada jaminan bahwa Presiden Jokowi akan langsung menerbitkan Perppu setelah revisi UU KPK berlaku penuh. Alih-alih hanya berharap para Presiden, Junaedi melihat peluang tuntutan bisa diarahkan kepada DPR periode 2019-2024 yang baru dilantik.

Menurutnya, tidak ada ketentuan yang melarang DPR untuk meminta penangguhan bahkan menarik kembali RUU yang telah disetujui bersama Presiden. Cara ini semacam legislative review yang bisa dilakukan sebelum undang-undang dimuat dalam lembaran negara. “Kita bisa berharap itu dilakukan oleh Ketua DPR dan pimpinan DPR yang baru,” katanya.

Peluang itu disampaikan Junaedi dengan asumsi bahwa anggota DPR yang baru harusnya tanggap terhadap respon publik. Gelombang aksi massa tak semestinya diabaikan untuk meninjau ulang bahwa DPR periode sebelumnya telah salah membuat keputusan.

(Baca juga: Penolakan Revisi UU KPK Masuk Kategori ‘Kegentingan yang Memaksa’? Begini Penjelasan Ahli).

Andre Rahadian, selaku Ketua Umum ILUNI UI, mengungkapkan bahwa upaya meminta DPR melakukan itu juga perlu dipertimbangkan. Meskipun ia sendiri berpendapat bahwa Presiden  bisa lebih cepat menjawab keresahan publik dengan menerbitkan Perppu. “Bagaimanapun juga keresahan publik ini perlu direspon dengan tepat oleh Presiden,” katanya.

Sikap ILUNI UI yang tak begitu berharap pada terbitnya Perppu ini berbeda dengan ILUNI Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI). Berdasarkan salinan yang diterima hukumonline, ILUNI FHUI telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo sejak 24 September lalu untuk meminta diterbitkannya Perppu. ILUNI FHUI meminta dapat bertemu dan menyampaikan aspirasi secara langsung kala itu.

Tags:

Berita Terkait